Raksasa pertambangan Freeport telah memperoleh lisensi untuk mengirimkan konsentrat tembaga dari operasinya di Indonesia hingga Mei 2024, tetapi kemungkinan akan menggugat aturan baru pemerintah tentang bea ekspor.
Mendapat pengecualian dalam larangan ekspor mineral mentah, Freeport Indonesia mendapat lisensi ekspor pada 24 Juli untuk 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga, kata perusahaan itu dalam gugatannya yang diajukan ke USSEC, lembaga pemerintah AS yang bertanggung jawab untuk mengatur pasar sekuritas dan melindungi investor pada hari Kamis.
Indonesia pada bulan Juni melarang pengiriman mineral mentah keluar negeri untuk menarik investasi ke dalam industri pengolahan logam dan meningkatkan pendapatan dalam negeri, tetapi mengatakan akan mengizinkan beberapa perusahaan termasuk Freeport untuk terus mengekspor hingga pertengahan 2024 untuk memberi mereka waktu menyelesaikan pembangunan fasilitas peleburan (smelter) dalam negeri.
Tetapi pemerintah mengenakan bea baru pada produk yang dikirim oleh perusahaan-perusahaan ini, yang kemudian dipertanyakan oleh Freeport Indonesia, menurut gugatan tersebut.
Freeport mengatakan berdasarkan izin penambangan khusus Freeport Indonesia 2018, tidak ada bea baru yang akan diterapkan karena fasilitas peleburan miliknya setidaknya setengah selesai dibangun.
“Pada Maret 2023, pemerintah Indonesia memverifikasi bahwa kemajuan konstruksi fasilitas peleburan Manyar telah melebihi 50 persen sehingga bea ekspor Freeport Indonesia dihapus efektif 29 Maret 2023,” kata gugatan tersebut.
Peraturan Menteri Keuangan yang dikeluarkan bulan lalu menyebutkan ekspor konsentrat tembaga tetap dikenai bea lima persen hingga 10 persen, meski pembangunan fasilitas peleburan perusahaan sudah di atas 50 persen. [ab/uh]