Para menteri luar negeri G7 dan Uni Eropa telah mengutuk "pemilu palsu" di wilayah-wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina, dengan mengatakan pemilu itu hanya untuk melegitimasi kekuasaan Moskow di wilayah-wilayah yang direbut dengan paksa.
Pemilu berlangsung di Krimea dan empat provinsi Ukraina lainnya: Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson, di mana Partai Rusia Bersatu pimpinan Presiden Vladimir Putin mengklaim telah memenangkan sedikitnya 70% dari keseluruhan suara. Hasil rinci belum dirilis.
Dalam pernyataan hari Rabu (13/9), para menteri mengatakan pemilihan umum ini merupakan pelanggaran lebih lanjut terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina.
"Rusia tidak memiliki dasar yang sah untuk melakukan tindakan-tindakan seperti itu di wilayah Ukraina," bunyi pernyataan G7 tersebut.
BACA JUGA: Putin: Kasus Pidana Trump Tunjukkan “Busuknya” Sistem Politik ASKeberhasilan besar bagi Partai Rusia Bersatu berarti partai ini telah menjamin kontrol politik di wilayah yang diperebutkan, yang dapat digunakan untuk memberangus pemberontakan yang mungkin terjadi. Partai ini telah menunjuk sejumlah pemimpin separatis veteran dan pejabat muda pro-Putin untuk menduduki jabatan-jabatan regional.
Para pengawas mengatakan pemungutan suara telah dicurangi. "Ini bukan pemilu yang sesungguhnya," kata Stanislav Andreychuk, yang mengetuai Golos, sebuah lembaga pemantau pemilu independen Rusia.
Andreychuk mengatakan ia memiliki bukti adanya penindasan politik yang meluas, termasuk para kandidat oposisi yang dijebloskan ke penjara dan pengrusakan mobil-mobil mereka.
Rusia telah menyiksa, menahan secara sewenang-wenang, dan mendeportasi secara paksa para pembangkang "untuk menanamkan rasa takut dan menekan budaya Ukraina," demikian petikan pernyataan G7.
Bagi negara-negara G7, pemilu ini hanya akan memperkuat cengkeraman tangan besi Moskow. Namun, Kremlin mengklaim jajak pendapat yang positif dan hasil pemilu yang telak adalah bukti bahwa Partai Rusia Bersatu melayani kepentingan publik. [em/jm]