Gamelan, mulai dikenal dan semakin populer di Amerika sejak pertengahan 1950-an ketika Institut Etnomusikology (kini Jurusan Etnomusikologi) Universitas California Los Angeles (UCLA) mulai mendatangkan seperangkat gamelan Jawa, dan kemudian disusul seperangkat gamelan Bali berikut guru jenis musik asli Indonesia ini. Dalam perkembangannya, pembelajaran gamelan yang ketika itu hanya sebagai aktivitas ekstrakurikuler itu kemudian berubah menjadi mata kuliah resmi di UCLA dan terus berkembang di berbagai perguruan tinggi di seluruh Amerika.
Kepada VOA beberapa waktu lalu, guru besar gamelan Profesor Sumarsam di Universitas Wesleyan dan pakar gamelan Jody Diamond memperkirakan bahwa di Amerika kini terdapat sedikitnya 200 ensambel gamelan, baik di perguruan tinggi negeri dan swasta maupun yang berbasis komunitas. Grup-grup itu termasuk gamelan Jawa, gamelan Sunda (degung), dan gamelan Bali.
Di kawasan Pegunungan Rocky, gamelan Bali berkembang pesat, terutama dalam tiga puluh tahun terakhir, seperti diungkapkan oleh Elizabeth (Liz) Macy, PhD, guru besar etnomusikologi di Metropolitan State University (MSU) Denver, dan pemain gamelan Jawa dan gamelan Bali di ensambel Gamelan Tunas Mekar di Denver, Colorado. Oleh karena itu, Liz dan kawan-kawan menggagas Festival Gamelan Bali Rocky Mountain atau Rocky Mountain Balinese Gamelan Festival (RMBGF) di Denver, Colorado 21-24 April 2022.
Penanggung jawab festival ini mengatakan, kelompok gamelan Bali telah terbentuk di berbagai perguruan tinggi di negara bagian-negara bagian di kawasan Pegunungan Rocky, termasuk Arizona, Colorado, Idaho, Montana, South Dakota, Utah, dan Wyoming, selain tentu saja California.
Perkembangan itu, ujar Liz, tidak lain karena jasa, kerja keras dan dedikasi para pionir pertama yang memperkenalkan gamelan di kawasan itu. Menurut Liz, mereka adalah Victoria Lindsay Levine yang membawa dan memperkenalkan gamelan Bali di Colorado College, dan I Made Lasmawan, yang bergabung kemudian dan mulai mengajar dan membentuk kelompok gamelan di Colorado College pada tahun 1992 dan selama 30 tahun hingga kini terus giat dan tekun mengembangkan gamelan Bali di kawasan Pegunungan Rocky.
Oleh karena itu, Liz – yang meraih gelar PhD dalam studi etnomusikologi dari UCLA – mengatakan bahwa Festival Gamelan Bali Rocky Mountain ini merupakan “celebration” (perayaan) perkembangan pesat gamelan Bali di kawasan itu, sekaligus sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan bagi dua tokoh di atas, dan terutama I Made Lasmawan, yang berperan besar dalam perkembangan genre musik itu.
“Kami memiliki visi untuk melakukan sesuatu yang benar-benar merayakan seluruh wilayah Pegunungan Rocky, seluruh wilayah Pantai Barat di sepanjang Pegunungan Rocky ini, dengan memanfaatkan kehadiran gamelan Bali di sini, yang jumlahnya sangat banyak karena seseorang yang datang ke sini, ke Colorado, 30 tahun yang lalu.”
Your browser doesn’t support HTML5
Liz – yang menguasai semua jenis alat musik gamelan dan terutama gemar memainkan suling dan gong untuk ensambel Gamelan Tunas Mekar – mengatakan bahwa selama kurun waktu itu Made Lasmawan juga telah membantu mendirikan program gamelan di sejumlah tempat di kawaan Pegunungan Rocky dan juga di banyak tempat lainnya di Amerika.
“Wilayah Rocky Mountain, wilayah kami, benar-benar hidup dalam hal musik Bali. Jadi kami ingin merayakannya dan kami ingin merayakan Pak Made dan 30 tahun pengabdiannya di sini. Juga, untuk seorang wanita yang membawa gamelan Bali ke Colorado College dan yang kemudian juga memulai program di berbagai perguruan tinggi dan universitas. Namanya Victoria Lindsay Levine yang pensiun pada musim Semi, 2020,” imbuh Liz.
Pernyataan Liz itu dikukuhkan sendiri oleh I Made Lasmawan. Berbicara dengan VOA, dia mengaku memutuskan pindah mengajar gamelan dari Universitas San Diego ke Colorado College pada tahun 1992 dengan alasan di wilayah Pegunungan Rocky ketika itu gamelan masih sangat langka, tidak seperti di wilayah Barat dan wilayah Timur Amerika.
“Saya memulai beberapa gamelan, mulai dari Denver, terus di Boulder, di Colorado Springs, dan dari Colorado itu saya menyebarkan gamelan, terutama di Rocky Mountains region. Dari Montana kami juga sudah ada dua (grup) gamelan di kota Missoula, juga di Idaho, di Utah, Wyoming, South Dakota, dan di Arizona. Di samping di Rocky Mountains, saya juga menyebarkan beberapa gamelan di Sarah Lawrence College di New York, (Universitas) Wake Forest di North Carolina, Emory University di Atlanta, Georgia, University of Georgia di Athena. Selain itu juga saya membantu memulai gamelan di Miami University di Ohio, dan beberapa di Chicago. Untuk di California, saya memulai gamelan di Pamona College.”
Made, yang juga menguasai seni gamelan Jawa, mengaku bahwa kiprahnya selama ini hanyalah menjalankan gagasan strategi budaya dari gurunya di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta (sekarang ISI Surakarta).
“Secara pribadi saya itu menjalankan ide dari almarhum guru saya, almarhum (Sudjono) Humardani di Solo. Ide untuk strategi budaya, beliau mengingatkan kepada saya, ‘ya kita kembangkan dulu, nanti kalau sudah banyak terserah masalah kualitas dan masalah lainnya kan bisa berjalan seiringan dengan (perkembangan). Yang penting itu kita memulai dulu,” tutur Made.
Mengenai festival yang salah satu tujuannya adalah untuk menghagai kiprahnya dalam pengembangan seni gamelan di Amerika, utamanya di wilayah Pegunungan Rocky, lulusan STSI Surakarta ini mengatakan dia tidak mengharapkannya, walaupun dia tentu menghargai penghormatan yang digagas oleh para anak didiknya itu, yang kini telah menyebar di berbagai penjuru Amerika.
“Itu tidak penting bagi saya. Yang penting sudah ribuan mahasiswa yang mengambil (mata kuliah) gamelan di mana-mana. Itu adalah tujuan saya dari awal,” ujarnya.
Mengenai popularitas dan masa depan seni musik gamelan di Amerika, Made merasa optimistik dan mengatakan perkembangan musik asal Indonesia ini luar biasa.
“Gamelan, baik Jawa, Bali Sunda, sekarang sudah menjadi bagian world music hampir di semua universitas, terutama di jurusan musik. Kelihatannya gamelan akan terus berkembang dan animo mahasiswa dan juga community luar biasa.”
Senada dengan Made, Liz mengatakan bahwa kehadiran gamelan Bali sangat nyata, terutama di universitas, berkat jasa generasi pertama dan generasi kedua guru gamelan dari Indonesia.
Secara kolektif kita melihat ada kehadiran musik gamelan Bali yang begitu besar di Amerika Serikat, seperti di wilayah Pegunungan Rocky kehadiran itu sangat besar, tapi jika kita lihat California, New York dan Boston, dan juga di Virginia, di tempat-tempat itu ada begitu banyak ansambel dan itu berkembang pesat terutama di lingkungan universitas dan perguruan tinggi. Dan, kita cenderung melihat bahwa gamelan Bali benar-benar berkembang menjadi seperti ini terutama karena ada guru-guru generasi pertama di sini. Tapi, kita juga mulai melihat guru-guru generasi kedua yang mungkin lahir di AS atau datang ke sini sebagai anak kecil, misalnya anak Pak Made, Putu Tangkas Adi Hiranmayena.”
Pendapat serupa disampaikan oleh Benjamin (Ben) Cefkin, kandidat PhD bidang etnomusikologi di University of Colorado Boulder. Dosen di jurusan musik ini setuju mengenai prospek gamelan yang semakin populer di Amerika.
“Terus berkembang sangat pesat. Jadi saya yakin itu akan positif dan kita akan melihat lebih banyak orang cinta gamelan.” Ben mengaku tertarik belajar gamelan sejak dia mulai kuliah dan hingga kini telah lebih dari 10 tahun belajar gamelan dari Made. Dia aktif sebagai anggota Gamelan Tunas Mekar, sebuah ensambel komunitas di Denver selain juga membantu Made.
“Saya membantu Pak Made untuk ensambel gamelan Bali di University of Colorado Boulder. Selain itu saya membantunya untuk pelatihan ansambel gamelan Jawa yang baru dibentuk di University of Northern Colorado di Greeley,” tukasnya.
Bersama Tunas Mekar, Ben akan tampil dalam festival ini, selain juga membantu panitia demi kelancaran berbagai pentas dan program secara keseluruhan. Pria yang bisa menguasai semua jenis alat musik gamelan Bali tetapi paling senang memainkan reyong ini berpendapat bahwa festival semacam ini merupakan kesempatan yang baik untuk menjangkau masyarakat lebih luas.
“Jadi, saya pikir komunitas lebih luas merasakan kehadiran gamelan di negara bagian ini, dan itu adalah sesuatu yang kami harap juga rayakan dengan festival ini. Juga akan ada sejumlah lokakarya untuk menjangkau masyarakat umum, yang bisa dihadiri oleh keluarga-keluarga bersama anak-anak, dan para pendidik musik.”
Rocky Mountain Balinese Gamelan Festival ini akan menjadi yang pertama di Amerika Serikat. Festival empat hari ini menampilkan simposium dengan pembicara utama pakar gamelan, termasuk David Harnish, PhD, guru besar dan mantan ketua Jurusan Musik di Universitas San Diego, dan I Made Lasmawan, Skar, Gamelan Manik Kusuma dari MSU Denver dan Gamelan Tanjung Sari dari Colorado College.
Selain itu juga, pementasan perdana sebuah komposisi baru oleh komponis Bali Sraya MurtiKanti, dan penampilan khusus katunis politik Gus Dark dan duo eksperimental ghOstMiSt.
Serangkaian lokakarya juga akan diadakan untuk musisi dan penari pemula dan lanjutan dengan berbagai topik, termasuk komposisi, tari, olah vokal, dan pentas oleh grup-grup dari wilayah Pegunungan Rocky.
Festival juga akan dimeriahkan dengan serangkaian konser malam hari oleh Gamelan Tunas Mekar yang berbasis di Denver, Gamelan Merdu Kumala dari Tujunga, California, dan Krama Bali USA yang beranggotakan para seniman terkemuka dari Bali. [lt/ab]