Suara gamelan yang merdu berhasil menarik perhatian sutradara film Hollywood, Peter Jackson, untuk mengikutsertakan warisan budaya Indonesia ini sebagai bagian dari ilustrasi musik film the Hobbit: the Desolation of Smaug.
WASHINGTON DC —
Saat menggarap film kedua dari trilogi film Hobbit ini, Peter Jackson memang sengaja mencari suara musik yang baru, khususnya musik dari Timur. Inilah yang mengawali keterlibatan kelompok gamelan Jawa, Gamelan Padhang Moncar, di Selandia Baru dalam film yang juga melibatkan animator Indonesia, Rini Sugianto dalam penggarapan karakter animasinya.
Semua ini berawal dari keikutsertaan kelompok gamelan Padhang Moncar dalam beberapa pementasan New Zealand Symphony Orchestra, kelompok yang menggarap ilustrasi musik, khususnya musik Barat untuk film the Hobbit ini.
“Dari sana mulai ada titik terang. Music Director dari the Hobbit menghubungi New Zealand Symphony Orchestra dan mereka memberikan nama saya untuk melihat gamelan,” papar Music Director dari kelompok Gamelan Padhang Moncar, Budi Surasa Putra (44 tahun), kepada reporter VOA, Dhania Iman, baru-baru ini.
Proses hingga terpilihnya gamelan untuk digunakan dalam ilustrasi musik film the Hobbit ini tidak pendek. Pihak film the Hobbit tidak lantas setuju begitu saja untuk menggunakan gamelan dalam penggarapan ilustrasi musiknya. Setelah melihat langsung instrumen gamelan milik kelompok Gamelan Padhang Moncar, Budi kemudian memberikan rekaman contoh musik gamelan untuk didengarkan lebih lanjut.
“Langkah selanjutnya, mereka datang dengan kru dan mencoba untuk merekam suara-suara itu (gamelan). Setelah itu mereka coba memasukkan nada-nada yang mereka mau di suara gamelan, yang seperti ada di trailer,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen mata kuliah gamelan di New Zealand School of Music di Selandia Baru ini.
Salah satu adegan dimana alunan gamelan terdengar adalah ketika karakter Bilbo Baggins yang diperankan oleh aktor, Martin Freeman, berjalan di atas harta karun di Lonely Mountain, tempat tinggal para kurcaci yang telah diambil alih oleh sang naga atau Smaug. Suara gemerincing koin emas yang tersimpan di Lonely Mountain tersebutlah yang dihasilkan oleh suara gamelan.
“Suara gamelan itu sudah dicampur dengan suara musik-musik yang lain. Mungkin dari banyak adegan-adegan itu ada suara gamelannya, karena jenis suara yang direkam itu banyak sekali,” cerita Budi yang sudah menetap di Selandia Baru sejak tahun 1996 ini.
Bagi Budi, keterlibatan gamelan dalam film yang diadaptasi dari buku karya J. R. R. Tolkien ini adalah satu hal yang membanggakan.
“Bagi saya bukan masalah kecilnya keterlibatan gamelan dalam ilustrasi musik ini, tapi gamelan menjadi satu pilihan yang terlibat dalam film yang luar biasa mendunia ini adalah suatu yang membanggakan,” kata pria yang juga memimpin kelompok gamelan Ngripto Raras khusus orang Indonesia di Selandia Baru ini.
Para anggota kelompok Gamelan Padhang Moncar yang seluruhnya adalah warga lokal Selandia Baru dan warga Internasional juga ikut bangga akan keterlibatan mereka dalam penggarapan ilustrasi musik film the Hobbit kali ini.
“Kita melihatnya (ini) adalah sesuatu yang luar biasa, karena berjuta-juta jenis musik (yang dipilih) kenapa harus gamelan? Dan kebetulan kenapa harus kita? Jadi luar biasa, kita senang sekali. Meskipun kecil ya, (tapi) bisa terlibat dalam ilustrasi film ini. Kalau dari berjuta-juta musik itu ditawarkan ‘mau nggak terlibat di ilustrasi musik Hobbit?’ pasti semua jawabnya mau. Tapi kita tidak minta. Kita diminta. Ini adalah sesuatu yang bagi saya luar biasa,” ujar pria yang hobi membuat bakso ini.
Lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Surakarta ini berharap dengan keterlibatan gamelan di film Hollywood, orang bisa lebih mengenal dan mencintai gamelan. “Harapan saya mudah-mudahan gamelan ini bisa dikenal orang, tidak hanya orang Indonesia,” katanya. “Mudah-mudahan dengan keterlibatan ini bisa memicu atau mendorong kita semuanya untuk mencintai gamelan, mengembangkan gamelan, yang pada akhirnya gamelan itu lestari. Tidak hilang,” lanjutnya menutup wawancara dengan VOA.
“Dari sana mulai ada titik terang. Music Director dari the Hobbit menghubungi New Zealand Symphony Orchestra dan mereka memberikan nama saya untuk melihat gamelan,” papar Music Director dari kelompok Gamelan Padhang Moncar, Budi Surasa Putra (44 tahun), kepada reporter VOA, Dhania Iman, baru-baru ini.
“Langkah selanjutnya, mereka datang dengan kru dan mencoba untuk merekam suara-suara itu (gamelan). Setelah itu mereka coba memasukkan nada-nada yang mereka mau di suara gamelan, yang seperti ada di trailer,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen mata kuliah gamelan di New Zealand School of Music di Selandia Baru ini.
Salah satu adegan dimana alunan gamelan terdengar adalah ketika karakter Bilbo Baggins yang diperankan oleh aktor, Martin Freeman, berjalan di atas harta karun di Lonely Mountain, tempat tinggal para kurcaci yang telah diambil alih oleh sang naga atau Smaug. Suara gemerincing koin emas yang tersimpan di Lonely Mountain tersebutlah yang dihasilkan oleh suara gamelan.
“Suara gamelan itu sudah dicampur dengan suara musik-musik yang lain. Mungkin dari banyak adegan-adegan itu ada suara gamelannya, karena jenis suara yang direkam itu banyak sekali,” cerita Budi yang sudah menetap di Selandia Baru sejak tahun 1996 ini.
“Bagi saya bukan masalah kecilnya keterlibatan gamelan dalam ilustrasi musik ini, tapi gamelan menjadi satu pilihan yang terlibat dalam film yang luar biasa mendunia ini adalah suatu yang membanggakan,” kata pria yang juga memimpin kelompok gamelan Ngripto Raras khusus orang Indonesia di Selandia Baru ini.
“Kita melihatnya (ini) adalah sesuatu yang luar biasa, karena berjuta-juta jenis musik (yang dipilih) kenapa harus gamelan? Dan kebetulan kenapa harus kita? Jadi luar biasa, kita senang sekali. Meskipun kecil ya, (tapi) bisa terlibat dalam ilustrasi film ini. Kalau dari berjuta-juta musik itu ditawarkan ‘mau nggak terlibat di ilustrasi musik Hobbit?’ pasti semua jawabnya mau. Tapi kita tidak minta. Kita diminta. Ini adalah sesuatu yang bagi saya luar biasa,” ujar pria yang hobi membuat bakso ini.
Lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Surakarta ini berharap dengan keterlibatan gamelan di film Hollywood, orang bisa lebih mengenal dan mencintai gamelan. “Harapan saya mudah-mudahan gamelan ini bisa dikenal orang, tidak hanya orang Indonesia,” katanya. “Mudah-mudahan dengan keterlibatan ini bisa memicu atau mendorong kita semuanya untuk mencintai gamelan, mengembangkan gamelan, yang pada akhirnya gamelan itu lestari. Tidak hilang,” lanjutnya menutup wawancara dengan VOA.