Dari luar, perumahan bertingkat tinggi di kawasan Upper West Side Manhattan terlihat sangat mirip dengan gedung-gedung mewah lainnya: Seorang penjaga pintu menyambut pengunjung di lobi yang luas dengan lantai marmer dan permadani mewah.
Namun, tepat di bawah ruang bawah tanah terdapat seperangkat peralatan yang tidak ditemukan di gedung-gedung lain di Kota New York, bahkan di kota-kota lain di dunia. Dalam upaya untuk secara drastis mengurangi emisi gedung 30 lantai itu, pemilik gedung telah memasang pipa khusus dan tangki untuk mengumpulkan karbon dioksida dari ketel besar berbahan bakar gas di ruang bawah tanah sebelum pipa pembuangan asap masuk ke cerobong yang melepaskan asap ke udara.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menghentikan karbon dioksida, gas pemanasan iklim, memasuki atmosfer. Memang, ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi dari gedung-gedung pencakar langit di kota besar yang selama ini merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar, yakni sekitar dua pertiganya, menurut departemen bangunan di Kota New York. Banyak dari bangunan tua itu memiliki ketel pemanas ruangan berusia puluhan tahun di ruang bawah tanah yang mengeluarkan karbon dioksida langsung ke udara.
Upaya untuk mengatasi perubahan iklim akan sulit dilakukan di kota yang dipadati pencakar langit tanpa mengatasi emisi dari bangunan. Gedung-gedung di negara bagian New York mengeluarkan lebih banyak polusi udara daripada negara bagian lain mana pun.
Jadi, para pemilik gedung harus melakukan pemangkasan dramatis, mulai tahun depan dan jika syarat itu tidak dipenuhi maka mereka akan menghadapi denda yang semakin besar sesuai undang-undang kota yang baru. Sekitar 50.000 bangunan, lebih dari separuh bangunan di kota itu, tanpa memandang usia bangunan, harus tunduk pada peraturan daerah yang dikenal sebagai Local Law 97. Kota-kota lain seperti Boston dan Denver mengikuti jejak kota New York dengan aturan serupa.
Akibatnya, para manajer properti bergegas mencari cara agar gedung mereka terus bisa beroperasi. Sebagian memasang sistem penangkap karbon, yang menghilangkan karbon dioksida, mengarahkannya ke dalam tangki dan menyiapkannya untuk dijual ke perusahaan lain sebagai bahan pembuat minuman berkarbonasi, sabun atau beton.
Claire Nelson, seorang ahli geokimia yang berspesialisasi dalam penangkapan karbon di Columbia Climate School mengatakan, “Undang-undang semacam ini mendorong para pemilik gedung untuk mengadopsi teknologi seperti penangkapan karbon dan mudah-mudahan itu tidak membuat mereka putus asa mencari semua opsi untuk menyediakan listrik bagi semua kebutuhan di gedung mereka.”
Mereka melihatnya sebagai cara untuk memenuhi tujuan emisi tanpa harus merelokasi penduduk untuk renovasi besar-besaran. Dalam hal ini, karbon dioksida dijual ke pabrik beton di Brooklyn, di mana karbon dioksida diubah menjadi mineral dan tertanam secara permanen di dalam beton.
Your browser doesn’t support HTML5
Banyak kelompok lingkungan tetap skeptis dengan upaya penangkapan seperti itu dan justru mendukung investasi dalam transisi ke energi terbarukan.
Teknologi penangkapan karbon telah ada dalam skala industri selama beberapa dekade, digunakan oleh perusahaan minyak dan gas serta sebagian pabrik untuk menangkap karbon dioksida dan menjualnya, atau menggunakannya untuk mengekstraksi lebih banyak minyak dari bawah tanah.
Brian Asparro, chief operating officer CarbonQuest, yang membangun sistem penangkapan karbon, mengatakan,“Terkait kritik dengan penundaan transisi dari bahan bakar fosil, yang bisa saya katakan adalah, satu ton pengurangan karbon hari ini bernilai lebih dari satu ton pengurangan karbon pada kemudian hari.”
Para pendukung gerakan penangkapan karbon mengatakan bahwa tantangan terbesarnya adalah meningkatkan upaya itu dan berbagai solusi lainnya dengan cukup cepat untuk membuat perbedaan dalam perubahan iklim.
Itu sebabnya para pendukung mengatakan banyak solusi harus digunakan sekaligus, dan penangkapan karbon hanyalah salah satu alat dalam perangkat dekarbonisasi. [lt/uh]