#gejayanmemanggil2 : Yogya Melawan dengan Sehormat-hormatnya

  • Nurhadi Sucahyo

Di tengah tren kekerasan berbagai demo di Indonesia, di Yogya aksi berjalan damai. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Demonstrasi di berbagai kota di Indonesia dalam satu pekan terakhir hampir selalu diakhiri dengan aksi kekerasan. Namun di Yogya, meski lebih 20 ribu orang berkumpul, aksi berjalan damai dan tertib.

“Buktikan kepada Indonesia, bahwa Yogya bisa damai. Sepakat kawan-kawan? Biarlah yang di DPR, di Senayan mereka kisruh, mereka ribut. Tetapi, kawan-kawan, di Yogya kita aksi damai. Kita tidak akan membawa embel-embel turunkan rezim. Kita di sini mengkritik. Itu tugas kita sebagai rakyat,” jelasnya.

Berulang kali orator aksi di mengingatkan massa untuk tidak memancing kekerasan. Ribuan peserta aksi dari Aliansi Rakyat Bergerak pun mematuhi instruksi itu.

Kota-kota di berbagai wilayah di Indonesia menjadi saksi, bagaimana demonstrasi bisa berujung ricuh. Di Kendari, dua mahasiswa bahkan meninggal sedangkan di Jakarta seorang pelajar bernasib sama.

Your browser doesn’t support HTML5

#gejayanmemanggil2 : Yogya Melawan dengan Sehormat-hormatnya

Di Yogyakarta, demonstrasi besar-besaran juga berlangsung, Senin (23/9) lalu, #gejayanmemanggil digelar dengan massa terdiri dari sekitar 20 ribu orang. Hari ini, tepat sepekan sesudahnya aksi #gejayanmemanggil2 kembali digelar dengan jumlah massa yang tak kalah banyak. Meski begitu, hingga menjelang pukul 17.00, ribuan peserta beraksi dengan tertib. Tidak ada botol melayang, batu dilemparkan atau gas air mata ditembakkan polisi. Nailendra dari Aliansi Rakyat Bergerak yang menggelar aksi ini tegas mengatakan, mereka tak mau ada kekerasan.

“Kita melawan sehormat-hormatnya, tetapi jika ada kekerasan, kami juga akan melawan sehormat-hormatnya,” ujarnya kepada VOA.

Barangkali, kalimat Nailendra itu diilhami pesan kuat Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Sebuah novel yang mengisahkan upaya rakyat melawan penjajah Belanda, dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.

Sepakat Aksi Tanpa Kekerasan

Aliansi Rakyat Bergerak adalah himpunan massa dari puluhan universitas, elemen buruh, jurnalis, elemen organisasi pembela hukum, sejumlah komunitas dan para pelajar. Menurut Nailendra, mereka sejak awal menentang kekerasan karena yakin, kekerasan yang dilawan dengan kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.

“Senjata kita bukanlah kekerasan, tetapi kata-kata. Kita akan terus memproduksi kata-kata, melawan dengan narasi-narasi. Kita menulis, menumpahkan pendapat. Simpati yang lebih perlu kita gandeng,” tambahnya.

Aksi hari Senin (30/9) diawali dari dua titik kumpul, yaitu Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada. Di bawah terik matahari, massa kemudian bergerak bersama menuju kawasan Gejayan. Seperti aksi sebelumnya, kawasan ini dipilih karena mengingatkan pada perlawanan terhadap penguasa Orde Baru pada 1998, yang menewaskan satu mahasiswa ketika itu.

BACA JUGA: Ribuan Mahasiswa Yogya Merespon #gejayanmemanggil

Ada sembilan tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak kepada pemerintah dalam aksi ke-dua ini. Tuntutan itu adalah menghentikan segala bentuk represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat.Tarik seluruh komponen militer, usut tuntas pelanggaran HAM, buka ruang demokrasi seluas-luasnya di Papua. Mendesak pemerintah pusat untuk segera menanggulangi bencana dan menyelamatkan korban, tangkap dan adili pengusaha dan korporasi pembakar hutan, serta cabut HGU dan hentikan pemberian izin baru bagi perusahaan besar perkebunan.

Kemudian, mendesak presiden untuk menerbitkan Perppu terkait UU KPK, mendesak presiden untuk menerbitkan Perppu terkait UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, merevisi pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHP dan meninjau ulang pasal-pasal tersebut dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil, menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, dan RUU Minerba, dan terakhir, menuntaskan penanganan pelanggaran HAM dan HAM berat serta adili penjahat HAM.

Mahasiswa Memegang Kendali Aksi

Ratusan mahasiswa Yogya juga menggelar aksi di DPRD DIY, Senin siang (30/9). Aksi yang digawangi Forum BEM DIY ini juga berjalan damai tanpa kekerasan hingga usai. Iwan dari Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang turut dalam aksi mengatakan, mereka turun karena tuntutan yang disampaikan belum diakomodasi.

Ribuan massa kembali berdemo di Yogya, Senin (30/9) dalam #gejayanmemanggil2. (Foto:VOA/Nurhadi)

“Beberapa tuntutan belum dilaksanakan oleh DPR, sehingga membuat kami dari FBD turun kembali ke jalan. Kami sudah sepakat, selanjutnya akan follow up poin tuntutan yang telah kami sampaikan. Kalau belum direvisi dan masih meresahkan masyarakat, sudah kewajiban kami untuk kembali menyampaikan aspirasi,” kata Iwan.

Forum BEM DIY memberikan tanggung jawab keamanan kepada setiap presiden mahasiswa dari kampus yang turun ke jalan. Koordinasi dilakukan secara matang untuk mencegah aksi kekerasan terjadi dan menodai rangkaian aksi yang mereka lakukan dalam beberapa pekan terakhir.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Hempri Suyatna melihat ada beberapa faktor mengapa aksi di Yogya berjalan aman, berbeda dengan di kota-kota lain. Salah satu faktor yang dominan adalah karena mahasiswa, yang menjadi motor terbesar gerakan ini, masih dapat dikendalikan. Kendali itu tidak dilakukan oleh aktor dari luar, tetapi justru dari lingkungan mahasiswa sendiri.

Alasan kedua, kata Hempri, adalah karena budaya diskusi di Yogya yang lebih baik dan kemauan untuk menerima perbedaan pandangan. Mereka yang pro maupun kontra terhadap aksi belakangan ini, tidak mencoba saling mengganggu. Faktor lain adalah keberadaan aktor-aktor di luar mahasiswa yang dapat dibatasi perannya. Kemampuan membatasi peran aktor dari luar itu menjadikan gerakan lebih murni.

Relawan kebersihan memastikan lokasi aksi bersih kembali. (Foto:VOA/ Nurhadi)

“Gerakan sosial di mana pun tidak akan lepas dari peran berbagai kelompok kepentingan yang ada disitu. Saya yakin ada banyak aktor yang mengintip atau ingin mengambil peluang. Tetapi di Yogya saya yakin masih murni gerakan mahasiswa atau siswa, yang tidak mudah ditunggangi. Dalam gerakan sosial selalu ada kelompok kepentingan. Jadi, tergantung bagaimana aktor-aktornya bisa menetralisir gerakan kepentingan tersebut,” ujar Hempri.

Tidak mengherankan apabila usai gelaran aksi, massa yang tumpah menuju beberapa lokasi mampu menjaga kondisi aman. Sejumlah mahasiswa bahkan sukarela terlibat dalam kelompok kebersihan, yang memungut setiap sampah sisa aksi. Tidak ketinggalan, anak-anak SMA dan SMK yang terlibat aksi, turut melaksanakan kesepakatan yang ada. [ns/uh]