Dua gempa bumi besar di Sumatera pada April lalu menunjukkan bahwa gempa dapat memicu sejumlah lainnya secara global.
Dua gempa bumi besar di Sumatera pada April lalu menunjukkan sesuatu yang telah lama ingin dibuktikan oleh para ilmuwan, yaitu bahwa gempa tersebut dapat memicu sejumlah gempa di seluruh dunia.
Temuan terakhir ini selanjutnya dapat membantu upaya untuk memprediksi beberapa gempa.
Selama enam hari setelah gempa-gempa di Sumatra terjadi pada 11 April, gempa lain yang lebih besar dari 5,5 Skala Richter terjadi sebanyak lima kali lipat di seluruh dunia, seperti yang ditemukan oleh ketua tim penulis Fred Pollitz dari Lembaga Survei Geologis AS dan kolega-koleganya dalam penelitian yang diterbitkan oleh jurnal Nature pada Kamis (27/9).
“Ini untuk pertama kalinya kita melihat gempa susulan dengan skala sebesar ini dan sampai sejauh ini,” ujar Kerry Sieh, direktur Observatorium Bumi di Singapura, penulis sejumlah penelitian mengenai bahaya gempa bumi di wilayah Sumatera.
Gempa pertama pada 11 April mencapai 8,7 Skala Richter, hampir sebesar gempa yang memicu tsunami besar dan bahaya nuklir di bagian timur Jepang lebih dari setahun silam.
Gempa kedua juga besar mencapai 8,2 Skala Richter. Keduanya terjadi di Samudera Indonesia, beberapa ratus kilometer sebelah barat Sumatera, di sebuah zona dimana lempengan tektonis Indo-Australia pelan-pelan memisahkan dirinya.
“Makalah Pollitz menunjukkan bahwa gempa signifikan dan memiliki potensi menghancurkan dapat terjadi ribuan kilometer dari gempa bumi berskala 8-an,” ujar Sieh, yang tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut, pada kantor berita Reuters.
Gelombang Cinta
Pollitz dan para koleganya meneliti serangkaian data seismik, dengan fokus khusus untuk apa yang disebut radiasi ‘Gelombang Cinta’, gelombang permukaan yang bergerak seperti ular dan dapat bergerak melintasi bumi.
Semua gempa susulan global terjadi tepat sepanjang empat garis utama radiasi gelombang cinta yang dimulai pada episentrum gempa 11 April.
Di masa yang akan datang, penelitian atas data tersebut dapat memperbaiki perhitungan mengenai meningkatnya kemungkinan gempa setelah gempa besar, ujar Sieh.
Para ilmuwan segera menganalisa gempa-gempa April lalu karena mereka terjadi di salah satu zona seismik paling aktif di dunia.
Gempa-gempa pada 2012 diyakini oleh sebagian besar seismolog sebagai guncangan horisontal (strike-slip) terbesar yang pernah terekam, dan semuanya sangat signifikan karena tidak memicu tsunami besar.
Guncangan strike-slip bergeser secara horisontal dan menimbulkan pecahan vertikal, tapi tidak memicu kenaikan lantai laut secara tiba-tiba seperti pada gempa 9,2 Skala Richter yang terjadi di Aceh pada Desember 2004, atau gmepa 9,0 Skala Richter di Jepang tahun lalu. Keduanya memicu tsunami yang menewaskan banyak orang. (Reuters/David Fogarty)
Temuan terakhir ini selanjutnya dapat membantu upaya untuk memprediksi beberapa gempa.
Selama enam hari setelah gempa-gempa di Sumatra terjadi pada 11 April, gempa lain yang lebih besar dari 5,5 Skala Richter terjadi sebanyak lima kali lipat di seluruh dunia, seperti yang ditemukan oleh ketua tim penulis Fred Pollitz dari Lembaga Survei Geologis AS dan kolega-koleganya dalam penelitian yang diterbitkan oleh jurnal Nature pada Kamis (27/9).
“Ini untuk pertama kalinya kita melihat gempa susulan dengan skala sebesar ini dan sampai sejauh ini,” ujar Kerry Sieh, direktur Observatorium Bumi di Singapura, penulis sejumlah penelitian mengenai bahaya gempa bumi di wilayah Sumatera.
Gempa pertama pada 11 April mencapai 8,7 Skala Richter, hampir sebesar gempa yang memicu tsunami besar dan bahaya nuklir di bagian timur Jepang lebih dari setahun silam.
Gempa kedua juga besar mencapai 8,2 Skala Richter. Keduanya terjadi di Samudera Indonesia, beberapa ratus kilometer sebelah barat Sumatera, di sebuah zona dimana lempengan tektonis Indo-Australia pelan-pelan memisahkan dirinya.
“Makalah Pollitz menunjukkan bahwa gempa signifikan dan memiliki potensi menghancurkan dapat terjadi ribuan kilometer dari gempa bumi berskala 8-an,” ujar Sieh, yang tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut, pada kantor berita Reuters.
Gelombang Cinta
Pollitz dan para koleganya meneliti serangkaian data seismik, dengan fokus khusus untuk apa yang disebut radiasi ‘Gelombang Cinta’, gelombang permukaan yang bergerak seperti ular dan dapat bergerak melintasi bumi.
Semua gempa susulan global terjadi tepat sepanjang empat garis utama radiasi gelombang cinta yang dimulai pada episentrum gempa 11 April.
Di masa yang akan datang, penelitian atas data tersebut dapat memperbaiki perhitungan mengenai meningkatnya kemungkinan gempa setelah gempa besar, ujar Sieh.
Para ilmuwan segera menganalisa gempa-gempa April lalu karena mereka terjadi di salah satu zona seismik paling aktif di dunia.
Gempa-gempa pada 2012 diyakini oleh sebagian besar seismolog sebagai guncangan horisontal (strike-slip) terbesar yang pernah terekam, dan semuanya sangat signifikan karena tidak memicu tsunami besar.
Guncangan strike-slip bergeser secara horisontal dan menimbulkan pecahan vertikal, tapi tidak memicu kenaikan lantai laut secara tiba-tiba seperti pada gempa 9,2 Skala Richter yang terjadi di Aceh pada Desember 2004, atau gmepa 9,0 Skala Richter di Jepang tahun lalu. Keduanya memicu tsunami yang menewaskan banyak orang. (Reuters/David Fogarty)