Pastor-pastor Katolik dari Gereja Filipina, sebuah lembaga yang membantu menggulingkan dua pemimpin negara di masa lalu, mengatakan mereka takut dan tidak yakin bagaimana berbicara melawan perang terhadap narkoba yang dilancarkan oleh Presiden Rodrigo Duterte yang belum lama menjabat.
Dalam wawancara-wawancara dengan Reuters, lebih dari selusin pemimpin gereja di negara Katolik terbesar di Asia itu mengatakan mereka tidak yakin bagaimana mengambil sikap melawan pembunuhan ribuan orang dalam perang yang mendapat dukungan luas. Menantang program presiden itu dapat menimbulkan bahaya, ujar beberapa orang.
Duterte, yang memiliki tingkat kepuasan 76 persen dalam survei yang dirilis minggu lalu, telah membungkam perlawanan terhadap perang melawan narkoba dan mengecam para pengkritik dengan bahasa penuh umpatan.
Lebih dari 3.600 orang, sebagian besar pengguna narkoba dan pengedar kelas teri, telah mati di tangan polisi dan diduga preman sejak ia mulai menjabat tanggal 30 Juni.
Dalam jajak pendapat lain yang dilakukan oleh badan yang sama, Social Weather Stations, 84 persen responden mengatakan mereka puas atau cukup puas dengan perang terhadap narkoba itu, meskipun mayoritas mengatakan mereka memiliki keraguan atas pembunuhan-pembunuhan tersebut.
Melawan perang terhadap narkoba itu "di beberapa daerah merupakan tindakan yang berbahaya," ujar Romo Luciano Felloni, pastor di distrik utara ibukota Manila.
Sedikitnya 30 orang, termasuk seorang anak dan seorang ibu hamil, telah dibunuh di daerahnya, tempat ia mendirikan program rehabilitasi berbasis komunitas untuk pengguna narkoba.
"Ada banyak ketakutan karena cara orang dibunuh dengan main hakim sendiri jadi siapa saja bisa jadi target... Tidak mungkin kita bisa melindungi diri."
Pastor lain, yang seperti yang lainnya meminta untuk tidak disebut namanya karena takut pembalasan, mengatakan bahwa riskan untuk mempertanyakan pembunuhan itu secara terbuka. Puluhan pecandu dan pengedar narkoba dibunuh setiap hari, tapi siapa pun yang mengkritik kampanye Duterte bisa mengalami nasib serupa, ujarnya.
Juru bicara kepresidenan Ernesto Abella mengatakan Gereja bebas membuat pernyataan, dan tidak ada "implikasi" bahwa siapa pun terkait Gereja akan ditarget.
Namun Abella menambahkan: "Gereja perlu mempertimbangkan bahwa survei-survei baru-baru ini menunjukkan bahwa orang-orang mempercayai dan menghargai upaya Presiden dan akan lebih baik jika Gereja mendengarkan dan tidak mengasumsikan bahwa orang-orang memiliki kepercayaan yang sama."
"Kami berharap mereka dapat berpikir logis dan penuh pertimbangan."
Duterte mengatakan ia tidak akan menghentikan perang itu.
"Saya sangat terkejut dengan begitu banyak kelompok dan individu, termasuk pastor dan uskup, yang mengeluhkan jumlah orang yang dibunuh dalam operasi melawan narkoba," ujarnya dalam pidato di kota Zamboanga di bagian selatan.
"Jika saya berhenti, generasi berikutnya akan hilang." [hd]