Gereja, Kuil, dan Biara di Myanmar Sering Terkena Serangan Udara

  • Associated Press

Gereja Baptis Santo Petrus-Kanan di desa Kanan, kota Khampat, wilayah Sagaing, yang diduga terkena serangan udara militer, 8 Januari 2024. (David Htan via AP)

Sebuah penelitian yang dikeluarkan Selasa (23/) oleh para peneliti yang mengumpulkan bukti kejahatan perang di Myanmar mendukung laporan bahwa serangan udara oleh pemerintah militer merusak gereja-gereja di satu-satunya negara bagian yang mayoritas warganya beragama Kristen di negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha.

Sepuluh serangan yang dilaporkan terhadap gereja-gereja di negara bagian Chin, Myanmar barat, yang diperiksa oleh para peneliti adalah bagian dari serangan yang lebih luas terhadap komunitas-komunitas agama di negara yang dilanda perang tersebut, kata para pekerja keagamaan dan HAM.

Myanmar tenggelam dalam perang saudara setelah militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021. Sejak itu, para pejuang perlawanan dari etnis Myanmar yang mayoritas beragama Budha bergabung dengan etnis-etnis minoritas yang telah lama tertindas, yang beberapa di antaranya memiliki populasi Kristen yang besar.

Badan-badan urusan HAM dan para penyelidik PBB telah menemukan bukti bahwa pasukan keamanan secara tidak pandang bulu dan tidak proporsional menarget warga sipil dengan bom, eksekusi massal terhadap orang-orang yang ditahan selama operasi, dan pembakaran rumah-rumah warga sipil dalam skala besar.

BACA JUGA: Junta Myanmar Diduga Lakukan Pembantaian di Biara, 22 Orang Tewas

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang menghitung penangkapan dan serangan politik, setidaknya 4.416 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak pengambilalihan kekuasaan pada tahun 2021.

Laporan pada hari Selasa, yang disusun oleh proyek Saksi Myanmar dari Pusat Ketahanan Informasi yang berbasis di Inggris, menganalisis secara mendalam lima klaim serangan udara yang menyebabkan kerusakan fisik besar pada gereja-gereja di negara bagian Chin selama beberapa bulan pada tahun 2023 dan menyimpulkan bahwa kelima klaim tersebut dapat diverifikasi.

Bangunan-bangunan keagamaan diberi status perlindungan khusus berdasarkan hukum internasional sehingga serangan seperti itu tidak dapat dibenarkan.

Setidaknya 107 bangunan keagamaan termasuk 67 gereja dan lima biara Budha, telah dihancurkan oleh militer sejak pengambilalihan negara bagian Chin saja pada tahun 2021, kata Organisasi Hak Asasi Manusia Chin. Laporan Komisi Ahli Hukum Internasional pada tahun 2023, yang mencakup periode hingga April, menghitung 94 situs keagamaan besar Buddha dan 87 situs Kristen hancur atau rusak di berbagai penjuru negara itu.

BACA JUGA: Berbagai Kelompok Agama Myanmar Hadapi Persekusi

Saksi Myanmar memeriksa ulang bukti-bukti seperti foto, video dan akun saksi yang ditemukan di media sosial dengan analisis foto satelit dan metode lain untuk mencoba memverifikasi pelanggaran HAM. Tujuan utamanya, kata direktur proyek Matt Lawrence, adalah “menyediakan bahan bagi mekanisme internasional yang dapat meminta pertanggungjawaban para pelaku kekejaman.”

Laporan tersebut tidak membahas apakah serangan-serangan tersebut disengaja, namun menulis bahwa mengingat “superioritas udara” yang dimiliki Angkatan Udara Myanmar kemungkinan besar serangan-serangan itu dilakukan oleh pemerintah.

Banyak aktivis HAM percaya bahwa militer memang sengaja menarget bangunan-bangunan keagamaan. “Gereja-gereja yang terkena bom bukanlah kerusakan yang tidak disengaja,” tulis Benedict Rogers, mantan ketua tim Asia Timur untuk organisasi HAM Christian Solidarity Worldwide dan penulis tiga buku tentang Myanmar, dalam sebuah wawancara email dengan The Associated Press. “Menarget gereja-gereja itu adalah bagian dari strategi yang disengaja,” katanya. [ab/ns]