Pemerintah berencana mengejar Google atas utang pajak selama lima tahun, dan perusahaan tersebut dapat menghadapi tagihan Rp 5,5 triliun untuk tahun 2015 saja jika terbukti telah menghindari pembayaran, menurut pejabat senior pajak.
Muhammad Haniv, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta untuk Kasus Khusus, mengatakan kepada Reuters bahwa para penyelidiknya mendatangi kantor Google di Jakarta hari Senin (19/9).
Kanto pajak menduga PT Google Indonesia membayar kurang dari 0,1 persen dari total pendapatan dan pajak-pajak pertambahan nilai yang harus dibayarnya tahun lalu.
Saat diminta menanggapi pernyataan Haniv, Google Indonesia mengulangi pernyataan minggu lalu yang mengatakan bahwa mereka akan terus bekerjasama dengan pihak berwenang dan telah membayar semua pajak yang berlaku.
Haniv menambahkan bahwa kantor pajak berencana mengejar perusahaan-perusahaan internet lainnya untuk pajak-pajak yang belum dibayar.
Jika dinyatakan bersalah, Google mungkin harus membayar denda sampai empat kali lipat jumlah tagihan, yaitu mencapai Rp 5,5 triliun untuk 2015, ujar Haniv. Ia menolak menyebutkan estimasi untuk periode lima tahun.
Sebagian besar penghasilan yang didapat dari negara ini dibukukan di kantor pusat Google Asia Pacific di Singapura. Google Asia Pacific menolak untuk diaudit bulan Juni, mendorong kantor pajak untuk meningkatkan kasus tersebut menjadi kasus kriminal, ujarnya.
"Argumen Google adalah bahwa mereka hanya melakukan perencanaan pajak," ujar Haniv. "Perencanaan pajak itu legal, tapi perencanaan pajak yang agresif, sampai negara tempat mereka menghasilkan uang tidak mendapat apa-apa, itu tidak legal."
Kantor pajak akan memanggil para direktur Google Indonesia yang juga memegang posisi di Google Asia Pasifik, kata Haniv, menambahkan bahwa pihaknya bekerjasama dengan kepolisian.
Secara global, jarang sekali penyelidikan negara atas struktur pajak korporasi ditingkatkan menjadi kasus kriminal.
Kasus di Indonesia sepertinya tidak akan selesai segera karena biasanya perlu waktu sedikitnya tiga tahun sampai pengadilan membuat keputusan mengenai kasus kriminal terkait pajak, ujar Yustinus Prastowo, direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis. [hd]