Guguran Awan Panas Makin Besar, Warga Mengungsi

  • Nurhadi Sucahyo

Gunung Merapi menyemburkan lahar panas saat meletus, seperti terlihat dari Wonorejo di Sleman, Yogyakarta, 18 Januari 2021. (Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko via REUTERS)

Rentetan guguran awan panas sepanjang hari Rabu (27/1) memaksa warga dusun Turgo di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mengungsi. Sekitar pukul 15.00 WIB, mereka telah berada di titik kumpul yang ditentukan, yaitu SD Sanjaya Tritis. Dari lokasi ini, menurut keterangan Agus Riyanto dari Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, warga kemudian dipindah ke barak pengungsian yang sudah disiapkan, sekitar pukul 17.00 WIB.

“Sebenarnya kalau rekomendasi BPPTKG memang belum, tetapi kondisi masyarakat yang punya trauma, kecemasan dan tidak nyaman, makanya mereka minta geser. Ya difasilitasi untuk geser langsung menuju barak utama Purwobinangun,” kata Agus kepada VOA.

BACA JUGA: Merapi Meletus, Tumpahkan Lava

Selama periode erupsi kali ini, aktivitas Merapi di awal sebenarnya lebih banyak diprediksi ada di sisi tenggara. Namun perkembangannya, muncul kubah baru di sisi barat daya, di mana posisi Turgo dan dusun-dusun sekitarnya berada. Jangkauan abu letusan pada Rabu (27/1) siang dikabarkan mencapai sisi utara Bukit Turgo, yang berada di antara pemukiman warga dan Gunung Merapi.

Posisi pemukiman yang terhalang bukit ini, kata Agus, juga menjadi faktor pendorong warga untuk mengungsi lebih cepat.

Gunung Merapi difoto dari kawasan Pakem, Yogyakarta. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“Karena di wilayah Turgo itu secara visual sangat susah untuk melihat gunungnya. Ketika cuaca tidak cerah, warga tidak bisa memantau. Di sisi Turgo itu setelah jam 12 siang, sudah tertutup kabut lokal. Jadi kondisi Merapi susah untuk dipantau,” tambahnya.

Merapi memang terus menampakkan aktivitas tanpa henti, sejak 4 Januari 2021 ketika gunung tersebut memasuki fase erupsi yang bersifat efusif. Tipe efusif, menurut Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida, dikenal juga sebagai tipe Merapi. Ini adalah erupsi dengan aktivitas berupa pertumbuhan kubah lava disertai guguran lava dan awan panas guguran.

BPPTKG sendiri mencatat jarak luncuran awan panas telah mencapai 3.000 meter para Rabu (27/1) siang.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida. (Foto: VOA)

“Pada hari ini, Rabu tanggal 27 Januari pukul 00.00 hingga 14.00 WIB, Gunung Merapi telah meluncurkan sebanyak 36 kali awan panas guguran, dengan jarak luncur antara 500 sampai 3.000 meter ke arah barat daya, atau ke hulu kali Krasak dan kali Boyong,” ujar Hanik di Yogyakarta.

Hanik menambahkan, awan panas ini tercatat di seismograf dengan amplitudo antara 15 sampai dengan 60 mm dan durasi 83 sampai 197 detik. Sejumah lokasi juga melaporkan terjadinya hujan abu dengan intensitas tipis, seperti di beberapa desa di Kecamatan Tamansari Kabupaten Boyolali, dan Kota Boyolali sendiri di Jawa Tengah, yang berada di sisi utara Merapi.

Meski mengalami penambahan jarak luncuran awan panas, tetapi angkanya masih dalam radius bahaya yang direkomendasikan oleh BPPTKG, yaitu 5 km dari puncak Merapi. Secara khusus, area yang berpotensi bahaya ada pada alur kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng dan Putih.

Hujan abu yang terjadi ini merupakan akibat dari kejadian awan panas guguran. Untuk itu masyarakat diharapkan mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik, seperti menggunakan masker, memakai kacamata dan menutup sumber air,” tambah Hanik.

Your browser doesn’t support HTML5

Guguran Awan Panas Makin Besar, Warga Mengungsi

BPPTKG juga meminta masyarakat waspada terhadap bahaya lahar, karena dengan hujan abu yang masih sering terjadi di area puncak. Kondisi ini harus lebih diperhatikan saat terjadi hujan di puncak Gunung Merapi. [ns/ab]