Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan Gunung Merapi di Yogyakarta sudah memasuki fase erupsi pada 2021.
Fase awal erupsi itu, kata Hanik, ditandai dengan munculnya tumpukan material di puncak Gunung Merapi. Pada malam hari, tumpukan material itu terlihat jelas berwarna merah menyala di puncak. Itu adalah lava pijar atau titik api diam, sebagai tanda perjalanan magma dari perut bumi selama beberapa bulan terakhir telah mencapai puncak.
Indikasi awal dari api diam itu, menurutnya, pertama kali terlihat pada malam pergantian tahun, 31 Desember pada pukul 21.00 WIB. Titik api diam itu terlihat dari Pos Kaliurang dan thermal cam.
“Dari satelit menginformasikan adanya gundukan yang diduga itu adalah material baru. Ada juga pegangkatan di kawah yang mengakibatkan sebagian material longsor ke Selatan-Barat Daya,” ujar Hanik.
Apa yang terlihat saat ini adalah kelanjutan proses panjang bertahun lamanya.
Hanik menjelaskan, pasca erupsi besar 2010, dapur magma Merapi kembali menjalani proses pengisian pada 2012-2014. Setelah penuh, magma mulai mengalir menuju ke puncak. Karena desakan dari bawah, Merapi mengalami beberapa letusan kecil sejak akhir 2018 dan sepanjang 2019.
Tahap ini dinilai selesai pada 21 Juni 2020, di mana setelah itu Merapi mengalami peningkatan aktivitas kegempaan dan penggembungan puncak atau deformasi.Hanik mencatat, pada 20 Oktober 2020 Merapi mulai mengalami perubahan signifikan. Seluruh proses itu menciptakan fenomena pijaran atau api diam pada 31 Desember 2020 lalu.
BPPTKG menyatakan pada Selasa (5/1) pukul 18.00 – 24.00, Merapi mengalami 23 kali gempa, sedangkan guguran teramati empat kali dan teramati baik secara visual mapun suaranya. Sedangkan pada Rabu (6/1) tengah malam hingga pagi hari, ada 24 gempa dan dua kali guguran lava pijar.
Kepala Seksi Gunung Merapi, BPPTKG, Agus Budi Santoso meminta masyarakat untuk tetap siaga.
“Saat ini Merapi sudah erupsi, namun demikian kalau yang dulu keluar api diam, kuba lava itu malah justru kendor potensi bahayanya. Cuma ini karena data-data hasil pengamatan masih tinggi, sehingga kesimpulannya bahwa masyarakat diminta tetap siaga,” kata Agus Budi.
BPPTKG sendiri belum akan mengubah status Merapi ke tingkat paling atas, yaitu Awas. Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah berstatus level III atau Siaga Status sejak 5 November 2020.
Status sebuah gunung api ditentukan bukan menurut kondisinya, tetapi disesuaikan dengan ancaman bagi masyarakat.
BACA JUGA: Posisi Magma Merapi Semakin Mendekati PuncakPengungsian
Sementara itu, Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB mencatat hingga Senin (4/1) ada 1.115 pengungsi yang tersebar di tujuh pos pengungsian. Di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ada 324 pengungsi terkonsentrasi di 1 titik. Sedangkan di Jawa Tengah, pengungsi tersebar di Kabupaten Klaten 297 jiwa, Kabupaten Magelang 279 jiwa dan dan Kabupaten Boyolali 215 jiwa.
“BNPB terus memonitor penanganan darurat di keempat kabupaten yang berada di DIY dan Provinsi Jawa Tengah ini,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Dr. Raditya Jati.
Your browser doesn’t support HTML5
Selain itu, Raditya mengatakan BNPB juga membantu Pemkab terdampak dengan bantuan logistik, seperti masker, lampu portabel, penyanitasi tangan (hand-sanitizer), alat pemeriksaan tes rapid antigen, dan dana siap pakai.
Pemerintah telah mengidentifikasi wilayah-wilayah berbahaya di dua provinsi dan meminta daerah bersiap. Pengungsian juga telah dilakukan bagi kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan orang tua. Dalam kondisi pandemi, pos pengungsian di desain untuk memenuhi protokol kesehatan. [ns/ft]