Pelayat berkumpul di gereja Katolik pada Rabu (1/6) untuk mengucapkan selamat tinggal kepada guru Sekolah Dasar Robb, Irma Garcia – yang tewas dalam penembakan massal di sekolah dasar tersebut 24 Mei lalu – dan sang suami, Joe, yang meninggal dunia dua hari kemudian akibat serangan jantung.
Sebanyak 19 murid dan dua guru – Garcia dan rekan gurunya, Eva Mireles, 44 tahun – tewas setelah seorang pemuda bersenjata berusia 18 tahun menerobos masuk ke dalam kelas mereka. Rangkaian doa dan pemakaman para korban telah dimulai sejak Senin (30/5) dan akan berlanjut hingga pertengahan Juni.
Beberapa pelayat menangis sepanjang kebaktian di mana Uskup Agung Gustavo García-Siller mengucapkan terima kasih atas dedikasi Irma Garcia. Ia menyebutkan nama-nama murid yang tewas beberapa kali di sepanjang sesi itu.
BACA JUGA: Biden dan Ardern Bahas Upaya Pengendalian Kepemilikan Senpi“Karena kau ada di sana bersama mereka,” ungkapnya. “Kau melakukan apa yang akan kamu lakukan dengan anak-anakmu sendiri. Kau merawat mereka sampai hembusan napas terakhirmu.”
Irma, 48 tahun, hampir menyelesaikan tahun ke-23-nya mengabdi sebagai guru di SD Robb. Dalam sebuah surat yang ia unggah ke laman web sekolah pada awal tahun ajaran, Garcia mengatakan kepada murid-muridnya bahwa ia dan Joe memiliki empat orang anak – seorang marinir, seorang mahasiswa, seorang pelajar SMA dan seorang pelajar kelas tujuh.
Sementara itu, Joe, 50, pingsan dan meninggal dunia setelah meletakkan karangan bunga di situs memorial istrinya.
Menteri Pendidikan AS Miguel Cardona, yang menghadiri pemakaman pasangan itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika “harus bersatu sebagai negara melawan siklus kekerasan yang tidak masuk akal ini, bertindak segera untuk melindungi anak-anak kita, dan memastikan bahwa setiap anak dan setiap pendidik merasa aman di sekolah kita.”
Pemakaman lainnya yang dilangsungkan pada Rabu (1/6) adalah pemakaman seorang siswa bernama Jose Flores Jr. yang berusia 10 tahun. Beberapa jam sebelum penembakan terjadi, ia baru saja menerima penghargaan sebagai siswa teladan. Kepada CNN, ayahnya mengatakan bahwa sang putra mencintai olahraga baseball dan video gim, serta “selalu penuh energi.”
Para penyelidik terus mencari jawaban mengenai cara polisi menangani kasus penembakan massal itu. Departemen Kehakiman AS juga tengah meninjau tindakan penegak hukum di sana.
Kepala polisi distrik sekolah, Pete Arredondo, disalahkan atas keterlambatan luar biasa dalam upaya melumpuhkan pelaku, ketika para orang tua di luar gedung sekolah sudah memohon polisi untuk segera masuk, sementara anak-anak menghubungi polisi dari dalam sekolah itu. Pekan lalu, direktur kepolisian negara bagian Texas mengatakan bahwa Arredondo membuat “keputusan salah” karena tidak langsung menerobos ruang kelas, karena meyakini bahwa pelaku yang bersenjata membarikade diri dari dalam dan bahwa anak-anak tidak dalam bahaya.
Pada Rabu (1/6), Arredondo mengatakan kepada CNN bahwa ia berbicara secara rutin dengan para penyelidik dari Departemen Keamanan Masyarakat Texas, bertolak belakang dengan klaim penegak hukum negara bagian bahwa ia berhenti bekerja sama.
Pihak berwenang menyatakan bahwa pelaku, Salvador Ramos, secara sah membeli dua senjata api tidak lama sebelum melakukan penembakan massal di sekolah tersebut. Ia membeli senapan AR-15 pada 17 Mei 2022 dan senapan kedua pada 20 Mei 2022. Pelaku baru saja berulang tahun yang ke-18, sehingga memungkinkannya untuk membeli kedua senjata tersebut sesuai aturan federal. Ramos tewas ditembak aparat. [rd/pp]