Para hakim PBB menyatakan seorang tersangka pelaku genosida Rwanda yang lanjut usia tidak layak untuk diadili karena menderita demensia. Namun, mereka juga mengatakan akan menetapkan prosedur untuk terus memeriksa bukti tanpa kemungkinan menghukumnya.
Keputusan mayoritas yang dikeluarkan Rabu (7/6) oleh para hakim di Mekanisme Residual Internasional untuk Pengadilan Pidana (IRMCT) dapat diartikan tidak ada putusan bersalah yang dapat dicapai dalam persidangan Felicien Kabuga, salah satu buronan terakhir yang didakwa atas peristiwa genosida tahun 1994.
Sejumlah pakar medis yang telah memantau kesehatannya dengan cermat di unit penahanan PBB di Den Haag mengatakan bahwa “demensia membuat Kabuga kehilangan kemampuan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara berarti dalam persidangan” dan menambahkan bahwa “kemampuan itu tidak dapat dipulihkan karena kondisinya ditandai dengan penurunan yang progresif dan tidak dapat diubah.”
Pria berusia 88 tahun itu dituduh mendorong dan mendanai genosida di Rwanda pada tahun 1994. Pengadilannya dimulai tahun lalu, hampir tiga dekade setelah pembantaian 100 hari yang menewaskan 800.000 orang.
Dalam keputusan tertulis, para hakim di IRMCT mengatakan bahwa karena Kabuga “sangat tidak mungkin untuk pulih”, maka akan dibuat “prosedur pemeriksaan alternatif yang semirip mungkin dengan persidangan, tetapi tanpa kemungkinan menghasilkan keputusan untuk terdakwa.”
Kabuga didakwa melakukan genosida, menghasut untuk melakukan genosida, konspirasi untuk melakukan genosida serta penganiayaan, pemusnahan dan pembunuhan. Ia mengaku tidak bersalah. Jika terbukti bersalah, ia akan menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Setelah bertahun-tahun menjadi buronan pengadilan internasional, Kabuga ditangkap di dekat Paris pada Mei 2020. Ia dipindahkan ke Den Haag untuk diadili di IRMCT, pengadilan yang menangani kasus-kasus yang tersisa dari pengadilan PBB untuk kasus perang Rwanda dan perang Balkan yang kini sudah ditutup. [ab/uh]