Harga sewa properti ritel di Hong Kong naik lebih pesat dari New York, London dan Paris, membuat pengusaha hengkang atau mencari tempat lebih murah.
Distrik perbelanjaan utama di Hong Kong sekarang ini merebut title zona ritel termahal di dunia dari 5th Avenue di New York, karena nilai sewa naik 35 persen per tahun, mendorong waralaba seperti H&M untuk mencari daerah yang lebih murah di pinggiran kota.
Toko pertama waralaba mode dari Swedia Hennes&Mauritz (H&M) di Asia adalah toko utama seluas 2.800 meter persegi di Central di jantung kota Hong Kong. Namun karena nilai perpanjangan sewa dan sewanya sendiri naik dua kali lipat, pengecer pakaian terbesar kedua di dunia itu akan menutup lokasi yang sekarang tahun depan dan mencari tempat lain.
Harga sewa toko memang mahal di Hong Kong, sama seperti di Manhattan, di mana para pengembang membangun gedung bertingkat di setiap lahan kosong. Harga sewa ritel di lokasi perbelanjaan premium naik lebih pesat daripada di New York, London atau Paris.
Nilai sewa tahunan rata-rata di Queen's Road Central, tempat toko utama H&M yang tak lama lagi akan ditutup, sekarang berkisar US$1.831 per kaki persegi pada bulan Maret, atau naik 35 persen dalam setahun, menurut data dari agen real estate Colliers International. Di 5th Avenue, New York, rata-rata sewa naik 23 persen menjadi $2.633 per kaki persegi.
Colliers memperkirakan bahwa nilai sewa ritel di Hong Kong akan lebih mahal dari New York pada 2014.
“Harga sewa di Hong Kong akan naik setinggi langit,” ujar Sally MacDonald, direktur eksekutif pembuat tas tangan dan aksesoris dari Australia, Oroton, yang sedang mencari tempat untuk membuka toko di Hong Kong namun belum kunjung menemukan tempat yang tepat dengan harga pas.
“Ini menjadi isu karena ada pasar yang tumbuh dan jatuh dan harga sewa barangkali tidak akan bertahan,” ujarnya.
Beberapa perusahaan masih mau membayar untuk lokasi prima di Hong Kong, yang sejak lama dipercaya merupakan gerbang ke daratan Tiongkok, tempat untuk mempelajari perilaku konsumen masyarakat Tiongkok sebelum menghadapi tantangan-tantangan birokrasi di Beijing.
Zara, yang dimiliki oleh perusahaan Inditex SA dari Spanyol, akan mengambil alih toko H&M yang luas, sebuah kasus yang tidak biasa dimana competitor menggantikan rival langsung. Zara akan membayar sewa bulanan HK$11 juta ($1.4 juta), naik dari HK$5.5 million, menurut Helen Mak, direktur layanan ritel Colliers, yang memberikan jasa konsultan kepada perusahaan-perusahaan dalam menyewa toko.
Zara sendiri tidak member tanggapan saat dimintai komentar.
Juru bicara H&M Hacan Andersson membenarkan bahwa pengecer Swedia tersebut tidak dapat mencapai persetujuan dengan pemilik toko sehingga toko tersebut akan ditutup tahun depan.
“Tidak ada drama dalam masalah ini. Kami membuka dan menutup toko secara regular untuk selalu mendapatkan lokasi usaha terbaik,” jawab Andersson dalam surat elektronik pada kantor berita Reuters.
Sekarang ini, beberapa waralaba global melewati Hong Kong dan langsung pergi ke Tiongkok atau negara-negara Asia Tenggara.
“Dulu, bahkan dua tahun yang lalu, Anda perlu membuka toko di Hong Kong untuk bisa sukses di Shanghai,” ujar MacDonald dari Oroton dalam wawancara telepon. “Saya kira sekarang ini Anda dapat langsung membuka toko di Shanghai tanpa ada toko di Hong Kong dan tetap mendapat reputasi baik.”
Debenhams Plc, waralaba pasaraya dari Inggris, memiliki dua toko di Malaysia bersama mitra lokal dan berencana memasuki Singapura akhir tahun ini. Sumber-sumber industry mengatakan bahwa Debenhams telah berburu lokasi yang tepat di Hong Kong selama bertahun-tahun namun tidak berhasil. Perusahaan tersebut menolak untuk berkomentar.
“Bukan hal yang penting lagi untuk menjadikan Hong Kong sebagai batu loncatan,” ujar Simeon Piasecki, mantan direktur pelaksana Marks & Spencer di Asia. “Hong Kong bukan tempat yang mudah dimasuki.”
Toko Kagetan
Para pengusaha ritel telah menemukan cara untuk beradaptasi dengan harga sewa yang tinggi, yaitu dengan mendirikan toko “pop-up” atau toko kagetan yang hanya buka selama beberapa bulan untuk menguji permintaan pasar.
Topshop, waralaba pakaian trendi dari Inggris, membuka satu toko kagetan di Mei di Shenzhen, yang berbatasan dengan Hong Kong. Toko tersebut akan tutup pada Agustus. Oroton melakukan hal serupa di Hong Kong antara September 2010 dan Februari 2011, untuk memanfaatkan musim belanja pada masa Natal dan Tahun Baru Cina.
Perburuan tempat menguntungkan para pemilik property seperti Wharf Holdings, Swire Properties, Hongkong Land dan Sun Hung Kai Properties, yang dapat menaikkan harga sewa bahkan di mal-mal pinggiran kota.
Pemilik property dapat mendikte peraturan penyewaan di Hong Kong, dan para pengusaha ritel seringkali harus menghabiskan waktu dua tahun untuk mencari lokasi, itupun jika mereka mendapatkannya.
“Awalnya mereka [pengusaha ritel] memiliki rencana hebat, kemudian setelah beberapa bulan membuat rencana dan bertemu dengan pemilik properti, mereka sadar bahwa tidak mudah mencari tempat ritel di Hong Kong,” ujar Joe Lin, direktur senior untuk layanan ritel pada agen property CBRE.
Wee Liat Lee, kepala riset properti di BNP Paribas Securities di Hong Kong, memperkirakan sewa ritel untuk lokasi perbelanjaan utama di Hong Kong naik 13 persen tahun ini dan 10 tahun pada tahun berikutnya.
“Harga sewa di daerah utama akan terus naik dan menjadi yang termahal di dunia,” ujar Lee. Ia menambahkan bahwa pertumbuhan mungkin menurun dalam tiga sampai lima tahun karena pada pengusaha ritel memilih mal-mal di pinggiran kota.
Namun seiring dengan pertumbuhan penjualan yang melambat, para analis yang skeptic mengatakan bahwa nilai properti ritel terlihat tak akan bertahan untuk terus naik. Ruang toko dibanjiri spekulan sejak Hong Kong memperkenalkan pajak khusus untuk pembelian rumah pada November 2010.
Harga pembelian rata-rata dari properti ritel di pulau Hong Kong naik 36 persen pada 2011, menurut data pemerintah, jauh melebihi 4,6 persen kenaikan sewa.
“Cepat atau lambat, pemilik toko akan harus menyewakan toko mereka pada pedagang kokain,” ujar John Au-yeung, makelar property yang mengelola perusahaan Fidelity Realty.
“Saya sudah beritahu para klien saya untuk tidak membeli properti ritel. Harga sewa yang berani dibayar oleh pengusaha ritel berkaitan langsung dengan pendapatan mereka.” (Reuters/Alex Frew McMillan and CharmianKok)
Toko pertama waralaba mode dari Swedia Hennes&Mauritz (H&M) di Asia adalah toko utama seluas 2.800 meter persegi di Central di jantung kota Hong Kong. Namun karena nilai perpanjangan sewa dan sewanya sendiri naik dua kali lipat, pengecer pakaian terbesar kedua di dunia itu akan menutup lokasi yang sekarang tahun depan dan mencari tempat lain.
Harga sewa toko memang mahal di Hong Kong, sama seperti di Manhattan, di mana para pengembang membangun gedung bertingkat di setiap lahan kosong. Harga sewa ritel di lokasi perbelanjaan premium naik lebih pesat daripada di New York, London atau Paris.
Nilai sewa tahunan rata-rata di Queen's Road Central, tempat toko utama H&M yang tak lama lagi akan ditutup, sekarang berkisar US$1.831 per kaki persegi pada bulan Maret, atau naik 35 persen dalam setahun, menurut data dari agen real estate Colliers International. Di 5th Avenue, New York, rata-rata sewa naik 23 persen menjadi $2.633 per kaki persegi.
Colliers memperkirakan bahwa nilai sewa ritel di Hong Kong akan lebih mahal dari New York pada 2014.
“Harga sewa di Hong Kong akan naik setinggi langit,” ujar Sally MacDonald, direktur eksekutif pembuat tas tangan dan aksesoris dari Australia, Oroton, yang sedang mencari tempat untuk membuka toko di Hong Kong namun belum kunjung menemukan tempat yang tepat dengan harga pas.
“Ini menjadi isu karena ada pasar yang tumbuh dan jatuh dan harga sewa barangkali tidak akan bertahan,” ujarnya.
Beberapa perusahaan masih mau membayar untuk lokasi prima di Hong Kong, yang sejak lama dipercaya merupakan gerbang ke daratan Tiongkok, tempat untuk mempelajari perilaku konsumen masyarakat Tiongkok sebelum menghadapi tantangan-tantangan birokrasi di Beijing.
Zara, yang dimiliki oleh perusahaan Inditex SA dari Spanyol, akan mengambil alih toko H&M yang luas, sebuah kasus yang tidak biasa dimana competitor menggantikan rival langsung. Zara akan membayar sewa bulanan HK$11 juta ($1.4 juta), naik dari HK$5.5 million, menurut Helen Mak, direktur layanan ritel Colliers, yang memberikan jasa konsultan kepada perusahaan-perusahaan dalam menyewa toko.
Juru bicara H&M Hacan Andersson membenarkan bahwa pengecer Swedia tersebut tidak dapat mencapai persetujuan dengan pemilik toko sehingga toko tersebut akan ditutup tahun depan.
“Tidak ada drama dalam masalah ini. Kami membuka dan menutup toko secara regular untuk selalu mendapatkan lokasi usaha terbaik,” jawab Andersson dalam surat elektronik pada kantor berita Reuters.
Sekarang ini, beberapa waralaba global melewati Hong Kong dan langsung pergi ke Tiongkok atau negara-negara Asia Tenggara.
“Dulu, bahkan dua tahun yang lalu, Anda perlu membuka toko di Hong Kong untuk bisa sukses di Shanghai,” ujar MacDonald dari Oroton dalam wawancara telepon. “Saya kira sekarang ini Anda dapat langsung membuka toko di Shanghai tanpa ada toko di Hong Kong dan tetap mendapat reputasi baik.”
Debenhams Plc, waralaba pasaraya dari Inggris, memiliki dua toko di Malaysia bersama mitra lokal dan berencana memasuki Singapura akhir tahun ini. Sumber-sumber industry mengatakan bahwa Debenhams telah berburu lokasi yang tepat di Hong Kong selama bertahun-tahun namun tidak berhasil. Perusahaan tersebut menolak untuk berkomentar.
“Bukan hal yang penting lagi untuk menjadikan Hong Kong sebagai batu loncatan,” ujar Simeon Piasecki, mantan direktur pelaksana Marks & Spencer di Asia. “Hong Kong bukan tempat yang mudah dimasuki.”
Toko Kagetan
Para pengusaha ritel telah menemukan cara untuk beradaptasi dengan harga sewa yang tinggi, yaitu dengan mendirikan toko “pop-up” atau toko kagetan yang hanya buka selama beberapa bulan untuk menguji permintaan pasar.
Topshop, waralaba pakaian trendi dari Inggris, membuka satu toko kagetan di Mei di Shenzhen, yang berbatasan dengan Hong Kong. Toko tersebut akan tutup pada Agustus. Oroton melakukan hal serupa di Hong Kong antara September 2010 dan Februari 2011, untuk memanfaatkan musim belanja pada masa Natal dan Tahun Baru Cina.
Perburuan tempat menguntungkan para pemilik property seperti Wharf Holdings, Swire Properties, Hongkong Land dan Sun Hung Kai Properties, yang dapat menaikkan harga sewa bahkan di mal-mal pinggiran kota.
Pemilik property dapat mendikte peraturan penyewaan di Hong Kong, dan para pengusaha ritel seringkali harus menghabiskan waktu dua tahun untuk mencari lokasi, itupun jika mereka mendapatkannya.
“Awalnya mereka [pengusaha ritel] memiliki rencana hebat, kemudian setelah beberapa bulan membuat rencana dan bertemu dengan pemilik properti, mereka sadar bahwa tidak mudah mencari tempat ritel di Hong Kong,” ujar Joe Lin, direktur senior untuk layanan ritel pada agen property CBRE.
Wee Liat Lee, kepala riset properti di BNP Paribas Securities di Hong Kong, memperkirakan sewa ritel untuk lokasi perbelanjaan utama di Hong Kong naik 13 persen tahun ini dan 10 tahun pada tahun berikutnya.
“Harga sewa di daerah utama akan terus naik dan menjadi yang termahal di dunia,” ujar Lee. Ia menambahkan bahwa pertumbuhan mungkin menurun dalam tiga sampai lima tahun karena pada pengusaha ritel memilih mal-mal di pinggiran kota.
Namun seiring dengan pertumbuhan penjualan yang melambat, para analis yang skeptic mengatakan bahwa nilai properti ritel terlihat tak akan bertahan untuk terus naik. Ruang toko dibanjiri spekulan sejak Hong Kong memperkenalkan pajak khusus untuk pembelian rumah pada November 2010.
Harga pembelian rata-rata dari properti ritel di pulau Hong Kong naik 36 persen pada 2011, menurut data pemerintah, jauh melebihi 4,6 persen kenaikan sewa.
“Cepat atau lambat, pemilik toko akan harus menyewakan toko mereka pada pedagang kokain,” ujar John Au-yeung, makelar property yang mengelola perusahaan Fidelity Realty.
“Saya sudah beritahu para klien saya untuk tidak membeli properti ritel. Harga sewa yang berani dibayar oleh pengusaha ritel berkaitan langsung dengan pendapatan mereka.” (Reuters/Alex Frew McMillan and CharmianKok)