Hari Difabel Internasional, Semangat Berbagi dan Mandiri, Pantang Dikasihani

  • Yudha Satriawan

Demonstrators protest outside of the U.S. Supreme Court in Washington. A draft opinion suggests the Supreme Court could be poised to overturn the landmark 1973 Roe v. Wade case that legalized abortion nationwide, according to a Politico report released Monday.

Para penyandang Disabilitas memperingati Hari Disabilitas Dunia, 3  Desember, dengan beragam cara.

Dengan menggunakan kursi roda, Sugian Noor bersama kelompok difabel mandiri berkumpul di depan Yayasan Penyandang Anak Cacat atau YPAC Solo, Senin sore (3/12).

Puluhan nasi bungkus dan sebuah kotak berisi puluhan bros bahan kain warna-warni dibawa sejumlah penyandang difabel lainnya yang memakai kayu penyangga tubuh atau kruk. Beberapa warga yang berjalan atau bersepeda melintas di depan kantor tersebut menerima suvenir buatan para penyandang disabilitas tersebut.

Puluhan pengemudi becak yang berjajar mangkal di dekat lokasi acara mendapat nasi bungkus. Koordinator aksi Sugian Noor mengatakan dengan melakukan aksi sosial berbagi dengan sesama ini merupakan bentuk upaya melawan stigma atau anggapan bahwa penyandang disabilitas selalu dikasihani.

Your browser doesn’t support HTML5

Hari Difabel Internasional, Semangat Berbagi dan Mandiri, Pantang Dikasihani

“Kita melakukan aksi dengan berbagi nasi bungkus dan suvenir bros cantik buatan teman-teman kami, penyandang difabel. Ini dalam rangka merayakan Hari Penyandang Disabilitas Internasional, 3 Desember. Tahun ini, kita ingin menyampaikan pesan pada masyarakat seperti ini kok, para difabel itu tidak selalu menengadahkan tangan, meminta-minta, difabel pun bisa memberi, berbagi dengan sesama," kata Sugian Noor.

Memang menghapus stigma difabel bahwa mereka selalu dikasihani, meminta-minta, itu tidak mudah. Nggak gampang, perlu banyak proses. Jadi ini yang perlu kita sadari. Untuk bros cantik bentuk bunga dari kain ini kebetulan buatan teman-teman kami yang juga difabel. Itu semau dari bahan limbah kain yang tak terpakai dan dimanfaatkan untuk menambah nilai ekonom,” imbuhnya.

Salah satu penyandang disabilitas pembuat bros kain, Stella mengatakan bersama teman-teman yang juga difabel membuat suvenir tersebut untuk dibagikan pada para warga. Dalam sehari, Stella mengaku bisa membuat bros kain berbentuk bunga sebanyak 15 buah. Menurut Stella, butuh ketelatenan dan kesabaran membuat produk tersebut.

“Sebagai rasa terima kasih kami pada para warga yang peduli, kami memberikan suvenir ini. Jadi ini dibuat para anggotag, Satu hari bisa buat banyak bros cantik kayak ini, lebih dari 10 buah lah,” jelas Stella.

Penyandang difabel (kiri) memberikan souvenir buatannya pada warga yang melintas dalam perayaan Hari Disabilitas Dunia, di Solo, Senin sore, 3 Desember 2018. (Foto: VOA/Yudha)

Seorang warga yang menerima suvenir para penyandang disabilitas tersebut, Erika, mengaku senang bisa mendapat suvenir buatan para difabel. Menurut Erika, suvenir ini adalah bukti kemandirian warga difabel dalam berkarya.

“Iya nih, tadi dikasih, alhamdulillah dapat bros cantik bentuk bunga ini. Ini luar biasa, dengan keterbatasan fisik, mereka berusaha terus bermanfaat bagi sesama. Mereka tidak mau tergantung pada orang lain, nggak mau membebani orang lain. Nggak mau minta-minta ke orang. Dari hal sekecil ini, buatan tangan mereka, kan bisa dijual dan menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari. Semoga mereka bisa survive dan terus maju, karyanya produk buatan mereka bagus-bagus,”jelasnya.

Tak hanya itu, anak-anak difabel di Solo menggelar aneka ragam kegiatan, termasuk pementasan seni dan budaya di sejumlah ruang publik. Aksi serupa juga dilakukan para penyandang disabilitas di berbagai daerah di Jawa Tengah. Mereka melakukan berbagai aksi sosial, seperti donor darah, pembagian makanan untuk pengemis, pengayuh becak, dan penyapu jalanan, hingga pameran produk karya penyandang disabilitas. [ys/ab]