Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka diskusi daring memperingati hari Hepatitis Sedunia tanggal 28 Juli dengan menceritakan bagaimana ia semasa kecil pernah terpapar virus Hepatitis. Budi menegaskan penanganan penyakit hepatitis harus dari dari hulu, preventif atau pencegahan berupa vaksinasi, karena virus ini menyebabkan kanker hati yang berdampak fatal pada kondisi kesehatan.
"Saya adalah penderita hepatitis saat kecil. Seingat saya, waktu itu saya usia masih di bawah sepuluh tahun,Saya waktu itu tidak mengerti hepatitis ini seperti apa. Saya ingat ibu saya merawat dan sempat khawatir ," ungkap Menkes Budi, Rabu (28/7).
Ditambahkannya, pengobatan rutin membuatnya bisa sehat hingga sekarang.
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan virus yang menyerang organ hati hingga mengalami peradangan.
Hepatitis memiliki jenis beragam mulai dari A, B, C, D, E, dan G. Tiap jenisnya memiliki gejala dan cara penularan yang berbeda. Tingkatan penyakit hepatitis dengan tingkatan terparah, yakni B dan C. Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), setiap 30 detik ada satu orang meninggal karena hepatitis, terlebih pada masa pandemi COVID-19. Tak jarang hepatitis sebagai sebagai the silent killer.
Data di Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 18 juta penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis B, sementara 2,5 juta lainnya terinfeksi hepatitis C. Hepatitis B dapat dicegah dengan vaksinasi, sementara belum ada vaksin untuk mencegah hepatitis C.
Pandemi Tunda Pengobatan Hepatitis
Dr. dr. Irsan Hasan dari Perhimpunan Peneiliti Hati Indonesia PPHI mengatakan pandemi COVID-19 ternyata memberikan dampak pada mereka yang mengidap hepatitis. Meski bukan komorbid peringkat atas seperti diabetes autoimun atau hipertensi, ungkap Irsan, hepatitis tetap menjadi perhatian serius.
"Kalau berobat mau datang ke saya, pasien tanya dulu dokter ruang periksa dekat nggak dengan ruang perawatan COVID. Atau pasien tahu dan beralasan tidak mau periksa penyakitnya karena rumah sakitnya satu gedung dengan perawatan pasien COVID. Ada rasa cemas takut tertular. Terbukti bahwa 6-7 dari 10 pasien hepatitis B atau C menunda kunjungan rawatnya. Tahun 2020 pasien memilih menunggu pandemi selesai, baru berobat. Penundaan ini membuat pengobatan pasien terganggu,” jelas Irsan.
Your browser doesn’t support HTML5
Ibu hamil, bayi dan tenaga kesehatan tidak saja rentan tertular COVID-19, tetapi juga virus Hepatitis.
Pada tahun 2020 Kementerian Kesehatan melansir data yang menunjukkan ada 470 kabupaten/kota telah berupaya mendeteksi dini hepatitis B pada 2,6 juta jiwa lebih ibu hamil. Hasilnya 1,68 persen atau 45 ribu ibu hamil diketahui terinfeksi hepatitis B dan total 32.387 bayi lahir dari ibu hepatitis B.
BACA JUGA: Hampir 800 Ribu Anak Indonesia Belum Diimunisasi DPTVaksinasi Efektif Cegah Hepatitis B
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat hadir secara virtual mengatakan vaksinasi efektif mencegah penyebaran virus hepatitis B.
"Vaksinasi hepatitis pada kelompok rentan untuk memberi perlindungan dari terinfeksi virus hepatitis. Makanya sangat penting melakukan vaksinasi hepatitis pada anak dan orang dewasa, termasuk tenaga kesehatan,” jelas Nadia.
Irsan Hasan dari Perhimpunan Peneiliti Hati Indonesia PPHI kembali mengingatkan pentingnya mencegah penyebaran virus hepatitis di tengah masa pandemi COVID.
“Kita berharap meski masih pandemi yang perlu berobat tetap berobat. Nah makanya relevan sekali dengan slogan hepatitis tahun ini, ‘Hep Can’t Wait’. Kita tidak bisa menunggu. Kita harus aktif agar masyarakat mendapatkan skrining dan diobati,” pungkas Irsan. [ys/em]