Eksperimen itu berlangsung selama enam bulan dan berakhir Desember 2022. Hampir 3.000 pekerja di 61 perusahaan di Inggris diminta memberlakukan kerja empat hari per minggu.
Perusahaan-perusahaan itu memberlakukan model 100-80-100: Para pekerja menerima 100 persen gaji mereka untuk 80 persen waktu yang mereka dedikasikan sebelumnya namun harus mempertahankan produktivitas mereka seperti sebelumnya (yang digambarkan sebagai 100 persen).
Inisiatif ini dipimpin oleh organisasi nirlaba 4 Day Week Global yang berkolaborasi dengan organisasi riset Anatomy dan para peneliti dari Cambridge University dan Boston College.
Pada akhir percobaan, karyawan melaporkan berbagai manfaat terkait dengan tidur, tingkat stres, kehidupan pribadi, dan kesehatan mental mereka.
Hasilnya, tingkat kinerja secara umum meningkat sementara kelelahan dan stres menurun. Pendapatan perusahaan selama uji coba enam bulan itu rata-rata naik 35 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah pekerja yang mengundurkan diri juga menurun.
"Akhir pekan yang hanya dua hari bisa sangat menyibukkan. Jadi cukup menyenangkan bila mendapat satu hari tambahan. Dua hari bisa digunakan bersama teman dan keluarga, satu hari lagi untuk kita sendiri. Ini benar-benar membuat perbedaan besar bagi kesehatan mental saya,” jelas Tessa Gibson, karyawan Royal Society of Biology, salah satu perusahaan yang terlibat dalam eksperimen itu.
Tessa mungkin benar. Selama percobaan itu, semakin jarang pegawai yang mengambil cuti sakit. Para pekerja juga terlihat lebih segar dan bersemangat pada hari kerja.
Dari 61 perusahaan yang ikut serta dalam uji coba, 56 perusahaan menyatakan mereka akan terus menerapkan empat hari kerja seminggu setelah uji coba itu berakhir, dengan 18 di antaranya mengatakan perubahan itu bersifat permanen.
Dua perusahaan memperpanjang uji coba itu. Hanya tiga perusahaan yang menyatakan tidak berencana untuk menerapkan waktu kerja yang lebih singkat itu.
Your browser doesn’t support HTML5
"Saya pikir empat hari seminggu terdengar bagus pada prinsipnya, tetapi dalam praktiknya, berapa banyak perusahaan yang akan dapat benar-benar mendukung kesejahteraan karyawan jika mereka beralih dari lima hari seminggu yang normal dan kemudian menjejalkannya menjadi empat hari?," kata Jay Richards, salah satu pendiri, Imagen Insights, termasuk yang ragu mengurangi jumlah hari kerja.
"Kami melakukan lima hari kerja seminggu, kami bekerja dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore. Jadi kami mempersingkat hari. Itu berarti karyawan dapat memiliki keharmonisan antara kehidupan dan pekerjaan, tetapi mereka tidak memperpendek minggu mereka," imbuhnya.
Hasil eksperimen di Inggris ini kemungkinan akan memicu kembali perdebatan soal minggu kerja yang lebih pendek untuk mengatasi kelelahan karyawan dan fenomena "Great Resignation" atau pengunduran diri besar-besaran yang diperburuk oleh pandemi virus corona. Apalagi saat ini ada gerakan global untuk menyingkirkan pola kerja kantor 9-5 dan mengadopsi praktik kerja yang lebih fleksibel. [ab/lt]