Tanggal 10 Agustus adalah Hari Singa Sedunia. Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam, singa menghadapi penurunan populasi yang sangat mengkhawatirkan. Di Afrika, populasi singa merosot 50 persen dalam 20 tahun terakhir.
Populasi singa di taman-taman nasional Kenya terus berkurang. Penurunan ini dikaitkan dengan beragam faktor, tetapi yang terutama adalah perubahan iklim dan konflik antara manusia dan satwa liar.
Sementara populasi manusia meningkat, pembangunan permukiman di padang-padang rumput tempat di mana singa biasa berkeliaran telah menyingkirkan hewan-hewan yang biasanya dimangsa oleh bangsa kucing besar itu.
Shadrack Ngene, kepala pengelolaan konservasi spesies di Kenya Wildlife Service, menjelaskan, "Jika spesies mangsa tidak ditemukan, singa-singa itu akan mencari alternatif, kebanyakan adalah hewan ternak dan inilah yang menyebabkan konflik antara manusia dan satwa liar.”
Tetapi sekarang ini, singa-singa Kenya harus menghadapi masalah baru, yakni perubahan iklim.
Ngene mengatakan, kekeringan mengancam singa dan mangsa mereka, membuat air minum dan makanan semakin berkurang bagi bangsa kucing besar itu.
Ia menjelaskan, "Kurangnya air atau kekeringan dapat menyebabkan kematian besar-besaran spesies mangsa singa, yang membuat singa-singa tidak memiliki makanan dan kemudian mereka akan mati. Sementara itu, jika kita mengalami hujan dalam curah berlebihan, kita akan menghadapi emigrasi spesies hewan mangsa, dan ini akan membuat singa kekurangan makanan dan dalam proses itu singa-singa tersebut bisa mati.”
Patricia Heather-Hayes, aktivis konservasi dan peneliti singa di Sahabat Taman Nasional Nairobi (Friends of Nairobi National Park), telah melihat langsung dampak perubahan iklim terhadap singa.
Ia mengatakan pada tahun 2018, Taman Nasional Nairobi kehilangan 14 anak singa. Kematian hewan-hewan muda tersebut mungkin terkait dengan banjir parah yang terjadi tahun itu.
"Taman nasional ini terdampak cukup parah, dan kami kehilangan 14 anak singa yang semuanya masih sangat muda. Dan singa-singa ini perlahan tapi pasti semuanya mati dan lenyap. Saya pikir, pneumonia mungkin adalah penyebab utamanya, penyebab lainnya adalah hyena, dan singa-singa itu mati secara alami. Tetapi saya pikir, kehilangan begitu banyak dalam satu tahun mungkin ada kaitan yang sangat besar dengan iklim,” jelas Patricia Heather-Hayes.
Your browser doesn’t support HTML5
Heather-Hayes mengatakan, konflik antara manusia dan satwa liar juga merupakan masalah. Ia menyarankan pendirian pagar di bagian taman di mana konflik itu terjadi.
Ini menyusul kabar mengenai seekor singa jantan muda yang didapati terperangkap di sebuah bangunan hunian. Menurut para saksi mata, hewan ini tampaknya tersesat sewaktu berjalan kembali menuju taman nasional.
Heather-Hayes mengemukakan, "Kawasan dengan konflik manusia-satwa liar terbanyak merupakan daerah yang padat penduduknya, daerah yang dibangun di tempat yang dahulunya terbuka. Satu-satunya solusi yang saya dapat lihat untuk itu adalah, singa dan kerbau dipagari di satu daerah itu.”
Menurut Daftar Merah IUCN yang memuat spesies-spesies yang terancam keberadaannya, Singa Afrika (Panthera leo), diklasifikasikan sebagai rentan atau rawan, yang berarti menghadapi risiko tinggi kepunahan di alam liar. [uh/ab]