Harris dan Trump Berduel soal Inflasi dan Pajak

  • Patsy Widakuswara

Wakil Presiden AS Kamala Harris (kiri) dan mantan Presiden Donald Trump (foto: dok).

Wakil Presiden AS Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump pekan lalu memaparkan visi ekonomi mereka untuk Amerika. Mereka berjanji untuk mengendalikan inflasi dan memangkas pajak federal atas tip pekerja.

Meskipun kedua ide tersebut populer di kalangan pemilih menjelang pemilihan presiden pada bulan November, para ahli mengatakan bahwa ide-ide tersebut tidak mudah untuk diterapkan.

Jika ada satu isu yang menyatukan para pemilih Amerika, baik Demokrat maupun Republik, maka isu itu adalah seperti yang disampaikan oleh seorang pemilih dari Virginia bernama James Russell.

“Saya hanya melihat harga terus naik sebesar 25 sen, dan 50 sen. Dan tidak ada yang benar-benar mudah lagi bagi kantong kita.”

Menjelang pemilihan November mendatang, kedua pesaing, Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump, berfokus pada inflasi.

“Ketika saya terpilih sebagai presiden, saya akan menjadikannya prioritas utama untuk menurunkan biaya dan meningkatkan keamanan ekonomi bagi semua warga Amerika,” ujar Harris.

BACA JUGA: Harris 'Pede' Amerika Siap Sambut Presiden Perempuan Kulit Hitam Pertama

Demikian janji yang disampaikan oleh calon Partai Demokrat Kamala Harris, sementara calon Partai Republik Donald Trump mengatakan, “Apakah ada orang di sini yang merasa lebih kaya di bawah pemerintahan Kamala Harris dan Crooked Joe daripada selama pemerintahan Trump? Apakah ada yang lebih murah di bawah pemerintahan Kamala Harris dan Crooked Joe?”

Donald Trump sering menggunakan istilah crooked atau “tidak jujur” bagi lawan politiknya itu.

Menyerukan larangan federal terhadap upaya menaikkan harga secara berlebihan oleh perusahaan, Harris secara khusus mengecam industri pengolahan daging.

Sementara Trump mengatakan ia akan melawan kenaikan harga dengan meningkatkan produksi minyak dan gas.

Namun, para analis merasa pesimistis mengenai keberhasilan upaya tersebut, seperti disampaikan oleh Andrew Lautz, Direktur Kebijakan Ekonomi di Bipartisan Policy Center di Washington, DC.

“Sangat tidak mungkin bahwa satu kebijakan tunggal yang diperkenalkan oleh seorang presiden dapat memiliki dampak yang cukup signifikan untuk menurunkan inflasi dari levelnya saat ini ke target jangka panjang Federal Reserve, yaitu 2%.”

BACA JUGA: Trump akan Adakan Konferensi Pers Lagi, Harris Banggakan Turunkan Harga Obat-obatan

Bulan lalu, inflasi tahunan AS turun di bawah 3 persen untuk pertama kalinya sejak Maret 2021, meskipun warga Amerika masih merasakan kesulitan akibat kenaikan harga barang-barang konsumen. Angka penjualan eceran menunjukkan kenaikan, dan sebagian besar ekonom tidak lagi memperingatkan tentang potensi terjadinya resesi.

Namun, kesehatan ekonomi secara keseluruhan tetap menjadi perhatian utama bagi para pemilih, dan menjadi titik serangan di arena kampanye.

“Kita tidak akan membiarkan orang gila sosialis yang tidak kompeten ini terus menghancurkan ekonomi kita selama empat tahun lagi. Dia akan menghancurkan negara kita.”

“Bandingkan rencana saya dengan apa yang ingin dilakukan oleh Donald Trump. Ia berencana untuk memberikan potongan pajak besar-besaran kepada para miliarder dari tahun ke tahun, dan ia berencana untuk memotong pajak perusahaan lebih dari satu triliun dolar.”

Kedua kandidat juga berjanji untuk memangkas pajak federal atas tip yang diterima oleh pekerja di industri jasa dan perhotelan.

BACA JUGA: Pengaruh Suara Pemilih Muda dalam Pilpres Amerika

Para pengkritik mengatakan bahwa usulan tersebut tidak akan membantu pelayan makanan cepat saji atau pekerja berpenghasilan rendah lainnya yang tidak mendapatkan tip, dan bahwa hal itu mahal dan rentan terhadap penyalahgunaan.

Steven Rosenthal, peneliti senior di Tax Policy Center, adalah salah seorang yang melontarkan kritik demikian. Dia berbicara dengan VOA melalui tautan Zoom.

“Bagaimana kita bisa yakin bahwa hal itu ditujukan kepada para pekerja yang memang layak, dan tidak membuka pintu bagi banyak orang lain yang mungkin memperlakukan bonus dan biaya kinerja mereka seperti tip yang tidak dikenai pajak bagi diri mereka sendiri?”

Trump sebelumnya mengungguli Presiden Joe Biden dalam jajak pendapat pemilih terkait isu ekonomi.

Sekarang setidaknya satu jajak pendapat menunjukkan bahwa pemilih mempercayai kedua kandidat hampir sama, dengan 42% mendukung Harris dan 41% mendukung Trump. [lt/ab]