Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan audit dan evaluasi terhadap 22 stadion sepak bola.
Presiden Joko Widodo mengatakan 22 stadion sepak bola yang ada di Indonesia memiliki risiko tinggi untuk digunakan sebagai tempat penyelenggaraan Liga Satu, Liga Dua, dan bahkan Piala Dunia U-20 yang akan berlangsung tahun ini.
Penilaian tersebut, katanya, berdasarkan hasil audit dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PUPR sesuai dengan perintahnya pasca tragedi Stadion Kanjuruhan beberapa waktu lalu.
Jokowi memaparkan, lima stadion dinilai rusak berat, 13 stadion dianggap rusak sedang, dan empat stadion tergolong rusak ringan. Dari lima stadion yang rusak berat, salah satunya perlu dibongkar.
“Tiga belas stadion yang rusak sedang perlu direnovasi dan empat stadion yang rusak ringan perlu direnovasi ringan,” ungkap Jokowi.
Presiden juga menuturkan bahwa Stadion Kanjuruhan saat ini masih dalam tahap perencanaan ulang. “Ini baru dalam proses redesign untuk rehabilitasi totalnya,” katanya.
Pembangunan Stadion Sepak Bola Penuh Korupsi dan Butuh Swastanisasi
Pengamat Sepak Bola Akmal Marhali mengatakan seluruh stadion sepak bola yang ada di tanah air tidak memenuhi standar internasional yang ditetapkan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
“Selama ini, pembangunan stadion kita hanya sekedar membangun. Pemerintah daerahnya pun (menganggapnya) hanya sekedar proyek. Kadang-kadang proyeknya tidak sesuai dengan standar. Banyak yang dikurangi, dananya dikorupsi. Sebagai contoh misalnya Stadion Bandung Lautan Api. Kalau kita berdiri di sana, stadionnya kadang terasa bergoyang ,” ungkap Akmal kepada VOA.
Ia mencontohkan bahkan Stadion Gelora Bung Karno (GBK), di Senayan, Jakarta yang digadang-gadang sebagai salah satu stadion sepak bola terbaik di tanah air menurutnya tidak layak dipakai untuk perhelatan Piala Dunia.
“Jadi wajar kalau kemudian hasil verifikasi dari PUPR banyak yang tidak layak, bahkan GBK saja tidak layak,” tuturnya.
Menurut Akmal yang perlu menjadi perhatian sebetulnya tidak hanya perbaikan stadion sepak bola saja, tapi juga perawatannya dalam jangka panjang.
Karena itu, katanya, ia menyarankan pemerintah melakukan swastanisasi perawatan stadion sepak bola. Mengingat anggaran pemerintah daerah terbatas, perawatan stadion-stadion itu, misalnya, bisa diserahkan ke klub-klub sepak bola yang bersedia menyewa dalam jangka panjang untuk latihan.
“Menurut saya lebih baik daripada pemerintah mengeluarkan dana besar untuk renovasi dan rehabilitasi stadion. Swastanisasi saja. Pengelolaan dikasih kepada klub-klub sepak bola. Mereka yang memperbaiki semuanya, diswastanisasi selama misalnya 20 tahun. Kan klub-klub bola kita ini perusahaan,” jelasnya. [gi/ab]