Hasil sementara putaran pertama referendum mengenai rancangan konstitusi Mesir menunjukkan kemenangan tipis bagi pendukung dokumen itu.
KAIRO —
Media Mesir dan kelompok-kelompok politik yang bersaing melaporkan sekitar 56,5 persen pemilih menyetujui rancangan konstitusi baru yang kontroversial di negara itu dalam putaran pertama referendum Sabtu (15/12).
Hasil awal juga menunjukkan sekitar sepertiga dari 26 juta pemilih yang berhak telah memberikan suara mereka.
Namun, menurut para saksi mata pemungutan suara itu dicemari oleh berbagai penyimpangan dan kekerasan. Kelompok-kelompok masyarakat madani mendesak pemerintah agar mengulang pemungutan suara putaran pertama itu karena adanya dugaan kecurangan.
Dalam jumpa pers, pemimpin oposisi Sameh Ashour menuduh bahwa banyak di antara mereka yang diizinkan mengawasi tempat pemilihan suara bukanlah hakim. Sebagian besar hakim Mesir memboikot referendum itu, dan katanya badan tertinggi mereka, Klub Hakim, melihat banyak orang yang bukan hakim mengawasi pemungutan suara itu.
Ashour mengatakan seharusnya cukup banyak bukti bahwa Klub Hakim (yang memboikot referendum itu) memastikan ada 120 orang yang menyamar sebagai hakim dan diizinkan mengawasi tempat-tempat pemungutan dan penghitungan suara.
Baha'eddin Hassan dari Lembaga Hak Asasi Manusia Kairo mengatakan kepada wartawan bahwa berbagai pelanggaran dan kecurangan terjadi dalam pemungutan suara Sabtu.
Meskipun ada tuduhan-tuduhan tersebut, hakim yang memimpin Komisi Tinggi Pemilihan di Mesir, Zaghloul al Balshi, bersikeras bahwa pemilihan itu jujur dan adil.
Ia mengatakan Komisi Tinggi Pemilihan menerima berbagai tuduhan yang menciptakan keributan di kalangan pemilih, namun tuduhan-tuduhan itu tidak benar.
Pendukung partai Ikhwanul Muslimin, Partai Kebebasan dan Keadilan, berpendapat bahwa suara "ya" untuk konstitusi baru itu akan mendorong stabilitas di negara itu dan membantu Mesir bergerak maju dengan transisinya. Para penentang mengatakan konstitusi baru itu akan menciptakan ketidakstabilan.
Para pemimpin oposisi mengklaim rancangan konstitusi itu sengaja dibuat kabur dan bisa mengarah pada teokrasi, di mana ulama Islam mengawasi undang-undang dan mengatur moralitas. Mereka memperingatkan bahwa dokumen itu tidak melindungi hak-hak perempuan dan memungkinkan presiden membungkam Mahkamah Agung.
Sayyid Bedawi, dari Partai Wafd yang beroposisi, memperingatkan bahwa warga sekuler Mesir akan melanjutkan protes damai mereka terhadap dokumen itu.
Putaran final dari referendum dua tahap akan berlangsung Sabtu depan di 17 provinsi lain yang belum mengadakan pemungutan dalam putaran pertama. Sekitar 26 juta orang terdaftar sebagai pemilih untuk putaran kedua -- jumlah yang sama yang berhak memilih dalam putaran pertama yang mencakup 10 provinsi termasuk ibukota Kairo.
Hasil awal juga menunjukkan sekitar sepertiga dari 26 juta pemilih yang berhak telah memberikan suara mereka.
Namun, menurut para saksi mata pemungutan suara itu dicemari oleh berbagai penyimpangan dan kekerasan. Kelompok-kelompok masyarakat madani mendesak pemerintah agar mengulang pemungutan suara putaran pertama itu karena adanya dugaan kecurangan.
Dalam jumpa pers, pemimpin oposisi Sameh Ashour menuduh bahwa banyak di antara mereka yang diizinkan mengawasi tempat pemilihan suara bukanlah hakim. Sebagian besar hakim Mesir memboikot referendum itu, dan katanya badan tertinggi mereka, Klub Hakim, melihat banyak orang yang bukan hakim mengawasi pemungutan suara itu.
Ashour mengatakan seharusnya cukup banyak bukti bahwa Klub Hakim (yang memboikot referendum itu) memastikan ada 120 orang yang menyamar sebagai hakim dan diizinkan mengawasi tempat-tempat pemungutan dan penghitungan suara.
Baha'eddin Hassan dari Lembaga Hak Asasi Manusia Kairo mengatakan kepada wartawan bahwa berbagai pelanggaran dan kecurangan terjadi dalam pemungutan suara Sabtu.
Meskipun ada tuduhan-tuduhan tersebut, hakim yang memimpin Komisi Tinggi Pemilihan di Mesir, Zaghloul al Balshi, bersikeras bahwa pemilihan itu jujur dan adil.
Ia mengatakan Komisi Tinggi Pemilihan menerima berbagai tuduhan yang menciptakan keributan di kalangan pemilih, namun tuduhan-tuduhan itu tidak benar.
Pendukung partai Ikhwanul Muslimin, Partai Kebebasan dan Keadilan, berpendapat bahwa suara "ya" untuk konstitusi baru itu akan mendorong stabilitas di negara itu dan membantu Mesir bergerak maju dengan transisinya. Para penentang mengatakan konstitusi baru itu akan menciptakan ketidakstabilan.
Para pemimpin oposisi mengklaim rancangan konstitusi itu sengaja dibuat kabur dan bisa mengarah pada teokrasi, di mana ulama Islam mengawasi undang-undang dan mengatur moralitas. Mereka memperingatkan bahwa dokumen itu tidak melindungi hak-hak perempuan dan memungkinkan presiden membungkam Mahkamah Agung.
Sayyid Bedawi, dari Partai Wafd yang beroposisi, memperingatkan bahwa warga sekuler Mesir akan melanjutkan protes damai mereka terhadap dokumen itu.
Putaran final dari referendum dua tahap akan berlangsung Sabtu depan di 17 provinsi lain yang belum mengadakan pemungutan dalam putaran pertama. Sekitar 26 juta orang terdaftar sebagai pemilih untuk putaran kedua -- jumlah yang sama yang berhak memilih dalam putaran pertama yang mencakup 10 provinsi termasuk ibukota Kairo.