Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih suara terbanyak, 46,7 persen dalam survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada kurun 18-28 Desember 2023.
Urutan kedua ditempati pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 26,6 persen, disusul pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 16,2 persen. Hasil survei dengan simulasi surat suara pasangan capres-cawapres init, tidak jauh berbeda bila dilakukan simulasi tertutup tiga nama, maupun simulasi top of mind.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengatakan, hasil survei dua pemilu sebelumnya di Jawa Timur menunjukkan angka yang tidak berbeda jauh dari angka nasional. Jawa Timur, kata Djayadi, merupakan barometer politik nasional yang dapat menggambarkan kemenangan secara nasional.
“Prabowo Subianto dan Gibran, itu berada di urutan pertama untuk perolehan suara kalau Pemilu Presiden diadakan pada saat survei dilakukan, yaitu di angka 46,7 persen. Kemudian disusul dengan Ganjar Pranowo-Mahfud 26,6 persen. Dan pasangan Anies-Muhaimin Iskandar di angka 16,2 persen. Yang belum menyatakan pilihannya ada di angka 10,4 persen,” jelas Djayadi Hanan.
Djayadi menegaskan meski lebih besar yang menyatakan mantap dengan pilihannya, masih cukup besar pula pemilih yang kemungkinan akan mengubah pilihannya hingga hari pemilihan.
“Potensi untuk terjadi perpindahan suara masih cukup besar, karena itu diperkirakan selain mungkin akan terjadi dua putaran di Jawa Timur, dinamika suara dukungan untuk masing-masing paslon itu nampaknya masih cukup dinamis. Dan akan kita lihat selama satu setengah bulan ke depan,” imbuhnya.
Peneliti Utama Indokator Politik Indonesia, Hendro Prasetyo mengungkapkan, karakteristik pemilih di Jawa Timur yang terdiri dari berbagai demografi yang beragam, tidak serta merta dapat menjelaskan pilihannya sesuai dengan calon yang ada. Seperti hasil survei partai pemenang pemilu di Jawa Timur yang akan diduduki PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), serta Partai Gerindra, kondisi itu tidak sejalan dengan pilihan Capres-Cawapres yang ada.
“Penjelasan kultural dalam elektoral ini tidak memberikan gambaran yang jelas, ini penjelasan kulturalnya. Jadi, baik NU, mataraman, dan lain sebagainya tidak menjelaskan tren yang ada sekarang,” sebut Hendro Prasetyo.
Menanggapi hasil survei sejumlah lembaga terkait capres-cawapres, warga Surabaya, Tanty Ari Yulianti, mengatakan hasil survei tidak dapat menjadi dasar menentukan siapa pasangan calon yang akan memenangkan pemilu. Tingginya angka yang belum menentukan pilihan, menurut Tanty, akan menjadi penentu siapa yang akan terpilih sebagai pemenang dalam Pilres mendatang.
“Belum bisa kita mengacu bahwa hasil dari beberapa lembaga survei sampai Desember 2023 itu sudah menjadi patokan untuk oh pasangan paslon ini yang nantinya akan jadi pemenang, karena ini masih dinamis, masyarakat juga semakin pintar, semakin aware sama politik. Jadi, setiap saat mungkin itu bisa berubah. Sebelas persen itu lumayan besar ya. Sampai detik-detik terakhir mungkin nantinya pas waktu di bilik suara bisa saja itu berubah,” kata Tanty Ari Yulianti.
Warga lain, Tajul Mafakhir, mengatakan hasil survei yang dilakukan di Jawa Timur memang dapat menjadi gambaran kondisi secara nasional. Namun, ia mengingatkan beberapa hasil survei Pilkada sebelumnya yang tidak selalu sama dengan hasil akhir yang ditetapkan KPU.
“Hasil survei untuk kondisi di Jawa Timur hari ini, tentu tidak bisa menjadi gambaran utuh ketika kita menengok ke belakang. Di beberapa kali kontestasi, baik tingkat pilkada kabupaten kota ataupun provinsi, kita pernah disuguhkan hasil kemenangan seseorang itu tidak ditentukan oleh hasil survei yang saat itu sudah dirilis,” sebutnya. [pr/ka]