Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina telah memenangkan masa jabatannya yang kelima dengan partainya menguasai tiga per empat kursi di parlemen, kata para pejabat pemilu, Senin (8/1), setelah pemilu itu diboikot oleh oposisi karena dianggap "palsu".
Hasina telah memimpin pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di negara yang pernah dilanda kemiskinan parah, namun pemerintahannya dituduh melakukan pelanggaran HAM yang merajalela dan tindakan keras yang kejam terhadap perbedaan pendapat.
“Liga Awami telah memenangkan pemilu,” kata Moniruzzaman Talukder, sekretaris gabungan Komisi Pemilihan Umum, sehari setelah pemungutan suara yang menurut laporan awal hanya menghasilkan sedikit jumlah pemilih, yaitu sekitar 40 persen.
Talukder mengatakan partai Hasina meraih 223 kursi. Namun karena dukungan dari para anggota parlemen lainnya, termasuk dari partai-partai sekutu, kendali sebenarnya atas 300 kursi parlemen menjadi lebih tinggi, kata para analis.
“Ini adalah parlemen satu partai,” kata Ali Riaz dari Universitas Negeri Illinois kepada AFP, sambil menambahkan bahwa “hanya sekutu-sekutu Liga Awami yang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi”.
Tidak ada oposisi yang kredibel
Partai Jatiya, yang meraih 11 kursi, adalah sekutu lama Liga Awami Hasina, begitu juga dengan 61 kandidat independen, kata Mubashar Hasan, ilmuwan politik di Universitas Oslo.
“Pemilu ini telah melegitimasi pemerintahan satu partai di negara ini tanpa adanya oposisi yang kredibel dan efektif di parlemen,” kata Hasan kepada AFP.
“Hampir semua calon independen yang meraih kursi parlemen juga merupakan bagian dari Liga Awami.”
Di antara pemenangnya adalah kapten tim kriket Bangladesh Shakib Al Hasan, yang memenangkan kursi dari partai yang berkuasa.
Para aktivis oposisi melancarkan protes hari Senin di Dhaka, mengenakan sumbat hitam di mulut mereka untuk mengekspresikan kecaman terhadap pemilu tersebut.
Partai Hasina hampir tidak menghadapi saingan yang efektif dalam perolehan kursi yang diperebutkan, namun partai ini tidak mengajukan kandidat di beberapa daerah pemilihan, sebagai upaya untuk menghindari kesan bahwa badan legislatif dicap sebagai lembaga satu partai.
Partai oposisi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), yang jumlah anggotanya berkurang akibat penangkapan massal, menyerukan pemogokan umum dan, bersama dengan puluhan partai lainnya, menolak untuk berpartisipasi dalam apa yang mereka sebut sebagai "pemilihan palsu".
Hasina, 76, menyerukan masyarakat untuk menunjukkan kepercayaan pada proses demokrasi dan mencap BNP sebagai “organisasi teroris” setelah ia memberikan suaranya pada hari Minggu. [ab/uh]