Hemat Kertas, KPU Usulkan E-Rekap dan Salinan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu

Para Narasumber dalam acara " Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Pemilihan Serentak 2020" di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2010. (Foto: VOA/Ghita)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan rekapitulasi dan salinan suara digital dalam penyelenggaraan pesta demokrasi ke depan. Selain bisa menghemat anggaran, cara ini diyakini bisa mengurangi beban petugas pemilu.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan pihaknya akan menerapkan sistem rekapitulasi suara secara elektronik atau e-rekap serta salinan penghitungan suara secara digital dalam pemilu mendatang.

Hal ini dilakukan karena berkaca pada penyelenggaraan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019. Beban petugas penyelenggara pemilu pada saat itu cukup berat, sehingga menyebabkan 894 orang petugas meninggal dunia. Dengan sistem baru ini, ia yakin beban petugas pun akan menjadi lebih ringan.

“Beban kerja yang kemarin berat di pemilu 2019, kita usulkan dan sedang on going process kita kerjakan itu untuk penggunaan rekap elektronik,” ujar Arief saat ditemui di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (22/1).

Ditambahkannya, cara ini juga diyakini dapat menghemat penggunaan kertas, sehingga otomatis anggaran pun bisa lebih efisien dan lebih ramah lingkungan. Arief menjelaskan, KPU tercatat menggunakan 978.471.901 lembar kertas untuk kertas suara dalam Pemilu 2019. Kemudian, untuk sampul 58.889.191 lembar kertas, serta formulir 130.746.467.309 lembar kertas. Jumlah tersebut belum ditambah dengan bilik suara yang terbuat dari kardus dan kebutuhan lainnya.

Selain itu, sistem e-rekap ini disebut Arief diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelaksanaan pemilu yang diselenggarakan oleh KPU.

Arief mengupayakan sistem e-rekap ini bisa diimplementasikan pada pilkada serentak yang akan digelar pada Septembermendatang. Ia juga berharap pada Pilpres 2024 nanti, sistem tersebut bisa digunakan.

“Sebetulnya desain ini untuk 2024, tetapi kami ingin bila memungkinkan pada 2020 kita akan terapkan. Keburu? Makanya kita lihat perkembangannya nanti. Diupayakan bisa digunakan pada 2020. Tapi target kami nanti kan ada revisi UU, kalau bisa ini diterapkan, dimasukkan dalam UU pemilu 2024,” jelasnya.

Terkait untuk persiapannya, KPU bekerja sama dengan tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam membuat sistem ini. KPU di daerah juga akan dikondisikan agar penerapannya kelak di seluruh daerah di Indonesia bisa berjalan dengan baik.

“KPU mengusulkan penggunaan e-rekap ini. Kita sudah lakukan simulasi, kita sudah lakukan pembahasan bersama tim yang mendesain. Ini didesain, disiapkan oleh anak bangsa sendiri, kami bekerja sama dengan tim dari ITB. Kita enggak target itu, nanti kita lihat berdasarkan masukan dari tim ITB. Sekarang yang dikerjakan, selain KPU RI mempersiapkan itu semua, teman-teman di daerah juga dipersiapkan, diminta menyampaikan data koordinat TPS. Itu sudah disampaikan oleh beberapa daerah,” paparnya.

Dalam kesempatan yang sama Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) M Afifuddin menyambut baik rencana penerapan sistem e-rekap tersebut. Namun, ia menegaskan pihak KPU harus membuat peraturan dan desain yang jelas mengenai sistem itu.

Setelah ada kejelasan terkait sistem e-rekap ini, maka Bawaslu akan mendesain pengawasan terhadap sistem berbasis digital tersebut.

“Kita juga akan melakukan desain pengawasan, setelah kita tahu desain dari e-rekap itu kan seperti apa, semua potensi pasti ada. Kita juga harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan, penyederhanaan-penyederhanaan yang memang mau tidak mau harus dilakukan mengingat beban penyelenggara ini tidak ringan. Saya kira kita men-support semua upaya yang dalam koridor UU, itu bagian upaya menyederhanakan proses pemilu,” jelas Afifuddin.

Menurutnya, jika sistem ini jadi diterapkan maka tantangan KPU lainnya adalah mempersiapkan seluruh daerah di Indonesia agar bisa melakukan sistem ini dengan baik, mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit.

“Tinggal bagaimana daerah-daerah yang berat itu kita bisa percepat adaptasi, dan ini bukan hanya tantangan di Bawaslu, tapi juga di KPU,” pungkasnya. [gi/uh]