Pada masa pandemi ini, banyak kegemaran, hobi, atau keinginan baru yang muncul. Salah satu di antaranya adalah memiliki binatang peliharaan. Bagaimana tren serta lika-liku mendapatkan hewan tersebut, dan apa yang wajib dimiliki sang pemilik untuk memeliharanya? Utami Hussin berbincang dengan beberapa diaspora Indonesia di Amerika Serikat dan seorang dokter hewan yang praktik di Jawa Barat.
“Ia berasal dari Ohio, kami menemukannya dengan mencarinya online. Perlu waktu enam jam ke Ohio dan juga untuk kembali. Ini seperti hadiah Thanksgiving kami,” ungkap Josephine.
Suara Kiko melatarbelakangi kata-kata Josephine Johannes, seorang mahasiswi di Virginia. Kiko adalah seekor anak anjing golden retriever berusia 3 bulan yang diadopsi keluarga Josephine pada November lalu.
Setelah berbulan-bulan dan berliku-liku usaha mendapatkan anjing peliharaan, jarak enam jam sekali jalan dari Virginia untuk menjemput Kiko di breeder-nya di Ohio, bukan masalah besar.
Mengapa lama dan sampai perlu keluar kota?
Selama pandemi ini, ternyata semakin banyak keluarga yang ingin turut mengasuh (fostering) atau mengadopsi berbagai jenis hewan peliharaan. Tren ini terjadi di berbagai negara, termasuk di Amerika dan di Indonesia.
Drh. Rina Setyawati yang membuka praktik di pinggiran kota Bandung menjelaskan, “Maret akhir itu sudah mulai banyak yang WFH (working from home, bekerja dari rumah, red.), anak-anak sudah bersekolah di rumah. Nah karena mereka WFH, April itu mereka mulai care ke binatang, adopsi, karena banyak waktu di rumah, banyak waktu luang.”
Data yang dikeluarkan American Society for the Prevention of Cruelty to Animals (ASPCA) yang berpusat di kota New York pada Agustus lalu menyatakan, dalam pekan-pekan pertama perintah tinggal di rumah, organisasi itu melihat ada peningkatan hampir 70 persen jumlah hewan yang masuk program fostering di New York dan Los Angeles dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Melonjaknya permintaan untuk mengadopsi atau mengasuh hewan ini membuat tempat-tempat penampungan kucing dan anjing di berbagai wilayah cepat kosong. Calon pemelihara kerap harus menunggu berbulan-bulan.
Nia Dhaniasih, ibu empat anak di Virginia merasakan penantian itu selama lima bulan ini. Bertahun-tahun anak-anaknya menginginkan hewan peliharaan, namun keluarga ini baru memutuskan untuk memiliki kucing setelah anak-anak mulai bersekolah secara daring, menghabiskan waktu mereka berjam-jam di depan layar komputer.
“Kebetulan pada masa pandemi itu, saya bilang ke suami, anak-anak tidak ada yang main keluar. Sekolah juga screen (secara daring) terus,” tukasnya.
Nia menjelaskan protokol kesehatan semasa pandemi membuat mereka tidak langsung mendatangi tempat penampungan hewan (shelter). Mereka memilih membuka sejumlah website seperti petfinder.com atau adoptapet.com mengenai hewan-hewan untuk diadopsi. Namun, kata Nia,
"Setiap kita bilang ‘mau yang ini’ ternyata policynya tidak boleh ada anak di bawah tujuh tahun. Mau ambil yang lain, tidak dibalas-balas. Setiap kali mengajukan aplikasi kan ada pertanyaan-pertanyaan yang harus kita isi, yang dari situ mungkin mereka melihat kita belum eligible," ujar Nia.
Josephine juga merasakan hal tersebut. “Proses mendapatkan anjing ini cukup menantang karena begitu banyak tempat di mana kita bisa mendapatkan anjing. Yang pertama-tama kami lihat adalah animal shelter. Ini juga sulit karena kita harus mendaftar. Kita diberi kuesioner agar pihak shelter tahu seperti apa gaya hidup kami, apakah si anjing dapat menyesuaikan diri dengan gaya hidup tersebut. Juga, karena begitu banyak orang yang menginginkannya, sulit sekali untuk mendapatkan anjing. Opsi kedua adalah membeli dari penangkar (breeder).”
Kehati-hatian juga membuat proses memiliki hewan peliharaan berlangsung lama. Keluarga Josephine mendapati, banyak anak anjing yang ditawarkan secara online, tetapi untuk melihat atau mengunjunginya, peminat harus membayar 300 sampai 600 dolar ke pemilik anjing. Keluarga Josephine memilih untuk tidak mengirim uang ke orang yang tidak dikenal. Belum lagi belakangan juga sering terjadi penipuan dalam membeli hewan secara online. Uang telah dikirim, tetapi hewan yang dinanti tidak pernah tiba.
Kucing dan anjing memang merupakan dua jenis hewan peliharaan favorit. Kucing, jelas Rina yang mendapati jumlah pasiennya semasa pandemi meningkat hingga 60 persen, dianggap lebih tenang dan lebih manja sifatnya. Anjing disukai karena bisa dilatih dan menjadi lebih patuh. Menurut pengamatannya, di Indonesia orang banyak menyukai kucing.
Keluarga Josephine menganggap memelihara anjing di masa pandemi merupakan keputusan yang tepat. Karena keluarga lebih banyak waktu di rumah, lebih mudah pula untuk mengurus dan melatih anak anjing mereka.
Sementara itu Nia, yang baru saja menambah anggota keluarganya dengan dua ekor kucing ragdoll, mengatakan, anak-anaknya belajar memiliki rasa tanggung jawab selain bekerja sama dalam memelihara kedua kucing tersebut. kucing-kucing jenis ragdoll, mengatakan,
Selain dapat mengalihkan perhatian dari layar komputer, anak-anak Nia juga belajar memiliki rasa tanggung jawab selain bekerja sama dalam memelihara kedua kucing peliharaan mereka, mulai dari memberi makan hingga membersihkan kotoran.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu Drh. Rina mengemukakan, memelihara hewan memang dapat membantu menghilangkan kejenuhan dan stress. Tetapi, ia mengingatkan, bahwa memiliki hewan peliharaan pada prinsipnya adalah melayaninya seumur hidup. Karena hewan peliharaan tidak mampu mengurus dirinya sendiri, maka pemiliklah yang harus melakukannya secara disiplin seumur hidup, sampai hewan tersebut mati.
“Itu komitmen!,” pungkasnya. [uh/ab]