Kasus keamanan nasional terbesar Hong Kong dikirim ke pengadilan pada Selasa (7/6), setelah menggantung selama 15 bulan dalam prosedur prapersidangan, di mana permohonan pembebasan dengan jaminan sebagian besar dari 47 terdakwa ditolak.
DI bawah UU keamanan, yang diberlakukan Beijing pada 2020 menyusul protes besar-besaran yang kerap disertai kekerasan, tokoh-tokoh prodemokrasi dikenai dakwaan “berkonspirasi untuk melakukan subversi” karena menyelenggarakan pemilihan pendahuluan tidak resmi.
Subversi adalah satu dari empat kejahatan besar di bawah UU keamanan dan dapat dikenai hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Para terdakwa, berusia antara 24 dan 66, mencakup legislator dan para anggota dewan distrik yang dipilih secara demokratis, anggota serikat pekerja, akademisi dan lain-lainnya. Sikap politik mereka berkisar dari reformis moderat hingga lokalis radikal.
Kasus ini pertama kali diajukan ke pengadilan pada Maret 2020, sewaktu permohonan pembebasan dengan jaminan sebagian besar dari 47 terdakwa itu ditolak setelah sidang maraton empat hari di hadapan hakim yang dipilih pemerintah untuk mengadili kasus-kasus keamanan nasional.
Sebagian besar proses prapersidangan selama 15 bulan ini, meskipun dilangsungkan secara terbuka, tetapi menghadapi restriksi liputan. Pengadilan kerap menolak permohonan terdakwa dan wartawan agar restriksi itu dicabut.
Anggota keluarga dan kuasa hukum terdakwa memberitahu AFP bahwa ketidakjelasan itu telah membuat para terdakwa “frustrasi dan melemah,” dan membuat pihak penuntut mengubah-ubah peraturan.
Setelah sidang tiga setengah hari yang dimulai Rabu dan Kamis pekan lalu dan berakhir Selasa, semua kecuali satu dari ke-47 terdakwa diajukan ke pengadilan senior oleh salah seorang hakim keamanan nasional, Peter Law.
BACA JUGA: Hong Kong Tahan Beberapa Orang pada Peringatan Tiananmen
Rabu lalu, Law mengumumkan bahwa 17 terdakwa telah diajukan kasusnya ke pengadilan untuk diadili.
Mereka mencakup aktivis kawakan Leung Kwok-hung, pengacara Lawrence Lau, dan wartawan yang beralih menjadi aktivis Gwyneth Ho.
Dua puluh sembilan lainnya – termasuk pakar hukum Benny Tai, yang juga salah seorang pemimpin gerakan Occupy Central pada 2014 – diajukan ke pengadilan pada hari Senin dan Selasa.
Hong Kong diawasi untuk mengetahui apakah sistem hukumnya dapat mempertahankan kemandiriannya karena China menindak keras pembangkang dengan UU keamanan. [uh/lt]