Hong Kong akan menawarkan tiket pesawat gratis dan voucer untuk merayu wisatawan agar kembali ke pusat keuangan internasional itu dalam usaha mengatasi persaingan regional yang sengit.
Selama pandemi, kota ini sebagian besar menyesuaikan diri dengan strategi “nol-COVID'' China daratan. Karena kebijakan itu, pembukaan kota tersebut bagi pendatang asing berbulan-bulan lebih lambat daripada saingannya seperti Singapura, Jepang, dan Taiwan. Bahkan setelah membuka kembali perbatasannya dengan China daratan pada Januari, pemulihan pariwisatanya berjalan lamban.
Pada hari Kamis ()1/2, Kepala Eksekutif John Lee meluncurkan kampanye pariwisata yang diberi nama “Halo Hong Kong'' yang menawarkan 500.000 tiket pesawat gratis untuk menyambut turis dari berbagai penjuru dunia.
“Hong Kong sekarang terhubung dengan mulus ke daratan China dan seluruh dunia internasional dan tidak akan ada isolasi, tidak ada karantina,” katanya pada sebuah upacara. “Ini adalah waktu yang tepat bagi wisatawan, pelancong bisnis, dan investor dari dekat dan jauh untuk datang dan berkata, "Halo, Hong Kong."
Dalam kampanye itu, sebagian besar tiket pesawat senilai 2 miliar dolar Hong Kong (255 juta dolar AS), akan datang dari tiga maskapai penerbangan yang berbasis di Hong Kong melalui berbagai kegiatan promosi, termasuk undian berhadiah, promosi “beli satu, gratis satu'' dan berbagai pertandingan. Proyek ini akan dimulai pada bulan Maret dan berlangsung sekitar enam bulan, kata Fred Lam, CEO Otoritas Bandara.
“Kami berharap mereka yang mendapatkan tiket pesawat dapat membawa dua atau tiga kerabat dan teman mereka ke kota ini. Meskipun kami hanya membagikan 500.000 tiket pesawat, kami yakin ini dapat membantu menghadirkan lebih dari 1,5 juta pengunjung ke Hong Kong,'' kata Lam.
Maskapai-maskapai akan mendistribusikan tiket secara bertahap, dengan pasar Asia Tenggara akan diuntungkan pada tahap pertama, katanya. Pengunjung juga dapat menikmati penawaran dan voucer khusus di antara insentif lainnya di kota, kata Lee.
Hong Kong menerima 56 juta pengunjung pada tahun 2019, lebih dari tujuh kali populasinya, sebelum pandemi. Tetapi pembatasan COVID-19 yang ketat telah menjauhkan pengunjung selama tiga tahun terakhir, sehingga menghancurkan sektor pariwisata dan ekonominya. PDB kota itu tahun lalu turun 3,5 persen dibandingkan dengan tahun 2021, menurut data sementara pemerintah.
Dalam beberapa bulan terakhir, aturan wajib karantina hotel dan tes PCR untuk pelancong yang masuk akhirnya dicabut, sehingga angka kedatangan sedikit meningkat. Namun, jumlah pengunjung tahun 2022 hanya meningkat 1% dari level tahun 2019. [ab/uh]