HRW: China Makin Tindas Uighur

Para Imam dan warga Muslim Uighur melewati kamera keamanan yang dipasang pemerintah China saat keluar dari Masjid Id Kah di kota Kashgar, Xinjiang, China, 4 Januari 2012. (foto: dok).

China secara dramatis meningkatkan penindasannya terhadap kelompok-kelompok minoritas Muslim di Xinjiang melalui sistem pengadilan formal. Banyak anggota kelompok-kelompok itu dijatuhi hukuman penjara yang lama untuk tuduhan-tuduhan yang meragukan seperti memicu pertengkaran dan memberi hadiah kepada kerabat di luar negeri.

Tudingan keras itu disampaikan organisasi HAM, Human Rights Watch (HRW), Rabu (24/2), dan dikutip oleh banyak kantor berita, termasuk AFP.

Menurut HRW, hukuman-hukuman atas tindakan yang dianggap kejahatan itu merupakan upaya tambahan pemerintah China selain menahan sekitar satu juta orang Uighur dan anggota kelompok-kelompok minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp "pendidikan politik" di Xinjiang.

Lebih dari 250.000 orang di wilayah barat laut China itu telah secara resmi dijatuhi hukuman dan dipenjarakan sejak 2016, kata HRW.

Suasana di desa kecil tempat etnis Uighur tinggal, di pinggiran Shayar di wilayah Xinjiang, China, 13 September 2019. (Foto: dok).

"Terlepas dari legalitasnya, banyak dari mereka di penjara Xinjiang adalah orang-orang biasa yang dihukum karena menjalani kehidupan mereka dan mempraktikkan ajaran agama mereka," kata peneliti HRW Maya Wang dalam sebuah pernyataannya.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan tindakan China di Xinjiang sama dengan genosida, sementara parlemen Kanada, Selasa (23/2), mengeluarkan deklarasi serupa.

HRW mengatakan kasus pidana di wilayah Xinjiang telah melonjak antara 2017 dan 2019 selama berlangsungnya tindakan keras terhadap warga Uighur dan kelompok-kelompok minoritas Muslim lainnya.

Pengadilan Xinjiang menghukum hampir 100.000 orang pada 2017, naik dari sekitar 40.000 pada 2016, kata organisasi itu, mengutip data pemerintah.

Masjid di Xinjiang International Grand Bazar, di kawasan Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China, 3 Januari 2019. (Foto: dok).

Kelompok HAM itu mengatakan polisi, jaksa dan pengadilan telah ditekan untuk "memberikan hukuman yang cepat dan keras" dengan alasan kontraterorisme, sehingga banyak orang dipenjarakan tanpa melakukan pelanggaran apapun.

Hukuman dijatuhkan untuk kegiatan-kegiatan seperti memberitahu orang lain mengenai apa yang disebut haram dan halal, dan memberi hadiah kepada kerabat di Turki, kata HRW.

HRW mencatat bahwa hukuman penjara yang dijatuhkan juga semakin lama. Sebelum 2017, sekitar 11 persen dari orang yang divonis bersalah dijatuhi hukuman penjara lebih dari lima tahun. Pada 2017, persentase itu meningkat menjadi 87 persen.

Fasilitas yang diyakini sebagai kamp pendidikan ulang di mana sebagian besar etnis minoritas Muslim ditahan, di utara Akto, wilayah Xinjiang barat laut China, 4 Juni 2019. (Foto: dok)

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri China, Rabu (24/2), membantah laporan HRW. Ia, mengatakan HRW "selalu penuh prasangka pada masalah-masalah yang terkait dengan China, sering menyebarkan pernyataan palsu untuk mencoreng nama China, dan tuduhan-tuduhan organisasi itu tidak boleh dipercaya".

Perlakuan China dan penahanan terhadap kelompok-kelompok minoritas Muslim di Xinjiang, yang mencakup tuduhan memandulkan perempuan secara paksa dan memberlakukan kerja paksa, telah menuai semakin banyak kecaman internasional.

Setelah sebelumnya menyangkal keberadaan kamp-kamp di Xinjiang, Beijing kemudian membelanya sebagai pusat-pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk mengatasi ekstremisme Islam.

Menteri Luar Negeri Wang Yi, Senin (23/2), mengatakan bahwa perlakuan Beijing terhadap kelompok-kelompok minoritas etnis di Xinjiang adalah "contoh cemerlang" dari kemajuan HAM China. [ab/uh]