HRW: Milisi Libya Gunakan Senjata Berat untuk Bubarkan Demo

Aksi unjuk rasa anti-pemerintah di Tripoli, Libya, 25 Agustus 2020. (REUTERS / Hazem Ahmed)

Human Rights Watch (HRW) Kamis (10/9) menuduh kelompok-kelompok bersenjata di Libya yang mendukung pemerintah di Tripoli menggunakan senjata-senjata berat untuk membubarkan demonstrasi-demonstrasi antikorupsi bulan lalu di ibu kota. Organisasi HAM terkemuka itu juga menuding kelompok-kelompok milisi tersebut menahan, menyiksa dan menghilangkan paksa sejumlah demonstran.

Dalam sebuah pernyataannya, HRW mengungkapkan, dari tanggal 23 hingga 29 Agustus, kelompok-kelompok milisi itu menggunakan sejumlah senjata mesin dan senjata antipesawat yang ditempatkan di atas kendaran perang. Dalam aksi mereka, menurut HRW, seorang demonstran tewas dan sejumlah lainnya terluka. Berdasarkan keterangan seorang wartawan setempat, kata HRW, sedikitnya 24 orang ditahan dan disiksa.

“Perpecahan politik dan ancaman keamanan tidak bisa menjustifikasi aksi kelompok-kelompok milisi itu dalam menggunakan senjata mesin dan senjata antipesawat untuk mengintimidasi para demonstran dan membubarkan mereka,” kata Hanan Salah, peneliti senior HRW. “Pihak berwenang di Tripoli harus menyelidiki dan mengungkapkan ke publik nama-nama kelompok bersenjata itu dan nama-nama para pemimpin mereka yang melakukan pelanggaran, serta meminta pertanggungjawaban mereka.”

Pemerintah Libya hingga berita ini diturunkan belum memberikan pernyataan terkait tuduhan HRW tersebut.

Bulan lalu, ratusan warga Libya turun ke jalan-jalan di Tripoli dan kota-kota lain yang berada dalam kontrol pemerintahan PM Fayez Sarraj yang didukung PBB. Aksi protes itu mempersoalkan kondisi perekonomian yang memburuk. Pada waktu itu, Menteri Dalam Negeri Fathi Bashaga mengakui sebuah kelompok milisi, yang tidak disebutkan namanya, menembakkan peluru tajam ke arah para demonstran damai dan bahwa penyelidikan sedang dilangsungkan. Akibat pengakuannya tersebut, Bashaga sempat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Sebelumnya, Sarraj mengatakan dalam sebuah pidato televisi, para demonstran tidak memiliki izin untuk berkumpul dan mengumumkan pembatasan bergerak selama 24 jam untuk memerangi wabah virus corona -- sebuah langkah yang diyakini para demonstran untuk mencegah mereka menggelar aksi protes. [ab/uh]