Ketahanan ekonomi Rusia selama setahun terakhir mengejutkan banyak pengamat. Pasalnya Moskow berhasil beradaptasi dengan hujan sanksi Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya terkait agresi Rusia di Ukraina.
Namun Presiden Vladimir Putin pada akhir bulan lalu menegaskan potensi terjadinya masalah ekonomi di masa depan dan mendesak pemerintah untuk bertindak cepat.
Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat Dewan Keamanan melalui konferensi video di Moskow, 5 April 2023. (Kremlin via AP)
"Sanksi yang dijatuhkan terhadap ekonomi Rusia dalam jangka menengah benar-benar dapat berdampak negatif," kata Putin dalam pertemuan yang disiarkan televisi.
Padahal sebelumnya Putin mengatakan masa terburuk kondisi ekonomi Rusia telah berakhir. Bahkan Putin memuji kebijakan "kedaulatan ekonomi" dan bersikeras bahwa strategi sanksi yang diterapkan Barat malah menjadi bumerang.
Lalu apa sebenarnya pesan yang disampaikan Putin?
"Pengamatan Bapak Putin cukup realistis," kata Arnaud Dubien, direktur lembaga kajian Observatorium Prancis-Rusia di Moskow.
BACA JUGA: Pengamat: Keputusan ICC Makin Menekan Rusia
Dubien, seorang ahli veteran Rusia, mengatakan Putin berusaha untuk lebih memobilisasi perusahaan dan pejabat pemerintah karena Moskow memutuskan hubungan dengan Barat.
"Situasinya lebih baik dari yang diharapkan, tapi jangan santai, terus cari alternatif," katanya menggambarkan logika kepala Kremlin.
Alexandra Prokopenko, mantan pejabat bank sentral Rusia, menyatakan bahwa pesan Putin terutama menargetkan perusahaan yang terkena sanksi berat.
“Ini pesan untuk bisnis,” kata Prokopenko, yang bekerja di bank sentral antara 2017 dan 2022 dan berhenti setelah dimulainya serangan Moskow di Ukraina.
"Anda hanya aman di Rusia di bawah tanggung jawab saya, tidak ada jalan kembali," katanya.
Bendera Rusia berkibar dengan latar belakang Menara Spasskaya Kremlin Moskow di Rusia 27 Februari 2019. (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)
Situasi Sulit
Lebih dari setahun setelah serangan Moskow di Ukraina, Rusia menjadi semakin bergantung pada ekspor energi ke Asia dan semakin tertinggal di banyak sektor bernilai tinggi. Eksodus ratusan ribu orang Rusia dan gerakan mobilisasi wajib militer Kremlin menyebabkan negara itu kekurangan tenaga kerja.
Dubien menggarisbawahi masalah khusus dalam industri mobil, yang berkembang pesat ketika produsen mobil asing terkemuka mendirikan toko di Rusia pada awal 2000-an.
“Sektor yang paling terkena sanksi seperti produksi otomotif adalah yang paling terbuka untuk investasi dan kerja sama internasional,” ujarnya.
Pada akhir Maret, produsen mobil andalan Rusia AvtoVAZ mengatakan bahwa sejumlah pemasok suku cadang menghentikan pengiriman, mendorong perusahaan yang kesulitan itu untuk memajukan liburan tahunan.
BACA JUGA: Mobil Barat Hengkang, Meski Enggan Orang Rusia Mulai Lirik Mobil China
Prokopenko, yang sekarang meneliti pembuatan kebijakan pemerintah Rusia di Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman yang berbasis di Berlin, mengatakan bahwa sektor-sektor yang terkait dengan kompleks industri militer -- seperti optik, farmasi, dan produksi logam -- adalah sektor "di mana pertumbuhan ekonomi berjalan baik."
Sergei Tsyplakov, seorang profesor di Sekolah Tinggi Ekonomi Moskow, memperingatkan bahwa perubahan poros Kremlin yang kini mengarah kepada China dan India tidak dapat menyelesaikan semua masalah.
"Meski ekonomi Rusia tidak langsung runtuh setelah pengenaan sanksi, situasinya tetap sulit," katanya.
Kemunduran Ekonomi
Banyak ekonom memperkirakan prospek ekonomi Rusia akan semakin gelap dalam beberapa bulan mendatang.
Seorang polisi Rusia berdiri di depan cabang Bank Raiffeisen di Moskow, Rusia, 27 Februari 2016. (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)
Prokopenko menunjukkan bahwa rejeki nomplok dari harga energi yang sangat tinggi itulah yang membantu Rusia mengatasi guncangan awal dari sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Ini tidak akan terjadi tahun ini," katanya.
"Pada 2023, tidak ada tanda-tanda Rusia akan mendapatkan penghasilan tambahan ini."
Pada Februari, pendapatan Moskow dari ekspor minyak anjlok hingga 42 persen dibandingkan pada tahun lalu, menurut Badan Energi Internasional.
Reorientasi Rusia, yang pernah menjadi pemasok gas utama Eropa, menuju pasar Asia diperkirakan akan memakan waktu.
BACA JUGA: Pengamat: China Pegang Kendali dalam Ekspor Gas Rusia
Putin, kata para pengamat, memiliki kepentingan vital untuk melihat pendapatan energi yang tinggi jika dia ingin membiayai serangan Moskow ke Ukraina dan menjauhkan perbedaan pendapat di dalam negeri.
Prokopenko mengatakan dia melihat "banyak masalah" di depan.
"Dalam perspektif jangka pendek ekonomi Rusia tidak buruk, masih berfungsi," katanya, tetapi menekankan bahwa menemukan mitra baru akan memakan waktu.
"Masa depan (Rusia) berkabut."
Dubien memperkirakan Putin mampu membiayai serangan di Ukraina selama "tiga hingga empat tahun" lagi. Namun ia memperingatkan bahwa ekonomi Rusia akan menghadapi kemunduran lebih lanjut selama bertahun-tahun.
“(Rusia) kehilangan pembangunan yang setara dengan satu dekade sejak 2014,” katanya, mengacu pada tahun ketika Barat memukul Rusia dengan sanksi atas pencaplokan Krimea dari Ukraina.
"Sekarang hal tersebut dapat terjadi kembali."[ah/rs]