Pemerintah pimpinan militer Myanmar mengurangi hukuman penjara pemimpin terguling Aung San Suu Kyi dalam grasi terkait hari raya keagamaan di negara yang mayoritas penduduknya menganut ajaran Buddha itu, kata media pemerintah, Selasa (1/8).
Mantan Presiden Win Myint juga dikurangi hukumannya sebagai bagian dari grasi yang diberikan kepada lebih dari 7.000 tahanan.
Tapi Suu Kyi, 78, masih harus menjalani total 27 tahun dari 33 tahun hukuman penjara yang dijatuhkan pengadilan.
Menurut sebuah laporan di TV pemerintah, MRTV, Kepala Dewan Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, memberikan perintah grasi untuk mengurangi hukuman dalam lima kasus terhadap Suu Kyi di mana ia dihukum karena melanggar pembatasan virus corona, secara ilegal mengimpor dan memiliki walkie-talkie dan menghasut.
Suu Kyi awalnya dihukum karena 19 pelanggaran yang menurut para pendukung dan kelompok-kelompok HAM merupakan upaya untuk mendiskreditkannya dan melegitimasi pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada tahun 2021 sambil mencegahnya kembali ke dunia politik.
BACA JUGA: Aung San Suu Kyi Dipindahkan Dari PenjaraGrasi diumumkan sehari setelah militer Myanmar memperpanjang keadaan darurat yang diberlakukannya ketika merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Suu Kyi 2,5 tahun yang lalu, memaksa penundaan lebih lanjut pemilihan yang dijanjikan sebelumnya ketika militer mengambil alih kekuasaan.
Beberapa kasus Suu Kyi saat ini sedang menunggu hasil banding terakhir.
Min Aung Hlaing memberikan grasi kepada 7.749 tahanan dan mengubah hukuman mati yang dijatuhkan pada sejumlah orang lainnya menjadi hukuman yang lebih ringan dalam rangka memperingati hari Sang Buddha memberikan khotbah pertamanya, kata laporan MRTV.
Pemimpin militer juga memberikan amnesti kepada 125 tahanan asing dan 22 anggota kelompok etnis bersenjata, tambahnya. Laporan itu mengatakan ia mencabut kasus terhadap 72 orang yang terkait dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata.
Belum jelas apakah tahanan yang dibebaskan termasuk ribuan tahanan politik yang dipenjara karena menentang kekuasaan militer. [ab/uh]