Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengungkapkan pada 2014 pihaknya menemukan hampir 97 ribu data pegawai negeri sipil fiktif. Ribuan pegawai negeri tidak berujud ini menerima gaji dan dana pensiun.
Informasi menghebohkan tersebut disampaikan Bima Haria dalam tayangan YouTube Pengumuman BKN Kick Off Meeting Pemutakhiran Data Mandiri hari Senin (24/5).
Menanggapi hal tersebut, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina kepada VOA, Jumat (28/5), menilai kejadian ini menjadi bukti betapa amburadulnya pendataan di Indonesia. Dia mengaku heran pemerintah ternyata selama ini tidak mengetahui ada pegawai negeri fiktif namun rutin menerima gaji dan pensiun.
Almas menduga kuat ada mafia terlibat dalam kasus data 97 ribu pegawai negeri fiktif itu. "Kami melihat kalau betul ada ASN (aparatur sipil negara) fiktif selama ini mendapatkan gaji dari pemerintah, ini rasanya tidak mungkin hanya kesalahan data, tidak mungkin hanya kesalahan sistem. Patut diduga dan perlu ditelusuri lebih jauh pihak-pihak yang terlibat dalam munculnya ASN fiktif ini," kata Almas.
Almas menambahkan jika benar 97 ribu pegawai negeri fiktif itu menerima gaji dan pensiun, maka negara sangat dirugikan. Dia menyebutkan berapa nilai kerugian negara tinggal ditelusuri berdasarkan jabatan dan besaran gaji yang diterima 97 ribu pegawai negeri fiktif itu serta sejak kapan mereka digaji.
Ditambahkannya, selain karena tidak pernah adanya pemutakhiran data pegawai negeri secara reguler, diduga ada keterlibatan pihak yang berwenang. “Tidak mungkin ada nama pegawai negeri fiktif tanpa ada yang menginput datanya,” tegas Almas.
BACA JUGA: Lemahnya Pengawasan Sebabkan Tingginya Korupsi di Kalangan ASNSelama ini, lanjut Almas, ICW belum pernah menerima aduan tentang data 97 ribu pegawai negeri fiktif. ICW mencatat masih ada pegawai negeri terlibat kasus korupsi dan vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap tapi belum dberhentikan dan masih menerima gaji. Persoalan semacam ini sudah muncul dalam 2-3 tahun terakhir.
Almas menjelaskan BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi harus terbuka untuk mengumumkan hasil penelusuran dari kasus 97 ribu pegawai negeri fiktif tersebut.
Anggota DPR Siap Bentuk Panja
Diwawancarai secara terpisah anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Nasir Jamil mengatakan pihaknya akan membentuk panitia kerja untuk menyelidiki informasi tentang 97 ribu pegawai negeri fiktif itu, apakah hal ini terjadi karena sistem yang usang atau ada mafia.
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera itu mengakui Indonesia memang sangat bermasalah dengan data. Ia mencontohkan permasalahan data di Kementerian Sosial terkait bansos yang membuat banyak penerima salah sasaran.
"Harus ada panja (panitia kerja) untuk mendalami ASN (aparatur sipil negara) misterirus ini karena ada uang negara yang digelontorkan, ada orang yang diduga tidak berhak menerima dana tersebut. Tentu saja ini tidak berdiri sendiri kalau memang diduga ada mafia yang bermain di dalamnya," kata Nasir.
Nasir menambahkan dirinya mendapat informasi kalau kasus 97 ribu pegawai negeri fiktif ini sudah diselesaikan. Tapi dia mengaku belum mengetahui sejauh mana penyelesaian yang dimaksud.
Nasir mengatakan selama menjabat anggota DPR ia belum pernah mendengar soal kasus 97 ribu pegawai negeri fiktif. Namun dia kerap mendengar tentang kasus kebocoran data, seperti kebocoran data 275 juta warga negara Indonesia.
BACA JUGA: KPK Umumkan 75 Pegawainya Tidak Lolos Tes Wawasan KebangsaanNasir menegaskan data 97 ribu pegawai negeri fiktif merupakan perkara serius karena menyangkut keuangan negara.
Data ASN Fiktifi Diketahui dalam Pemutakhiran Data
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan masalah 97 ribu pegawai negeri fiktif itu didapat setelah pihaknya memperbarui data pada 2014. Artinya, data misterius itu sudah ada sejak pemutakhiran data pertama yang dilakukan pada 2002.
Bima Haria mengakui sejak Indonesia merdeka, pemutakhiran data pegawai negeri baru dilakukan dua kali, yakni pada 2002 dan 2014.
Dia menambahkan BKN sudah mengenalkan aplikasi pemutakhiran data yang bisa dilakukan tiap pegawai negeri kapan saja tanpa menunggu instruksi khusus. Melalui aplikasi ini, pegawai negeri dapat memperbarui data pribadinya secara berkala. [fw/em]