Sejauh ini sudah 583 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal setelah pelaksanaan pemungutan suara dalam pemilihan umum serentak yang digelar pada 17 April lalu. Fenomena ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Apalagi sebagian kalangan menilai pemerintah seolah tidak peduli terhadap kejadian menghebohkan tersebut.
Menanggapi hal itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendukung dilaksanakannya investigasi terhadap kematian ratusan petugas KPPS itu. Hal ini termaktub dalam kesimpulan hasil diskusi membahas penyebab kematian ratusan petugas KPPS yang dilaksanakan di kantor IDI di Jakarta, Senin (13/5).
BACA JUGA: Duka di Balik Pemilu 2019Ketua Umum IDI Dr. Daeng Muhammad Faqih mengatakan IDI berpendapat kelelahan bukanlah penyebab langsung kematian mendadak, namun dapat menjadi salah satu faktor pemicu atau pemberat sebab kematian ratusan petugas KPPS.
IDI sebagai organisasi profesi lanjutnya siap membantu semua pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan penelitian mendalam atau investigasi yang objektif.
Daeng Muhammad Faqih juga meminta agar dokter anggota IDI di Rumah Sakit membantu sepenuhnya secara optimal, komprehensif, dan bertanggung jawab baik untuk merawat yang sakit maupun dalam rangka melakukan penelitian maupun investigasi.
Dia menilai dengan tidak bermaksud mengurangi hak untuk bersuara namun ada baiknya anggota IDI berkoordinasi ke tim kecil PB IDI bila memiliki informasi yang penting mengenai kesakitan dan kematian petugas pemilu 2019 .
"Agar masyarakat tenang, tidak perlu berspekulasi atau berprasangka yang terlalu jauh yang berpotensi merusak kesatuan nasional sebelum hasil penelitian dan investigasi disampaikan. Dari hasil penelitian dan investigasi, kita bersama sebagai bangsa perlu merumuskan langkah-langkah konkret agar kematian dan kesakitan pasca penyelenggaraan pemilu seperti saat ini tidak terulang lagi di kemudian hari," kata Daeng Faqih.
Daeng Faqih menegaskan IDI siap mendukung kalau tim gabungan pencari fakta dibentuk. Selain mendorong pembentukan TGPF, Daeng menuturkan, IDI akan membentuk tim kecil untuk meneliti penyebab meninggalnya petugas KPPS. Tim kecil tersebut akan memberikan hasil penelitian sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pemilu serentak.
BACA JUGA: Sakit Hati 'Pahlawan Demokrasi' Dibilang CurangMenanggapi sikap IDI tersebut, pakar hukum Profesor Aidil Fitri mengusulkan pembentukan tim gabungan pencari fakta buat menyelidiki penyebab meninggalnya lebih dari 500 petugas KPPS. Dia berharap dari penyelidikan mendalam itu bisa dirumuskan standar operasi prosedur yang lebih untuk pemilihan umum lima tahun mendatang.
"Bagaimanapun kematian ini masih menimbulkan pertanyaan. Di sini kan ditolak juga, kelelahan bukan penyebab utama, bahwa dia memicu, iya. Jadi memang dibutuhkan (tim gabungan pencari faktar). Intinya, dalam situasi sekarang kita membutuhkan kepercayaan publik dan kepercayaan itu harus kita bangun sama-sama," ujar Aidil.
Aidil mengatakan desakan publik agar segera dibentuk tim gabungan pencari fakta sangat penting buat mengetahui penyebab kematian 500-an petugas KPPS. Menurutnya pemerintah ada antisipasi terhadap kemungkinan akan ada petugas KPPS yang meninggal tapi tidak signifikan. Sebab ini merupakan pemilihan umum serentak pertama.
Pada Pemilihan Umum 2014 juga ada petugas KPPS yang meninggal lebih dari 140 orang
Hingga kemarin, Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan Tri Hesty Widyastoeti mengungkapkan Kementerian Kesehatan telah mendapat laporan dari 17 provinsi yang menyebutkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum 2019 yang meninggal sebanyak 445 orang dan 10.007 orang lainnya sakit. Jumlah petugas pemilihan umum yang sakit terbanyak di Jakarta dan Banten.
Sedangkan angka kematian tertinggi petugas KPPS terjadi di Jawa Barat (177 orang), disusul Kalimantan Selatan. Dia menekankan semua ini masih data dari 17 provinsi belum dari 34 provinsi.
"Kelompok umur tertinggi (yang meninggal) pada usia di atas 50 tahun sampai 59 tahun. Nomor dua, 40-49 tahun. Data kematian berdasarkan penyakit, penyebab terbanyak adalah gagal jantung, kemudian stroke," tutur Tri Hesty.
Your browser doesn’t support HTML5
Tri Hesty menambahkan hampir tidak ada yang meninggal saat pelaksanaan pemungutan suara pada 17 April lalu. Data yang ada saat ini, petugas KPPS meninggal di rentang waktu 21-30 April.
Ahli penyakit dalam Profesor Zubairi Djoerban menyebutkan faktor kelelahan, dehidrasi, dan stres dapat memicu terjadinya serangan jantung dan stroke yang bisa menyebabkan kematian. Namun, Zubairi menegaskan, hal tersebut bukanlah faktor tunggal, melainkan ada faktor-faktor lainnya yang memperparah penyakit. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam untuk memastikan apa penyebab kematian petugas KPPS. (fw/em)