Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Iris Rengganis menyampaikan rekomendasi mengenai siapa saja yang boleh dan tidak boleh disuntik vaksin Covid-19 dalam rentang usia 18-59 tahun.
Profesor Iris menyampaikan rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) tentang imunisasi Covid-19 itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (19/1).
Iris menegaskan rekomendasi itu bersifat sementara dan hanya khusus buat imunisasi menggunakan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, perusahaan asal China. Sehingga rekomendasi ini dapat berubah sesuai vaksin Covid-19 buatan perusahaan lain.
Rekomendasi PAPDI itu menyebutkan orang yang memiliki lebih dari satu komorbid (penyakit bawaan), ibu menyusui, dan ibu hamil, tidak memenuhi syarat untuk divaksinasi.
Orang yang terkonfirmasi terinfeksi Covid-19 juga dikecualikan dalam imunisasi Covid-19.
"Bukan berarti tidak boleh, tetapi dengan keterbatasan vaksin yang ada, kita mengutamakan yang belum pernah sakit dulu. Yang sudah pernah sakit, masih bisa bertahan delapan bulan antibodinya. Jadi terbentuk antibodi alamiah," kata Iris.
Setelah delapan bulan, lanjut Iris, orang-orang yang pernah sembuh dari Covid-19, harus divaksinasi karena antibodinya sudah berkurang.
Penderita HIV, lanjutnya, bisa divaksinasi asal sel darah putihnya lebih dari 200. Karena jika di bawah 200, antibodinya tidak terbentuk dengan baik. Sedangkan penderita penyakit kanker jenis apa saja selama masih dalam proses kemoterapi tidak boleh divaksinasi. Sebab kemoterapi menekan sistem antibodi. Namun penderita kanker yang tidak dalam proses kemoterapi, bisa disuntik vaksin Covid-19.
BACA JUGA: Mahfud MD: Vaksinasi Covid-19 WajibOrang yang memiliki penyakit darah tinggi dan ginjal belum layak untuk disuntik vaksin Covid-19. Penderita obesitas tanpa penyakit bawaan berat juga layak disuntik vaksin Covid-19. Buat penderita diabetes, dianjurkan buat divaksinasi dengan syarat HBA1C dalam darahnya di bawah 7,5 persen dalam tiga bulan terakhir.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Tim Uji Klinis Vaksin Covid-19 Profesor Kusnandi Rusmil menjelaskan uji klinis tahap ketiga terhadap vaksin Covid-19 buatan Sinovac masih berlangsung dengan jumlah sampel 1.620.
Meski uji klinis tahap ketiga belum rampung, dia mengatakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bisa mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin Sinovac karena penyebaran virus Covid-19 di Indonesia sudah mengkhawatirkan.
Kusnandi memastikan vaksin Sinovac aman untuk dipakai.
"Karena efek samping yang terjadi itu panas tidak terlalu panas, kemudian demam juga tidak terlalu tinggi sebab sebagian besar, dalam dua hari kebanyakan hilang," ujar Kusnandi.
Kusnandi menambahkan efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen. Artinya kalau diadakan penyuntikan massal, sebanyak 65,3 persen peserta vaksinasi akan terlindungi dari virus Covid-19.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Nur Yasin mempertanyakan apakah efikasi Sinovac setelah uji klinis tahap ketiga rampung tiga bulan lagi, efikasinya bisa berubah. Nur Yasin mencontohkan seperti yang terjadi di Brazil, dari 78 persen turun menjadi 50,4 persen.
Your browser doesn’t support HTML5
"Kalau nanti rampung, apa mungkin efikasi yang 65,3 persen itu berubah, naik atau turun. Syukurlah kalau naik tapi kalau turun di bawah 50 persen, jadi kacau kan, tidak memenuhi syarat WHO (Organisasi kesehatan Dunia)," tutur Yasin
Pemerintah sudah mulai program vaksinasi Covid-19 secara nasional sejak 13 Januari lalu. BPOM sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat bagi satu vaksin Covid-19 buatan Sinovac, perusahaan farmasi asal China. [fw/ft]