Ketua Umum PB IDI, Muhammad Adib Khumaidi meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Kesehatan. Ia beralasan masih terdapat sejumlah persoalan dalam draf RUU Kesehatan. Salah satunya soal usulan pemerintah yang akan memberlakukan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter dan tenaga medis berlaku seumur hidup.
"Saya seorang dokter ortopedi, misalnya dianggap akan terus menjadi dokter ortopedi seumur hidup, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat dari aspek pelayanan. Karena masyarakat akan terlayani oleh seorang dokter yang tidak dinilai kompetensinya," jelas Muhammad Adib kepada VOA, Selasa malam (16/5).
Adib menambahkan ada potensi kerugian lain jika STR berlaku seumur hidup. Antara lain potensi masyarakat dilayani oleh dokter yang memiliki persoalan disiplin dan etik. Serta potensi dilayani dokter yang kompetensinya dalam lima tahun terakhir sebenarnya telah berubah, tidak sesuai saat mendapat STR.
STR seumur hidup membuat tidak ada evaluasi terhadap dokter dan tenaga medis yang biasanya dilakukan dalam perpanjangan STR setiap lima tahun sekali. Padahal penilaian reguler itu akan mengkaji kembali pengetahuan, psikomotorik, serta etika mereka.
Adapun ketentuan perubahan STR dibahas dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) 1663 atau Pasal 245 ayat 5 yang berbunyi, "STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup. Dalam keterangan dijelaskan, pemberlakuan STR yang semula 5 tahun menjadi seumur hidup karena STR lebih bersifat pada proses administratif pencatatan tenaga kesehatan sehingga cukup dilakukan sekali seumur hidup. Sedangkan proses resertifikasi yang semula ada pada STR akan dilekatkan pada proses perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP).
Your browser doesn’t support HTML5
"Katakanlah seorang driver, kenapa setiap lima tahun sekali harus dievaluasi. Karena mungkin dalam waktu lima tahun dia tidak bisa nyetir, jadi tidak mungkin SIM seumur hidup. Atau seorang pilot, lisensi pilot atau dia boleh terbang itu enam bulan sekali," tambahnya.
Pengurusan STR dan SIP Mahal?
Adib juga membantah pernyataan Menteri Kesehatan yang menyebut biaya mengurus STR dan SIP hingga Rp6 juta. Menurutnya, biaya tersebut berkisar ratusan ribu rupiah. Adapun terkait rekomendasi SIP dari IDI biasanya bersamaan dengan pembayaran iuran keanggotaan. Hal tersebut menurutnya lazim di setiap organisasi, karena iuran nantinya akan kembali untuk kepentingan anggota.
Namun dalam DIM 1678, pemerintah menyiratkan akan menghapus rekomendasi dari organisasi profesi. Dalam keterangan DIM versi pemerintah dijelaskan, adanya persyaratan rekomendasi organisasi profesi akan berpotensi menambah birokrasi dan menghambat kewenangan pemerintah daerah untuk menerbitkan SIP. Padahal disisi lain terdapat kebutuhan akan tenaga kesehatan pada daerah tersebut.
VOA sudah menghubungi sejumlah pejabat Kementerian Kesehatan terkait penyederhaan izin dokter dan tenaga medis yang akan berlaku seumur hidup. Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Kementerian Kesehatan terkait hal ini.
Kemenkes: STR Seumur Hidup Tak Hilangkan Pemenuhan Kompetensi Berkala
Namun dalam keterangan tertulis Kemenkes pada Minggu (2/4), Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya mengatakan STR seumur hidup bukan berarti menghilangkan pemenuhan kompetensi secara berkala. Syarat kompetensi akan melekat dalam SIP melalui pemenuhan Satuan Kredit Poin (SKP) seperti yang berlaku saat ini sehingga kualitas dokter dan nakes akan tetap terjaga.
“Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktek yang terjadi saat ini. Jadi kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap lima tahun,” ujar Arianti melalui keterangan tertulis pada Minggu (2/4).
Ia menambahkan dokter dan tenaga kesehatan wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap lima tahun sekali melalui banyak tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi sehingga banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul. Pemerintah melalui RUU Kesehatan menyederhanakan proses tersebut menjadi lebih mudah.
“Jadi nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” kata Ariani.
Panja RUU Kesehatan Pastikan Kemashlahatan Tenaga Medis dan Masyarakat
Di lain kesempatan, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Kesehatan Irma Suryani Chaniago memastikan pembahasan RUU Kesehatan tidak akan merugikan organisasi profesi dan masyarakat. Mengutip laman DPR pada Kamis (18/5), Irma menggaransi RUU Kesehatan bertujuan untuk kemaslahatan tenaga medis dan masyarakat.
"Perlu digarisbawahi bahwa yang beredar selama ini terlalu banyak hoaks. Ada kriminalisasi dokter, soal STR, soal SIP, semuanya itu tidak ada di RUU ini," ujar Irma seperti dikutip dalam laman DPR pada Kamis (18/5).
Irman menambahkan terkait perubahan di dalam RUU Kesehatan, organisasi profesi kesehatan tidak lagi menjadi regulator melainkan sebagai operator. Namun, ia menyatakan pendirian organisasi profesi, termasuk profensi kesehatan dijamin Undang-Undang dan tidak boleh dilarang.
Ia menyampaikan RUU Kesehatan masih dalam pembahasan di Panja Komisi IX DPR. Menurutnya, pembahasan RUU ini nantinya akan mengundang seluruh pemangku kepentingan untuk mendengar masukan-masukan. [sm/em]