Tim ilmuwan pada satu universitas di Amerika telah mengidentifikasi gen terkait penyakit Alzheimer. Penemuan ini bisa membantu peneliti membuat obat baru melawan penyakit yang melemahkan otak itu.
Seiring meningkatnya harapan hidup di seluruh dunia, di mana semakin banyak orang mencapai usia 70-an, 80-an, bahkan lebih, kehilangan daya ingat, perubahan kepribadian, dan tanda-tanda lain Alzheimer berkembang.
"Standard emas" diagnosis Alzheimer selama ini hanya tampak dalam otopsi - karakteristik deposit pada otak yang dikenal sebagai plak dan kusut.
Plak adalah gumpalan protein yang disebut amiloid beta. Sedangkan kusut, terkait protein lain, disebut tau, yang merupakan subjek penelitian ini.
Alison Goate, yang mempelajari pendekatan genetika terhadap penyakit saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di Saint Louis, mengatakan, “Kami meneliti 1.200 orang untuk mengukur kadar tau dalam cairan tulang belakang mereka. Kami ingin mengetahui apa peran gen terhadap kadar tau pada orang-orang itu."
Bersama rekan-rekannya, ia secara khusus mempelajari gen yang terkait protein tau. "Alasannya, berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan kadar tau yang lebih tinggi dalam cairan tulang belakang terkait pengembangan penyakit," paparnya lagi.
Tim tersebut menganalisis molekul-molekul DNA dan mengidentifikasi empat wilayah materi genetik yang terkait kadar tau yang diukur dalam cairan tulang belakang, kemudian mencari kaitan antara ke empat wilayah itu dan penyakit Alzheimer. Ternyata mereka mendapati ada sejumlah korelasi dalam tiga dari empat wilayah itu,
Goate lebih jauh menjelaskan, "Yang membuat kami merasa lebih yakin, setidaknya dalam kasus tiga gen itu, mereka tidak hanya mempengaruhi kadar tau dalam cairan tulang belakang, tetapi juga berdampak pada risiko Penyakit Alzheimer."
Peneliti kini percaya, Alzheimer mulai membunuhi sel-sel otak bertahun-tahun sebelum ada gejala yang jelas. Jadi, kita mungkin bertanya-tanya apakah penelitian ini akan mengarah ke tes genetika bagi Alzheimer. Menurut Alison Goate, mungkin tidak. Tetapi, mengetahui gen mana yang terkait kadar tau yang lebih tinggi bisa membantu peneliti obat, yang sejauh ini belum mampu membuat obat yang menarget beta amiloid, protein lain yang terkait Alzheimer.
"Mungkin mereka akan berubah menjadi obat yang berguna untuk mengurangi kadar tau seperti kami mengurangi kadar kolesterol guna mengurangi penyakit jantung," ujar Goate lagi.
Penelitian Alison Goate dan timnya itu terbit dalam jurnal Neuron.
"Standard emas" diagnosis Alzheimer selama ini hanya tampak dalam otopsi - karakteristik deposit pada otak yang dikenal sebagai plak dan kusut.
Plak adalah gumpalan protein yang disebut amiloid beta. Sedangkan kusut, terkait protein lain, disebut tau, yang merupakan subjek penelitian ini.
Alison Goate, yang mempelajari pendekatan genetika terhadap penyakit saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di Saint Louis, mengatakan, “Kami meneliti 1.200 orang untuk mengukur kadar tau dalam cairan tulang belakang mereka. Kami ingin mengetahui apa peran gen terhadap kadar tau pada orang-orang itu."
Bersama rekan-rekannya, ia secara khusus mempelajari gen yang terkait protein tau. "Alasannya, berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan kadar tau yang lebih tinggi dalam cairan tulang belakang terkait pengembangan penyakit," paparnya lagi.
Tim tersebut menganalisis molekul-molekul DNA dan mengidentifikasi empat wilayah materi genetik yang terkait kadar tau yang diukur dalam cairan tulang belakang, kemudian mencari kaitan antara ke empat wilayah itu dan penyakit Alzheimer. Ternyata mereka mendapati ada sejumlah korelasi dalam tiga dari empat wilayah itu,
Goate lebih jauh menjelaskan, "Yang membuat kami merasa lebih yakin, setidaknya dalam kasus tiga gen itu, mereka tidak hanya mempengaruhi kadar tau dalam cairan tulang belakang, tetapi juga berdampak pada risiko Penyakit Alzheimer."
Peneliti kini percaya, Alzheimer mulai membunuhi sel-sel otak bertahun-tahun sebelum ada gejala yang jelas. Jadi, kita mungkin bertanya-tanya apakah penelitian ini akan mengarah ke tes genetika bagi Alzheimer. Menurut Alison Goate, mungkin tidak. Tetapi, mengetahui gen mana yang terkait kadar tau yang lebih tinggi bisa membantu peneliti obat, yang sejauh ini belum mampu membuat obat yang menarget beta amiloid, protein lain yang terkait Alzheimer.
"Mungkin mereka akan berubah menjadi obat yang berguna untuk mengurangi kadar tau seperti kami mengurangi kadar kolesterol guna mengurangi penyakit jantung," ujar Goate lagi.
Penelitian Alison Goate dan timnya itu terbit dalam jurnal Neuron.