Cat itu dikembangkan para ilmuwan di Universitas Purdue, West Lafayette, Indiana. Xiulin Ruan, dosen di Fakultas Teknik Mesin universitas tersebut, memimpin upaya itu.
"Formulasi terbaik kami mengandalkan barium sulfat. Senyawa anorganik ini membuat cat yang kami kembangkan dapat memantulkan 98,1 persen sinar matahari. Itu sangat tinggi," jelasnya.
Xiulin mengatakan, hasil penelitian timnya menunjukkan cat yang diyakini paling putih di dunia itu mendinginkan permukaan luar sebuah bangunan lebih dari 4,5°C di bawah suhu sekitar.
Bahan utama dalam cat itu adalah barium sulfat konsentrasi tinggi, senyawa anorganik yang tersedia secara luas dan biasa digunakan sebagai pigmen dalam cat.
Kehadiran cat itu disambut banyak pihak, mengingat gelombang panas menghantam berbagai kawasan di dunia, khususnya wilayah perkotaan mengingat banyaknya bangunan beton dan permukaan aspal yang menyerap dan menahan panas.
Namun, kata Xiulin, cat itu belum akan diproduksi secara massal. Ia dan timnya saat ini sedang melakukan uji ketahanan jangka panjang dengan mitra komersial yang diperkirakan akan memakan waktu sedikitnya satu tahun.
Your browser doesn’t support HTML5
"Memang masih butuh waktu. Saya menghargai kesabaran masyarakat untuk menantikannya. Saya tahu gelombang panas sangat menyengsarakan, tapi kami melakukan yang terbaik untuk mendorong produk kami segera masuk ke pasar," jelasnya.
Xiluan mengatakan, agar cat itu bisa efektif membantu bangunan dalam menangkal panas, olesan pada bangunannya harus tebal. Menurutnya, timnya saat ini juga sedang mengembangkan cat untuk kendaraan. Namun, katanya, mengingat kendaraan adalah benda tidak statis, berat cat menjadi pertimbangan utama.
Formula cat yang dikembangkan untuk kendaraan kemungkinan akan lebih mahal karena hanya perlu dioleskan tipis dan harus dibuat seringan mungkin.
Menurut sejumlah studi, barium sulfat, bahan utama cat yang sedang dikembangkan itu, lebih murah ketimbang titanium dioksida, bahan utama cat-cat yang kini beredar di pasaran.
“Memang, barium sulfat perlu ditambang dan penambangannya bisa menimbulkan emisi karbon, tapi cadangannya melimpah di bumi ini. Apalagi, titanium dioksida juga perlu ditambang dan sama-sama menimbulkan emisi karbon. Itu sebabnya para penambang memberi tahu saya bahwa barium sulfat bisa lebih murah daripada titanium dioksida. Jika dibandingkan manfaatnya, barium sulfat lebih unggul karena menciptakan efek pendinginan yang pada gilirannya kelak mengurangi emisi gas rumah kaca.” [ab/uh]