Ilmuwan: Sampah di Pasifik Berubah jadi Lumpur Bahan Kimia

  • Mike O’Sullivan

Sampah yang memenuhi pantai Hanauma, Hawaii.

Perputaran air di laut dengan cepat mengubah sebagian besar plastik menjadi lumpur bahan kimia, yang bahkan lebih berbahaya pada kehidupan laut karena organisme plankton kecil mengkonsumsi partikel-partikel tersebut.

Sebuah studi dari University of Georgia yang dirilis pada Februari memperkirakan bahwa 8 juta ton sampah plastik dibuang ke lautan pada 2010.

Di Samudera Pasifik, arus air mengumpulkan plastik itu menjadi daerah sampah besar yang berputar perlahan dan menjadi ancaman lingkungan besar pada kehidupan laut.

Biang keladinya, menurut para peneliti, adalah plastik. Datang praktis dari mana-mana, sampah itu terkonsentrasi di lima putaran samudera Bumi, yang secara alami memiliki arus yang membentuk lingkaran, menurut ilmuwan kelautan University of Hawaii Dave Karl.

"Semakin dekat dan dekat pada poros pusat arus itu, air menjadi semakin tenang," ujar Karl, yang merupakan bagian dari tim peneliti di Honolulu yang melacak daerah sampah dan mengawasi dampaknya terhadap kehidupan laut.

"Jadi mereka cenderung memerangkap sampah yang mengapung."

Daerah sampah di Pasifik diperkirakan seluas negara bagian Texas di AS, namun Karl mengatakan apa yang terlihat dari kapal-kapal yang lewat atau dari udara sebagian besar adalah lautan yang kosong.

"Kesan yang didapat orang-orang mengenai daerah ini adalah massa plastik yang solid. Namun tidak seperti itu," ujarnya.

Perputaran air di laut dengan cepat mengubah sebagian besar plastik itu menjadi lumpur bahan kimia, menurut Allen Clark dari East-West Center, Hawaii. Bentuk seperti itu bahkan lebih berbahaya pada kehidupan laut, karena organisme plankton kecil mengkonsumsi partikel-partikel tersebut.

"Partikel-partikel itu dimakan oleh makhluk seperti ubur-ubur, yanng merupakan makanan favorit ikan yang lebih besar, dan kemudian bergerak melalui rantai makanan dan dimakan tuna serta makhluk lainnya," ujarnya.

"Semua bahan ini, dan terutama yang bersifat karsinogen (menimbulkan kanker), terkonsentrasi dalam jaringan lemak ikan."

Dan siklus itu menjadi lengkap, saat plastik mikro itu berakhir di pantai, di kehidupan alam liar dan bahkan dalam makanan yang disajikan di meja makan. Menurut Karl, sampah plastik lautan sebagian besar tidak terlihat. Beberapa ada dalam bentuk cair dan sebagian tenggelam ke dasar laut dan tidak terlihat, jadi sampai sekarang sampah itu sulit diukur.

Studi yang sama dari University of Georgia menyatakan bahwa jika tren itu berlanjut, manusia akan membuang 10 kali lebih banyak plastik ke lautan dalam dekade berikutnya.

Para ilmuwan akan terus melacak aliran masif ini, dan di darat akan ada riset untuk menentukan apakah semua plastik ini berbahaya bagi manusia.