IMF: Ekonomi Iran Menyusut akibat Sanksi AS

Pemimping tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam sanksi AS dalam pidato di Teheran (24/4).

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, perekonomian Iran menyusut 6% tahun ini karena mendapat tekanan dari sanksi-sanksi AS. Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan hari Senin, perkiraan untuk Iran itu termasuk tingkat inflasi mencapai 40%, prediksi yang dibuat IMF sebelum keputusan AS untuk mengakhiri pengecualian bagi beberapa negara yang membeli minyak dari Iran, meskipun sanksi-sanksi baru mulai berlaku tahun lalu.

Pemerintahan Trump secara resmi mengakhiri pengecualian itu hari Kamis (25/4) untuk beberapa pembeli minyak mentah utama Iran, termasuk China, India, Jepang, Turki dan Korea Selatan.

Amerika Serikat mengatakan ingin menghilangkan $50 miliar pendapatan minyak tahunan Iran, untuk menekannya agar mengakhiri program nuklir dan misilnya. Gedung Putih mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pengekspor minyak utama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk memastikan pasokan minyak dunia yang memadai.

Turki dan China mengecam tindakan AS itu tetapi tidak jelas apakah mereka akan terus membeli minyak dari Iran.

Menteri LN Iran, Mohammad Javad Zarif dalam sebuah wawancara yang disiarkan TV kabel AS, Fox News, menuduh Amerika berupaya "membuat Iran bertekuk lutut" dan menggulingkan pemerintahnya dengan menggagalkan perdagangan minyak internasionalnya.

Dia mengatakan para pejabat AS "salah dalam analisis mereka. Harapan dan ilusi mereka salah."

BACA JUGA: Menlu Zarif Tuduh AS Berusaha Gulingkan Pemerintah Iran

Zarif mengatakan, fakta bahwa Trump menarik Amerika dari perjanjian internasional 2015 untuk membatasi program nuklir Iran "tidak akan menempatkan AS dalam daftar negara-negara yang taat hukum." Media pemerintah Iran melaporkan, Zarif mengatakan kepada wartawan Iran di New York bahwa penarikan Iran dari pakta tersebut adalah salah satu dari "banyak pilihan" yang sedang dipertimbangkan setelah AS mengakhiri pengecualian sanksi bagi negara-negara yang membeli minyak dari Iran.

Zarif mengatakan, sebuah tim Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Penasehat Keamanan Nasional AS, John Bolton, dan pemimpin-pemimpin di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab berusaha mendorong Presiden Donald Trump "ke dalam konfrontasi yang tidak ia inginkan."

"Mereka berupaya membawa AS ke dalam perang," kata Zarif, dengan tujuan, "setidaknya," perubahan rezim Iran.

Bolton yang muncul di program Fox News yang sama mengatakan, tujuan AS bukan perubahan rezim, tetapi perubahan perilaku, khususnya mengakhiri program senjata nuklir Iran dan pengujian rudal balistik.

"Rakyat Iran pantas mendapat pemerintahan yang lebih baik," kata Bolton. Ia juga menyebut tuduhan-tuduhan Zarif itu “benar-benar menggelikan, sebuah upaya ”menabur informasi yang rancu”.

Sementara itu Menlu AS, Mike Pompeo mengatakan, keputusan AS mengahkiri pengecualian penjualan minyak Iran ke China tidak akan berdampak negatif pada pembicaraan perdagangan terbaru antara dua negara ekonomi utama dunia.

"Kami telah banyak melakukan pembicaraan dengan China tentang masalah ini. Saya yakin pembicaraan perdagangan akan berlanjut dan berjalan dengan sendirinya," kata Pompeo kepada hadirin di Washington, Senin (29/4).

China adalah pembeli minyak terbesar Iran. Pompeo menambahkan, AS akan memastikan pasaran minyak dunia dipasok secara memadai. (ps)