PT Pertamina (Persero) mulai menerapkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Lapangan Pertamina EP Sukowati di Bojonegoro, Jawa Timur dengan melakukan injeksi perdana karbon dioksida (CO2)untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi.
Sebanyak 500 ton CO2 diinjeksikan ke sumur Sukowati 18 melalui penerapan metode perolehan minyak tahap lanjut atau Enhanced Oil Recovery (EOR).
Direktur Pengembangan dan Produksi Pertamina Hulu Energi, Awang Lazuardi, mengatakan sumur Sukowati 18 dipilih sebagai lokasi penyuntikan karena dinilai paling ideal dan dekat dengan sumber bahan baku CO2 yang akan disuntikkan.
“Dari segi reservoir-nya(area bawah tanah yang mengandung minyak bumi. red) di sini cukup bagus, dari segi pressure-nya juga cukup bagus, dari segi lokasi, geografi, lapangan sini dekat dengan Jambaran Tiung Biru sebagai source CO2-nya. Jadi ini adalah lapangan yang paling ideal untuk kita lakukan itu," ujar Awang.
CCUS adalah teknologi untuk menangkap emisi karbon dioksida (CO2) dari proses industri, seperti pembangkit listrik dan pengeboran migas agar tidak terlepas ke atmosfer. CO2 yang tertangkap kemudian disimpan di bawah permukaan atau digunakan untuk tujuan-tujuan lain.
EOR adalah cara untuk mengambil minyak-minyak yang tersisa yang di lapangan-lapangan yang telah lama diproduksikan. Beberapa teknik EOR yang umumnya digunakan, menurut Pertamina, adalah injeksi uap panas (steam flooding), injeksi kimia (chemical flooding), dan injeksi gas (gas flooding).
Sebelumnya, penyuntikan CO2 juga sukses dilakukan di lapangan Jatibarang. Awang mengatakan, uji coba hingga tujuh hari kedepan diharapkan memberikan hasil yang baik, sekaligus mengonfirmasi dan memvalidasi teknologi EOR secara spesifik, berikut data evaluasi untuk pengembangan lapangan sepenuhnya (project full field development).
Your browser doesn’t support HTML5
Selain diharapkan dapat meningkatkan produksi, injeksi CO2 juga bagian dari komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia menargetkan mencapai emisi nol karbon pada 2060 atau lebih cepat.
Awang mengatakan yang dilakukan oleh Pertamina saat ini adalah membangun kapabilitas dengan menerapkan EOR sekaligus CCUS, sehingga mendapat dua keuntungan, yaitu kenaikan produksi migas dan pengurangan emisi.
“Nantinya kalau kita sudah full field development, kita injeksikan CO2 secara kontinyu. Kita akan mendapatkan hasil environmental dari oil, tapi di satu sisi karena kita mengambil CO2, kita injeksikan jadi sekaligus kita akan mengurangi emisi," papar Awang.
BACA JUGA: Jokowi Resmikan Proyek Penyimpanan Karbon Pertama di Papua BaratSekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, mengatakan teknologi penyuntikan CO2 ke dalam sumur pengeboran minyak bumi yang masih beroperasi maupun yang berusia tua, terbukti berhasil menaikkan produksi minyak di sejumlah negara maju. Selain dapat menjadi upaya nyata menurunkan emisi, Djoko menargetkan langkah ini dapat menaikkan produksi minyak bumi antara 100 hingga 300 persen.
“Ini akan membuktikan bahwa teknologi injeksi CO2 itu bisa meningkatkan produksi minyak, dan targetnya meningkat 100 sampai 300 persen. Yang kedua sekaligus, dunia saat ini membicarakan penurunan emisi, kemudian juga ini adalah salah satu bentuk nyata. Pertamina melakukan program CCUS, carbon capture, kemudian dimanfaatkan, diinjeksikan. Ini dua sekaligus tujuannya," kata Djoko.
Selain di Jatibarang dan Sukowati, Pertamina sedang mengembangkan program yang sama di tujuh lokasi yang berbeda di seluruh Indonesia.
Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, mengatakan selain metode CCUS melalui penerapan EOR, Pertamina juga memiliki metode lain dalam meningkatkan produksi minyak nasional, seperti chemical EOR, getaran, dan termal.
“Setelah ini kita tidak hanya berhenti di pilot (proyek percontohan -red), ya. Nanti rencananya akan ada di implementation. Jadi, ada beberapa negara yang memang sudah sukses implementasi CO2 EOR. CO2 EOR ini adalah salah satu strategi untuk meningkatkan produksi nasional, ada chemical EOR, ada CO2 EOR, ada yang kita juga sudah cobakan juga adalah dengan getaran. Plus termal yang sudah ada komersil di Duri.”
Lapangan Duri berada di Wilayah Kerja Rokan, Provinsi Riau. Pertamina Hulu Rokan mengelola Blok Rokan setelah kontrak perusahaan migas Amerika Serikat, Chevron Corporation, berakhir pada Agustus 2021.
Sementara itu, analis Asia Technology Lead, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna mengatakan penerapan EOR dengan menggunakan teknologi CCUS, sebenarnya sudah lama digunakan sejumlah negara di dunia dalam 30 tahun terakhir. Cara ini, kata Putra, telah terbukti mampu menaikkan produksi minyak dan gas alam, meski prosentase peningkatannya tergantung kondisi masing-masing sumur pengeboran.
“Kita kontekskan pada level global, realitanya ada statistik menunjukkan sekitar 500.000 barel oil, minyak itu setiap hari diproduksi menggunakan CO2 -EOR, jadi itu barang biasa saja. Jadi, memang itu bisa digunakan dan itu bisa berfungsi, tetapi aplikasinya dan performanya di lapangan tertentu di Indonesia itu tetap harus diuji," paparnya.
Putra menambahkan, pada masa awal mula ditemukan teknologi carbon capture, pengembangannya masih didominasi sektor migas, yakni sebesar 70 persen. Sedangkan sektor industri lain hampir tidak ada yang menggunakan dengan alasan biaya yang mahal, yakni sekitar 100 dolar per-ton CO2. Penggunaan teknologi ini di sektor migas, ujar Putra, sudah menjadi kewajaran karena minyak atau gas alam yang diproduksi perusahaan migas selalu memiliki kontaminan CO2 yang harus dipisahkan sebelum dijual kepada konsumen.
BACA JUGA: Indonesia Tegaskan Komitmen EBT Melalui Prakarsa PertaminaSedangkan terkait efektivitas metode CCUS-EOR sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca, Putra menilai cara ini memiliki dampak yang terbatas karena teknologi tersebut baru digunakan pada sektor migas. Selain itu, sumber dari carbon capture yang dilakukan perusahan migas masih dari perusahaan yang sama, belum berasal dari PLTU atau industri lain yang juga banyak menyumbang emisi gas rumah kaca.
“Sebenarnya dunia itu kedepannya tidak lagi berbicara EOR sebagai penggunaan CO2 yang di-capture. Jadi, sebenarnya kalau kita melihat tren penggunaan carbon capture, dulu-dulu carbon capture itu memang dikembangkan untuk sektor migas. Jadi, sekitar 70 persen aplikasi CCUS itu adalah selalu di sektor migas, karena memang yang mengembangkannya dari migas untuk migas. Ke depannya sebenarnya, justru aplikasi yang akan dikejar dunia adalah untuk penyimpanan bukan untuk EOR," katanya. [pr/ft/ah]