Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira mengkritik klaim pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menyebut tingkat kemiskinan pada eranya terbaik sepanjang sejarah yakni 9,82 persen pada 2018. Bima mengatakan angka kemiskinan tersebut hanya sesaat.
Sebab, kata dia, pemerintah telah memberikan bantuan sosial tunai yang besar sebelum survei dilakukan. Hal tersebut terlihat dari bantuan sosial tunai yang tumbuh 87,6 persen pada triwulan I 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.
"Model-modelnya seperti itu, untuk menekan angka kemiskinan, bansosnya ditingkatkan dulu. Tapi itu kan jangka pendek, kalau cuma pakai bansos naikkan saja 100 persen bansos itu bisa menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Tapi kan harusnya penurunan angka kemiskinan, bagaimana fasilitas kesehatan, pendidikan, bagaimana lapangan kerja. Itu yang menurut saya lebih jangka panjang," jelas Bima Yudhistira saat dihubungi VOA, Kamis (24/10).
BACA JUGA: 4 Tahun Jokowi, Pemerintah Klaim Tingkat Kemiskinan Terendah Dalam SejarahBima juga menyayangkan dana desa ratusan triliun rupiah yang telah digelontorkan pemerintah belum mampu mengatasi angka kemiskinan di pedesaan. Data BPS pada Maret 2018 menyebut tingkat kemiskinan di Indonesia 9,82 persen atau setara dengan 25,95 juta penduduk, dengan tingkat kemiskinan di desa lebih besar daripada di kota.
Dari sisi rasio Gini, ia juga mengatakan tidak terlihat perbedaan signifikan jika dibandingkan dengan masa awal reformasi yang berada di kisaran 0,3 persen. Tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan pemerintah dari 0,414 persen pada 2014 menjadi 0,389 persen pada 2018.
Selanjutnya dari sisi ekspor, menurutnya, kinerja pemerintahan Joko Widodo juga belum membaik. Hal tersebut terlihat dari capaian ekspor nonmigas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang baru 14,3 persen dari target untuk 2019.
"Sekarang kan faktanya sulit untuk naik sampai 14 persen karena ada banyak faktor. Bahkan kita di bulan September, rilis data BPS terakhir, kita ekspornya justru turun pada September dibandingkan Agustus, minus. Dan kita tahun ini juga mengalami defisit perdagangan, jadi di mana bagusnya," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengklaim tingkat kemiskinan Indonesia pada era kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla merupakan yang terbaik dalam puluhan tahun terakhir. Dari 10.96 persen pada 2014 berkurang menjadi 9,82 persen pada 2018. Pemerintah juga mengklaim kinerja ekspor meningkat dari 145,1 miliar dolar AS pada 2016 menjadi 168,7 miliar pada 2017.
Lalu bagaimana tanggapan warga terkait empat tahun kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla?. Berikut penuturan mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia Mega Trianasari Soendoro dan Yudi Rachman yang bekerja sebagai pedagang.
"Menurut pendapat saya sebagai rakyat biasa yang bekerja menjadi pengajar freelancedan juga mahasiswa, Pemerintahan Bapak Joko Widodo jika dilihat dari ekonomi cukup baik, pembangunan fisik berjalan pesat. Pembangunan untuk kepentingan bersama seperti stasiun, jalan raya, jembatan, jalan tol dan lain-lain. Namun dari sisi harga-harga kebutuhan sehari-hari, masih banyak yang belum terjangkau masyarakat. Misalnya tarif PAM dan PLN mulai naik," tutur Mega.
Sementara itu Yudi Rachman mengemukakan, "Ekonomi pemerintahan Jokowi sangat buruk, terutama untuk masyarakat kelas bawah, khususnya pedagang. Harga-harga tidak stabil, dan juga situasi tidak kondusif. Dan itu sangat merugikan masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Selain itu juga butuh kepastian, harga, stok, keamanan. Karena banyak pungli-pungli di daerah yang memberatkan ekonomi pedagang kelas bawah." [Ab/uh]