Indeks Demokrasi Indonesia menurun antara lain karena budaya kekerasan yang meningkat dan diskriminasi pada kelompok minoritas.
JAKARTA —
Alat ukur untuk menilai kemajuan demokrasi Indonesia yang dikembangkan pemerintah menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan praktik penerapan demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia pada 2010, antara lain karena meningkatnya kasus kekerasan dan perlakuan tak adil terhadap kelompok tertentu.
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukito Dinarsyah Tuwo di Jakarta Rabu (12/12) menjelaskan bahwa alat ukur yang dinamakan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tersebut menunjukkan angka IDI di Indonesia secara keseluruhan pada 2010 mencapai 63,17, menurun dari 67,30 pada 2009.
“Penurunan itu terdiri dari indikator kebebasan sipil yang menurun dari 86,97 pada 2009 menjadi menjadi 82,53 di 2010. Lalu indikator hak-hak politik menurun dari 54,60 pada 2009 menjadi 47,87 pada 2010,” ujar Lukito.
“Namun ada sedikit peningkatan dalam hal institusi demokrasi, yaitu dari 62,72 di 2009, naik menjadi 63,11 di 2010.”
Lukito mengatakan IDI, yang dikeluarkan setiap dua tahun, memuat angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan aspek tertentu dari demokrasi.
Sebagai alat ukur menurut Lukito, IDI menyediakan data yang penting bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah di masing-masing provinsi di Indonesia.
“Indeks demokrasi Indonesia ini dibuat untuk mengukur perkembangan demokrasi di setiap provinsi sebagai masukkan sebagai rencana pembangunan di bidang politik. Manfaat dari IDI yang lain adalah menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia, namun tidak dimaksudkan terutama untuk membuat ranking kualitas demokrasi di setiap provinsi melainkan dimaksudkan sebagai bagian dari pengambilan keputusan,” ujarnya.
Tim ahli IDI, Maswadi Rauf, yang juga merupakan guru besar ilmu politik dari Universitas Indonesia, mengatakan turunnya indeks demokrasi di Indonesia salah satunya adalah karena kekerasan yang semakin meningkat. Maswadi mengatakan fenomena yang kerap muncul di hampir semua provinsi adalah perlakuan tak adil pada kelompok tertentu dan kekerasan dalam demonstrasi.
“Yang kita ukur adalah perilaku masyarakat. Sebagai contoh misalnya jumlah demontrasi dengan kekerasan. Kita mencatat hampir setiap hari di setiap provinsi terjadi demonstrasi yang berujung pada kekerasan selama setahun itu (2010). Semakin banyak demonstrasi dengan kekerasan semakin buruk demokrasi itu. Dalam menyampaikan aspirasi dilakukan dengan membakar ban bahkan merusak gedung, itu bukan demokrasi,” ujar Maswadi.
Terkait kebebasan politik sipil, Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan berpendapat untuk trend 2011 dan 2012 justru ada kecenderungan peningkatan yang cukup tinggi.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mayjen TNI Langgeng Sulistyono menjelaskan, kebebasan politik sipil memang menurun pada 2010 dibanding 2009, namun meningkat 2011 dan 2012, dan bahkan malah memunculkan kekerasan di tingkat horizontal.
“Konflik horizontal yang semakin meningkat di 2011 dan 2012, dari kacamata Kemenkopolhukam jika dibandingkan pada era sebelumnya (2009-2010). Dalam kehidupan bernegara ada konsekuensi dari kebebasan individu tanpa batas. Keberanian menyatakan pendapat dari kelompok yang satu berbenturan dengan kelompok yang lain sehingga memunculkan konflik horizontal,” ujar Langgeng.
“Suasananya berbeda, sekarang ini sepertinya semua boleh sehingga karena tidak ada rem nya dalam menempatkan diri atas aturan yang berlaku maka sering terjadi pelanggaran. Bahkan mengarah pada anarki. Ini dulu jarang terjadi, dan sekarang sangat mungkin terjadi karena kebebasan tadi.”
Penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia ini adalah kerja sama antara Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementrian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dengan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukito Dinarsyah Tuwo di Jakarta Rabu (12/12) menjelaskan bahwa alat ukur yang dinamakan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tersebut menunjukkan angka IDI di Indonesia secara keseluruhan pada 2010 mencapai 63,17, menurun dari 67,30 pada 2009.
“Penurunan itu terdiri dari indikator kebebasan sipil yang menurun dari 86,97 pada 2009 menjadi menjadi 82,53 di 2010. Lalu indikator hak-hak politik menurun dari 54,60 pada 2009 menjadi 47,87 pada 2010,” ujar Lukito.
“Namun ada sedikit peningkatan dalam hal institusi demokrasi, yaitu dari 62,72 di 2009, naik menjadi 63,11 di 2010.”
Lukito mengatakan IDI, yang dikeluarkan setiap dua tahun, memuat angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan aspek tertentu dari demokrasi.
Sebagai alat ukur menurut Lukito, IDI menyediakan data yang penting bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah di masing-masing provinsi di Indonesia.
“Indeks demokrasi Indonesia ini dibuat untuk mengukur perkembangan demokrasi di setiap provinsi sebagai masukkan sebagai rencana pembangunan di bidang politik. Manfaat dari IDI yang lain adalah menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia, namun tidak dimaksudkan terutama untuk membuat ranking kualitas demokrasi di setiap provinsi melainkan dimaksudkan sebagai bagian dari pengambilan keputusan,” ujarnya.
Tim ahli IDI, Maswadi Rauf, yang juga merupakan guru besar ilmu politik dari Universitas Indonesia, mengatakan turunnya indeks demokrasi di Indonesia salah satunya adalah karena kekerasan yang semakin meningkat. Maswadi mengatakan fenomena yang kerap muncul di hampir semua provinsi adalah perlakuan tak adil pada kelompok tertentu dan kekerasan dalam demonstrasi.
“Yang kita ukur adalah perilaku masyarakat. Sebagai contoh misalnya jumlah demontrasi dengan kekerasan. Kita mencatat hampir setiap hari di setiap provinsi terjadi demonstrasi yang berujung pada kekerasan selama setahun itu (2010). Semakin banyak demonstrasi dengan kekerasan semakin buruk demokrasi itu. Dalam menyampaikan aspirasi dilakukan dengan membakar ban bahkan merusak gedung, itu bukan demokrasi,” ujar Maswadi.
Terkait kebebasan politik sipil, Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan berpendapat untuk trend 2011 dan 2012 justru ada kecenderungan peningkatan yang cukup tinggi.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mayjen TNI Langgeng Sulistyono menjelaskan, kebebasan politik sipil memang menurun pada 2010 dibanding 2009, namun meningkat 2011 dan 2012, dan bahkan malah memunculkan kekerasan di tingkat horizontal.
“Konflik horizontal yang semakin meningkat di 2011 dan 2012, dari kacamata Kemenkopolhukam jika dibandingkan pada era sebelumnya (2009-2010). Dalam kehidupan bernegara ada konsekuensi dari kebebasan individu tanpa batas. Keberanian menyatakan pendapat dari kelompok yang satu berbenturan dengan kelompok yang lain sehingga memunculkan konflik horizontal,” ujar Langgeng.
“Suasananya berbeda, sekarang ini sepertinya semua boleh sehingga karena tidak ada rem nya dalam menempatkan diri atas aturan yang berlaku maka sering terjadi pelanggaran. Bahkan mengarah pada anarki. Ini dulu jarang terjadi, dan sekarang sangat mungkin terjadi karena kebebasan tadi.”
Penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia ini adalah kerja sama antara Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementrian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dengan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).