India menolak untuk menyetujui proposal Uni Eropa mengenai pungutan lebih tinggi terhadap industri penghasil karbonnya, yang oleh blok beranggotakan 27 negara itu akan dikompensasi ketika produk-produk tersebut memasuki kawasan mereka, kata seorang pejabat tinggi India kepada Reuters.
Usulan terbaru ini dikemukakan satu delegasi UE yang dipimpin Gerassimos Thomas, Dirjen Perpajakan dan Pabean di dalam Komisi Eropa, yang membela Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (CBAM) yang diusulkan dalam pertemuannya dengan para pejabat India.
Ajay Seth, menteri urusan ekonomi India, mengatakan dalam wawancara dengan kantor berita Reuters, “Saran mereka tidak praktis. Tim mereka telah datang dan menemui kami ... solusi yang mereka tawarkan tidak efektif untuk ekonomi berkembang seperti India.”
BACA JUGA: Bisa Tekan Emisi, Begini Penjelasan Mekanisme Perdagangan KarbonNew Delhi menyampaikan sikapnya kepada delegasi UE, menyatakan CBAM yang diusulkan itu tidak adil dan merusak biaya pasar domestik, kata Seth.
UE tahun lalu menyetujui rencana pertama di dunia untuk menetapkan tarif terhadap impor barang-barang berkarbon tinggi, yang mencakup besi baja, aluminium dan semen, yang bertujuan untuk mencapai emisi gas rumah kaca nol bersih pada tahun 2050.
Perundingan antara UE dan India berlanjut di “tingkat teknis,” kata pernyataan UE setelah lawatan delegasi itu awal bulan ini.
Para pejabat Uni Eropa sedang berupaya menarik dukungan dari negara-negara seperti China, Afrika Selatan dan India yang telah menentang CBAM.
Delegasi Komisi Eropa telah memberitahu India bahwa tujuan utama pajak karbon bukanlah untuk meningkatkan pendapatan, tetapi untuk memastikan pasokan barang-barang yang lebih ramah lingkungan ke pasar UE.
BACA JUGA: Bursa Karbon Diresmikan, Catat Transaksi Hampir Rp32 Miliar pada PembukaanDelegasi UE menyatakan India dapat memberlakukan pajak karbonnya sendiri untuk mendanai berbagai kemajuan dalam rantai pasokan dan memangkas emisi karbon, sambil mempertahankan pangsanya di pasar UE.
Seth mengatakan menciptakan industri baja yang ramah lingkungan akan menimbulkan biaya lebih tinggi bagi ekonomi, dan “dengan tingkat pendapatan yang seperduapuluh tingkat pendapatan di Eropa, dapatkah kami menerapkan harga yang lebih tinggi? Tidak, kami tidak mampu.”
Dengan asumsi tidak ada rencana domestik India untuk menetapkan pajak produksi karbon tinggi dan memberi insentif untuk metode produksi karbon yang lebih rendah, UE berencana menerapkan pajak karbon atas pengiriman baja dan aluminium mulai 1 Januari 2026, dengan potensi tarif antara 20 persen dan 35 persen, menurut perkiraan industri.
Para analis memperingatkan bahwa kebuntuan mengenai emisi karbon dapat menimbulkan ketegangan dalam perdagangan bilateral dan berdampak pada pembahasan mengenai perjanjian perdagangan bebas. [uh/ab]