Pengumuman bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ketujuh disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
"Indonesia menyatakan kesiapannya sebagai tuan rumah penyelenggara GPDRR tahun 2022 untuk mendrong negara-negara di seluruh dunia dapat terhubung, berkolaborasi, berbagi ide serta pengetahuan, berkaitan dengan pengurangan risiko bencana untuk dunia yang lebih tangguh secara berkelanjutan dan merata," kata Muhadjir.
Ia mengatakan. pertemuan mendatang ini akan bertema “Dari Risiko ke Ketahanan: Menuju Pembangunan Berkelanjutan untuk Semua dalam sebuah Dunia yang Berubah oleh COVID-19”, dan akan berlangsung di Bali.
Muhadjir memperkirakan konferensi GDPRR yang akan diselenggarakan secara hibrida (online dan kehadiran langsung, red) ini akan dihadiri empat hingga lima ribu peserta dari 193 negara dengan melibatkan partisipasi banyak pihak.
Pemerintah Indonesia, lanjut Muhadjir, berkomitmen untuk menyelenggarakan konferensi GPDRR secara aman dan menyenangkan di tengah situasi pandemi COVID-19.
Menurut Muhadjir, pelaksanaan konferensi GPDRR ini untuk mendorong pemulihan ekonomi baik lokal maupun nasional pasca pandemi COVID-19. Konferensi ini juga dapat menjadi contoh bagi acara internasional di era kenormalan baru serta menggambarkan kepercayaan internasinal terhadap isu kebencanaan.
Dalam konferensi GPDRR, lanjutnya, Indonesia akan mendorong pembahasan impelemntasi Kerangka Sendai, merekomendasikan tindakan untuk membuat kebijakan, menyoroti praktik-prakti yang benar, dan meningkatkan kesadaran terhadap pengurangan risiko bencana. Hasil pertemuan itu, katanya, akan dirangkum dalam sebuah pernyataan bersama.
Dalam sambutannya, Utusan Khusus Sekjen PBB urusan Pengurangan Risiko Bencana Mami Mizutori mengatakan di zaman yang sulit ini menjadi sangat normal untuk melihat ke dalam dan mencoba melindungi diri dan lingkungan sekitar.
Konferensi ini, menurutnya, merupakan kesempatan bagi semua anggota PBB, pemangku kepentingan, mitra, akademisi, perwakilan kalsngan swasta dan media untuk menunjukkan dan berpikir bersama mengenai bagaimana membangun kesiapsiagaan dan ketahanan dalam menghadapi risiko bencana di seluruh dunia.
"Fokus dari konferensi ini adalah bagaimana pandemi COVID-19 menjadi tantangan bagi pemahaman tradisional terhadap risiko dan tata kelola risiko, serta bagaimana kita dapat bersama-sama mengubah krisis global ini menjadi sebuah kesempatan untuk menjadi lebih tangguh," ujar Mami.
Menurut Mami, kerangka kerja global di bidang penanggulangan bencana disebut sebagai Kerangka Sendai. Kerangka itu disepakati di Kota Sendai, Jepang, pada 2015 dan berlaku hingga 2030. Konferensi GPDRR tahun ini bertujuan untuk melihat sejauh mana Kerangka Sendai sudah dilaksanakan, apa saja masalah yang masih dihadapi dan bagaimana bisa berbagi praktik dan pengalaman dalam penanganan bencana.
Dia mengatakan hasil konferensi GPDRR di Bali ini menjadi sangat penting karena semua catatan dan capaian akan menjadi masukan bagi pertemuan tahun depan yang membahas implementasi Kerangka Sendai serta menjadi masukan untuk agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Mami, pemerintah dan masyarakat Indonesia memahami bahwa kelompok yang paling rentan dalam menghadapi bencana alam adalah perempuan dan anak-anak. Ia mengatakan, mereka perlu dilindungi dan menjadi bagian dari proses pembuatan kebijakan.
Namun, katanya, pengalaman semacam ini tidak dirasakan oleh negara-negara yang jarang diterpa bencana alam, sehingga mereka harus belajar banyak dari pengalaman Indonesia. [fw/ab]