Jika tidak ada penanganan serius, Indonesia berpotensi mengalami wabah zoonosis, atau penyakit yang menular antar binatang atau ke manusia.
Ketua Harian Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Emil Agustiono mengatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami wabah zoonosis, atau penyakit yang dapat menular antar binatang atau ke manusia. Apalagi hingga saat ini penularan zoonosis seperti flu burung, flu babi, dan rabies masih terjadi di Indonesia, ujarnya di sela-sela rapat koordinasi nasional pengendalian zoonosis di Legian, Bali pada Selasa (25/9).
Emil mengungkapkan wabah zoonosis berpotensi terjadi di Indonesia karena terbukanya lalu lintas orang dan barang dari berbagai negara, belum lagi transmisi zoonosis antar negara yang sangat mungkin terjadi.
Permasalahan lainnya adalah kemampuan pendeteksian zoonosis di Indonesia masih rendah, dan interaksi antara satwa liar dengan manusia di Indonesia semakin terbuka, ujar Emil.
“Kementerian Kehutanan menengarai bahwa terjadinya potensi wabah zoonosis karena adanya satwa liar yang berasal dari hutan di pasar-pasar unggas tradisional. Siapa yang mengawasi? Kita tidak tahu apakah hewan itu sehat atau tidak. Yang kedua, akibat degradasi hutan, satwa liar yang ada di hutan Kalimantan mendekati populasi manusia,” ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti menyatakan jika wabah zoonosis terjadi di Indonesia maka kerugian ekonomi yang terjadi akan sangat besar. Sebagai contoh jika terjadi wabah flu burung saat ini maka Indonesia bisa mengalami kerugian mencapai sekitar Rp 9 triliun, ujarnya.
“Itu datang dari jumlah ayam yang harus dimusnahkan, kemudian jumlah penurunan permintaan karena orang takut makan ayam. Yang ketiga, apabila sampai terjadi penurunan permintaan maka seluruh rantai bisnis ayam mulai dari angkutan, perdagangan di pasar dan sebagainya semuanya berhenti dan kehilangan pendapatan,” ujar Bayu.
Guru Besar Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Kadek Mahardika, menyebutkan salah satu kendala dalam pengendalian zoonosis di Indonesia adalah keterbatasan tenaga dokter hewan di daerah dan karena pengendalian zoonosis yang ada selama ini masih berbasis proyek.
“Banyak sekali yang bekerja karena kepentingan bisnis, dan masih sangat [ada] ego sektoral. Dinas Kesehatan atau Departemen Kesehatan punya [badan] penelitian dan pengembangan (litbang) sendiri, kemudian Departemen Pertanian punya litbang sendiri," ujar Mahardika.
Berdasarkan data Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, beberapa zoonosis yang endemic di beberapa wilayah Indonesia adalah antraks, rabies, leptospirosis, brucellosis dan toksoplasmosis.
Emil mengungkapkan wabah zoonosis berpotensi terjadi di Indonesia karena terbukanya lalu lintas orang dan barang dari berbagai negara, belum lagi transmisi zoonosis antar negara yang sangat mungkin terjadi.
Permasalahan lainnya adalah kemampuan pendeteksian zoonosis di Indonesia masih rendah, dan interaksi antara satwa liar dengan manusia di Indonesia semakin terbuka, ujar Emil.
“Kementerian Kehutanan menengarai bahwa terjadinya potensi wabah zoonosis karena adanya satwa liar yang berasal dari hutan di pasar-pasar unggas tradisional. Siapa yang mengawasi? Kita tidak tahu apakah hewan itu sehat atau tidak. Yang kedua, akibat degradasi hutan, satwa liar yang ada di hutan Kalimantan mendekati populasi manusia,” ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti menyatakan jika wabah zoonosis terjadi di Indonesia maka kerugian ekonomi yang terjadi akan sangat besar. Sebagai contoh jika terjadi wabah flu burung saat ini maka Indonesia bisa mengalami kerugian mencapai sekitar Rp 9 triliun, ujarnya.
“Itu datang dari jumlah ayam yang harus dimusnahkan, kemudian jumlah penurunan permintaan karena orang takut makan ayam. Yang ketiga, apabila sampai terjadi penurunan permintaan maka seluruh rantai bisnis ayam mulai dari angkutan, perdagangan di pasar dan sebagainya semuanya berhenti dan kehilangan pendapatan,” ujar Bayu.
Guru Besar Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Kadek Mahardika, menyebutkan salah satu kendala dalam pengendalian zoonosis di Indonesia adalah keterbatasan tenaga dokter hewan di daerah dan karena pengendalian zoonosis yang ada selama ini masih berbasis proyek.
“Banyak sekali yang bekerja karena kepentingan bisnis, dan masih sangat [ada] ego sektoral. Dinas Kesehatan atau Departemen Kesehatan punya [badan] penelitian dan pengembangan (litbang) sendiri, kemudian Departemen Pertanian punya litbang sendiri," ujar Mahardika.
Berdasarkan data Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, beberapa zoonosis yang endemic di beberapa wilayah Indonesia adalah antraks, rabies, leptospirosis, brucellosis dan toksoplasmosis.