Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (16/11), membahas persiapan pendaftaran kebaya ke UNESCO untuk diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia. Rapat tersebut dilakukan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta komunitas-komunitas yang mempromosikan pemakaian kebaya oleh perempuan Indonesia.
Dalam rapat tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan kebaya bisa didaftarkan ke UNESCO mulai Maret 2023 dan sesuai prosedur akan dibahas dua tahun kemudian, yakni pada 2025.
Dia menambahkan sebelum mengusulkan kebaya masuk ke dalam daftar UNESCO, harus diusulkan kebaya masuk ke dalam daftar warisan budaya nasional tak benda. Selain itu, katanya, harus ditentukan pula, dari mana provinsi mana kebaya berasal.
Hingga tahun lalu, terdapat 1.528 karya budaya yang ditetapkan pemerintah sebagai daftar warisan budaya tak benda Indonesia dan tiap tahun selalu ada pembaruan.
Your browser doesn’t support HTML5
Dia menyebutkan ada sejumlah warisan budaya Indonesia telah masuk ke dalam daftar warisan dunia UNESCO, yakni pertunjukan wayang pada 2008, keris (2009), angklung (2010), tiga jenis tarian tradisinal di Bali (2015), seni membuat kapal di Sulawesi Selatan (2017), pantun (bersama Malaysia pada 2020), dan gamelan (2021).
Menurut Hilmar, Indonesia pada 2011 memasukkan tari Saman sebagai salah satu warisan budaya yang harus segera mendapatperlindungan oleh UNESCO, disusul Noken dari Papua pada 2012.
"Jadi ada tiga daftar sesungguhnya (di UNESCO). Daftar pertama adalah daftar warisan sejarah dunia, daftar kedua adalah warisan budaya perlu segera dilindungi, daftar yang ketiga adalah praktek-praktek baik. Jadi kita mesti memilih di antara tiga ini mana yang mau kita tuju untuk kebaya dalam konteks kita sekarang ini," ujar Hilmar.
Hilmar menambahkan saat menominasikan kebaya ke dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO, ada lima syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kebaya tidak bertentangan dengan Pasal 2 Konvensi Untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak benda. Kedua, kebijakan-kebijakan pemerintah harus bisa memastikan kebaya makin meningkat keterlihatannya setelah didaftarkan.
Ketiga, ada upaya untuk melindungi dan mempromosikan kebaya. Keempat, kebaya memang dipakai secara luas oleh komunitas, kelompok, atau individu yang bersangkutan dengan kebaya. Kelima, kebaya harus lebih dulu masuk ke dalam warisan sejarah nasional.
Tuti Nusandari Roosdiono dari Komunitas Cinta Kebaya menjelaskan alasan pihaknya ingin mengajukan sebagai salah satu warisan dunia ke UNESCO. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya, memiliki keunikan, dan syarat dengan filosofi dan nilai-nilai kehidupan.
"Kebaya adalah salah satu khas kebanggaan busana perempuan Indonesia yang sudah digunakan sejak abad ke-15, yang adalah peninggalan, warisan budaya nenek moyang kita. Kebaya adalah busana yang selalu dipadu padan secara harmoni dengan berbagai jenis kain nusantara,” kata Tuti.
Menurut Tuti, kebaya bisa dipakai bersama berbagai jenis kain, seperti batik, tenun, ikat, songket, lurik, dan jumputan. Kepadupadanan kebaya dengan beragam kain, katanya, menggambarkan kehidupan bangsa Indonesia harmonis, damai, dan toleran di tengah perbedaan.
Dia mengakui para ahli belum sepakat soal asal kata kebaya. Sebagian menyebutkan kebaya berasal dari Gujarat yang mengenal kata Cambaya. Para ahli lainnya mengatakan kebaya berasal dari bahasa Arab yang mengenal Abaya.
Menurut terminologi asli Indonesia, kebaya berasal dari kata ke dan baya. Ke memiliki konotasi bergerak ke arah satu tujuan, sedangkan baya bermakna teman sebaya atau sepengalaman.
Dia mengungkapkan Presiden Soekarno pada 1940 memilih kebaya sebagai busana nasional yang menunjukkan identitas perempuan Indonesia. Kebaya juga merefleksikan kesetaraan dan perjuangan emansipasi kaum hawa. Peringatan hari lahir Raden Ajeng Kartini saban 21 April pun identik dengan pemakaian kebaya.
Tuti mengatakan Komunitas Cinta Kebaya mengajak semua perempuan Indonesia untuk menggunakan kebaya dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan identitas sebagai sebuah bangsa. Itulah sejumlah alasan kenapa Komunitas Cinta Kebaya ingin mengajukan kebaya sebagai salah satu warisan sejarah dunia ke lembaga UNESCO.
Dalam kesimpulan rapat yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi X Agustina Wilujeng Pramestuti, Komisi X mendorong pemerintah bekerjasama dengan para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah diperlukan untuk melengkapi persyaratan pendaftaran kebaya sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. "Kedua, mendorong Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI dan Komite Nasional Indonesia UNESCO mengawal proses pendaftarn kebaya sebagai warisan budaya seusia kriteria pendaftaran yang telah ditetapkan oleh UNESCO," tutur Agustina.
Komisi X mendesak Kementerian Pendidikan dan komunitas kebaya untuk melakukan kajian mendalam untuk memastikan kebaya yang didaftarkan ke UNESCO adalah warisan budaya dunia dari Indonesia. Pemerintah juga harus melakukan kajian untuk menetapkan Hari Berkebaya Nasional.
DPR juga mendorong kepada pemerintah untuk melakukan diplomasi budaya ke berbagai negara untuk memperkuat kebaya sebagai busana khas perempuan Indonesia sekaligus identitas budaya Indonesia. [fw/em]