Indonesia bersama dengan Italia akan memimpin gugus tugas gabungan keuangan dan kesehatan atau joint finance health task force G20. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan satuan tugas ini dibentuk untuk menyiapkan pencegahan dan respons (prevention, preparedness and response/PPR) dari sebuah pandemi.
“Task force ini dipimpin oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Italia. Indonesia sebagai tuan rumah atau presidensi mulai Desember dan Italia yang sekarang ini jadi presidensi," ungkap Menkeu dalam telekonferensi pers secara virtual langsung dari Roma, Italia, Sabtu (30/10).
"Ini nanti yang akan menjadi fokus di dalam pembahasan antar Kepala Negara yang telah disebutkan tadi dan banyak yang mendukung namun bentuknya tadi masih akan di-work out pada pembahasan di bawah presidensi Indonesia," lanjutnya.
Pembentukan gugus tugas ini, kata Sri Mulyani, dilatarbelakangi oleh pemulihan perekonomian global yang tidak merata. Akibatnya timbul kesenjangan akses vaksin COVID-19, terutama bagi negara-negara miskin. Negara-negara tersebut sampai detik ini baru melakukan vaksinasi enam persen dari jumlah penduduknya, sementara negara-negara maju sudah melakukan vaksinasi di atas 70 persen, bahkan ada yang sudah mendekati 100 persen. Ada juga negara-negara maju yang melakukan vaksin penguat atau booster.
“Maka dari itu, karena COVID-19 ini ancaman nyata terhadap perekonomian dunia maka di dalam pembahasan kemarin antara menteri keuangan dengan menteri kesehatan disepakati untuk membangun sebuah mekanisme yang disebut pencegahan pandemi atau pandemi preparedness," katanya.
"Kalau bicara tentang preparedness atau persiapan, karena hari ini dunia tidak siap menghadapi pandemi, nyatanya telah menyebabkan biaya sampai $12 triliun, lima juta orang meninggal dan lebih dari 250 juta orang yang terkena pandemi, maka dunia harus menyiap lebih baik,” tuturnya.
Persiapan untuk menghadapi pandemi ini, ujar Sri Mulyani, sangat bergantung kepada beberapa hal yakni pertama apakah akan ada kesepakatan mengenai protokol kesehatan antarnegara, lalu bagaimana pengaturan tata kelola terkait hal tersebut. Hal ini dikarenakan meskipun sudah ada Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), tetapi biasanya WHO hanya berbicara mengenai mandat, dan tidak ada tata kelola untuk sebuah enforcement.
Kemudian hal selanjutnya, katanyam adalah bagaimana bisa menyepakati sebuah protokol kesehatan antarnegara ketika terjadi sebuah pandemi. Menurutnya hal ini penting mengingat yang terjadi selama ini adalah adanya fragmentasi di mana setiap negara membuat keputusan sehingga menyebabkan ekonomi terpuruk dan penularan virus semakin menyebar dan ketiga yang paling penting adalah terkait dengan pendanaan.
"Tentu peran Indonesia menjadi penting karena Indonesia adalah negara yang besar dan kita juga punya komitmen terhadap vaksinasi kita," tandasnya.
BACA JUGA: Jokowi Dorong Penguatan Arsitektur Kesehatan Global di KTT G20Selain akses vaksin yang tidak merata, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemulihan ekonomi dunia juga terancam oleh dua hal lain, yaitu terjadinya inflasi kenaikan energi dan disrupsi dari suplai. Menurut Menkeu, hal tersebut terjadi di seluruh negara yang pemulihan ekonominya sangat cepat tetapi mengalami komplikasi dalam bentuk kenaikan harga energi dan disrupsi suplai.
"Artinya apa? Waktu permintaan pulih dengan cepat dan kuat, ternyata suplainya tidak mengikuti," imbuhnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan kenaikan krisis energi yang terjadi sangat cepat karena investasi di bidang energi terutama energi fosil sudah merosot tajam karena dihadapkan pada permintaan energi yang melonjak akibat pemulihan ekonomi. Hal tersebut yang kemudian mendorong inflasi yang tinggi di berbagai negara.
"Ini menjadi ancaman pemulihan ekonomi global. Indonesia perlu juga tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya rembesan hal tersebut," pungkasnya.Sepakat Capai Target Vaksinasi Global
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan para pemimpin negara-negara G20 membahas upaya bersama untuk keluar dari krisis akibat pandemi COVID-19, baik krisis kesehatan maupun krisis ekonomi. Para pemimpin pun sepakat dan menyampaikan pandangan tentang pentingnya mencapai strategi global vaksinasi yang ditetapkan WHO.
"Para leader juga menyampaikan pandangan perlunya melakukan vaksinasi 40 persen pada akhir 2021, 70 persen pada pertengahan 2022. Ini sebenarnya adalah global strategy yang diberikan oleh WHO yang didukung oleh para leader dari G20," ujar Menlu dalam telekonferensi pers secara virtual langsung dari Roma, Italia, Sabtu (30/10).
Hal lain yang banyak disinggung oleh para pemimpin, ujar Retno, adalah kerja sama erat antara menteri keuangan dan menteri kesehatan. Selain itu juga dengan organisasi internasional seperti WHO, Bank Dunia, IMF, dan organisasi lainnya termasuk ketersediaan dana dalam menghadapi pandemi.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya menekankan pentingnya penguatan arsitektur kesehatan global inklusif yang berpegang teguh pada prinsip solidaritas, keadilan, transparansi, dan kesetaraan.
"Presiden mengusulkan beberapa langkah antara lain pertama membuat mekanisme penggalangan sumber daya kesehatan global, yang kedua menyusun protokol kesehatan global untuk aktivitas lintas negara, ketiga mengoptimalkan peran G20 dalam upaya mengatasi kelangkaan dan kesenjangan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan esensial," jelas Retno.
Selain penguatan ketahanan kesehatan global, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya mempercepat pemulihan ekonomi global yang lebih kuat, lebih inklusif, dan berkelanjutan. Pada saat ini, terbentuk pandangan bersama di antara para pemimpin bahwa keadaan ini belum usai dan ekonomi dunia masih belum bangkit kembali. [gi/ah]