Seperti dikhawatirkan banyak pihak, Presiden Rusia Vladimir Putin Kamis (24/2) telah memerintahkan pasukannya menyerang Ukraina. Langkah ini ditempuh setelah Putin mengakui dua wilayah separatis di Ukraina, Donetsk dan Lughansk, sebagai wilayah merdeka.
Serangan Rusia itu dilancarkan menggunakan peluru kendali ke beragam kota seperti Odessa, Mauripol, Kharkiv, Mykolaiv, Uman dan Lviv.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam jumpa pers, Kamis (24/2) menjelaskan Indonesia prihatin terhadap eskalasi bersenjata di wilayah Ukraina yang sangat membahayakan keselamatan rakyat dan berdampak bagi perdamaian di kawasan Eropa.
"(Indonesia) menegaskan agar ditaatinya hukum internasinal dan Piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengenai integritas teritorial wilayah suatu negara serta mengecam setiap tindakan yang nyata-nyata merupakan pelanggaran wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara," kata Faizasyah.
Faizasyah menambahkan pemerintah Indonesia menegaskan agar semua pihak mengedepankan perundingan diplomasi untuk menghentikan konflik dan mengutamakan penyelesaian damai.
Menurutnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan warga negara Indonesia di Ukraina sesuai rencana kontijensi yang telah disiapkan.
Faizasyah menegaskan Ukraina dan Rusia adalah dua negara sahabat bagi Indonesia, dan Indonesia memiliki hubungan bilateral yang sangat baik dalam banyak hal, termasuk perdagangan dan investasi.
Jika terjadi konflik, menurut Faizasyah, pengaruhnya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara di Eropa tetapi juga sampai ke berbagai kawasan lainnya. Indonesia, katanya, akan terdampak dalam hal aliran perdagangan dan pergerakan manusia dari Eropa ke Indonesia.
BACA JUGA: Ukraina Tetapkan Status Darurat, Dubes RI di Kyiv Pastikan Kondisi WNI AmanLebih jauh Faizasyah mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah beberapa kali menyerukan agar tidak ada lagi perang karena akan mempersulit proses pemulihan global akibat pandemi COVID-19.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerin Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan bahwa pihaknya dan KBRI di Kyiv telah berhasil menjalin kontak dengan 138 warga Indonesia di Ukraina, sebagian besar tinggal di Kyiv dan Odessa.
Sebanyak 138 warga Indonesia bermukim di Ukraina dalam kondisi aman dan tetap tenang, katanya.
"Sesuai dengan rencana kontijensi, kami telah meminta warga negara Indonesia berkumpul ke KBRI kita yang ada di Kyiv. Bagi warga negara kita yang kesulitan (datang ke KBRI Kyiv), agar segera dapat menghubungi nomor hotline darurat KBRI kita yang ada di Kyiv," ujar Judha.
Selain berkomunikasi dengan KBRI Kyiv, lanjut Judha, Kementerian Luar Negeri juga berkoordinasi dengan KBRI Warsawa di Polandia, KBRI Bratislava di Slowakia, KBRI Bukarest di Rumania dan KBRI Moskow di Rusia dalam menyusun rencana kontijensi untuk memberikan perlindungan terhadap 138 warga Indonesia di Ukraina.
Pengamat keamanan internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nanto Sriyanto mengaku kaget dengan keputusan Putin yang memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Ukraina.
Rusia, menurutnya, mengajukan sejumlah alasan yang yang sulit diterima, seperti presiden Ukraina bersimpati terhadap Nazi Jerman dan adanya tekanan dari kelompok separatis Donetsk dan Lughansk agar Rusia masuk membantu mereka.
BACA JUGA: Ledakan Terdengar di Kyiv, Putin Deklarasikan Operasi Militer terhadap UkrainaNanto menambahkan perang Rusia-Ukraina tidak hanya berdampak pada kawasan Eropa tetapi juga dunia. Dia mengatakan Putin menginvasi Ukraina bukan hanya karena faktor eksternal tetapi juga karena faktor internal.
"Bagaimana kalkulasi politik domestik itu mendorong Putin untuk melakukan invasi ini. Ini akan berpengaruh terhadap ekonomi Rusia dan bagaimana daya tahan rezim Rusia saat ini. Sebenarnya kan eskalasinya ke sana mengingat hubungan kedua negara (Rusia dan Ukraina) sangat rekat dalam sejarah. Boleh dibilang bahasa mereka pun mirip," tutur Nanto.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Nanto, klaim historis tidak bisa dipakai untuk klaim teritorial. Pasca Uni Soviet, sumber ancaman bagi Rusia berasal dari Barat, dan karena itulah muncul koalisi Rusia-China.
Dia menegaskan yang perlu dilakukan dunia saat ini adalah meyakinkan Putin untuk menghentikan serangan dan menarik pasukannya dari Ukraina.Kalau gencatan senjata tercapai, Indonesia bisa mendorong PBB mengirim pasukan perdamaian ke perbatasan Rusia-Ukraina. [fw/ab]