Indonesia, Rabu (15/2) menyampaikan kecaman keras terhadap pengumuman kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhir pekan lalu untuk membangun sembilan permukiman dengan total 10.000 rumah baru di Tepi Barat, dan melangsungkan pertemuan komite khusus dalam beberapa hari mendatang untuk mengotorisasi pembangunan tersebut.
Direktur Timur Tengah di Kementerian Luar Negeri Indonesia, Bagus Hendraning Kobarsyih kepada VOA mengatakan keputusan ini jelas bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi PBB terkait, serta menyulut ketegangan dan instabilitas di kawasan.
“Intinya begini, PBB sudah sepakat mengeluarkan resolusi untuk meminta Israel menghentikan proses illegal settlement (permukiman ilegal) yang selama ini dipaksakan oleh mereka (Israel.red) karena terbukti di masa lalu, hal ini akan memicu ketegangan. Ini yang dilanggar pemerintah sayap kanan Israel, pemerintahan Netanyahu itu. Walaupun kita baca beritanya bahwa hal ini masih harus disahkan oleh pengadilan, tapi saya kira pengadilan Israel akan banyak menyetujui hal itu, karena ini terkait kepentingan nasional mereka,” paparnya.
Tindakan Israel ini, lanjut Bagus, akan semakin mempersulit proses perundingan perdamaian karena Israel dinilai tidak serius menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah.
Untuk itu komunitas internasional, ujarnya, sedianya bersatu untuk mendesak Israel menghentikan tindakan-tindakan tersebut dan terus mendesak terciptanya solusi dua negara.
Bagus mengakui pembukaan hubungan diplomatik yang dilakukan sejumlah negara-negara Arab memang sedikit banyak berpengaruh terhadap upaya memberikan tekanan politik pada Israel, meskipun tetap tidak mengubah tujuan awal untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Menurutnya solusi dua negara masih mungkin dilakukan sepanjang komitmen itu dipegang oleh masing-masing pihak. Solusi dua negara merupakan solusi politik yang diharapkan tidak menimbulkan kekerasan lanjutan.
BACA JUGA: Lebih dari 500.000 Pemukim Israel Kini Tinggal di Tepi Barat
Pengamat: Israel Jumawa
Diwawancarai secara terpisah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah menilai Israel semakin berani mengambil langkah-langkah kontroversial seperti ini karena mengetahui tidak ada negara atau pun koalisi negara dan organisasi internasional yang mampu melawannya.
Satu hal yang dilupakan Israel, ujar Rezasyah, adalah semakin dalamnya kebencian terhadap Israel yang bisa jadi dilampiaskan pada warganya. “Israel tidak memikirkan bahwa kebencian dunia bisa berkecamuk di banyak titik dunia. Sasarannya adalah barangkali warga negara Israel yang berkunjung sebagai wisatawan, kemudian sikap beringas anak-anak Palestina,” kata Rezasyah.
Semakin banyaknya permukiman Israel itu akan semakin memkecil luas wilayah Palestina secara sistematis, dan pada akhirnya menepis gagasan kemerdekaan Palestina, tambahnya. Oleh karena itu solusi dua negara yang terus diperjuangkan sedianya tidak saja menggunakan tekanan politik, tetapi juga tekanan ekonomi.
Deplu AS Merasa Terusik dengan Rencana Israel
Departemen Luar Negeri Amerika hari Senin (13/2) mengatakan sangat terusik dengan rencana Israel membangun permukiman baru Yahudi di wilayah Tepi Barat yang didudukinya.
Juru Bicara Deplu AS Ned Price mengatakan, “Kami sangat terusik dengan pengumuman Israel yang akan membangun ribuan permukiman dan memulai proses legalisasi secara retroaktif sembilan permukiman di Tepi Barat yang sebelumnya, berdasarkan hukum Israel sendiri, dinilai ilegal.
Your browser doesn’t support HTML5
Sebagaimana pemerintah sebelumnya, kami sangat menentang tindakan sepihak yang memperburuk ketegangan dan menggerus kepercayaan antar pihak-pihak, dan merusak prospek solusi dua negara yang sedang dirundingkan.”
Lebih jauh ia mengungkapkan bagaimana Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam perjalannya ke kawasan itu baru-baru ini menggarisbawahi kembali “pentingnya semua pihak menahan diri dari tindakan-tindakan yang akan meningkatkan ketegangan dan menjauhkan dari perdamaian.”
Amerika menentang pembangunan permukiman di wilayah yang diklaim oleh Palestina. Saat ini lebih dari 700.000 warga Yahudi Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dikuasai Israel pasca perang tahun 1967.
Namun demikian Departemen Luar Negeri Amerika tidak memberikan indikasi langkah tegas yang akan diambil pemerintahan Biden terhadap pengumuman Netanyahu itu. [fw/em]